photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label Pernyataan Sikap AMP. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label Pernyataan Sikap AMP. Tampilkan semua postingan

    Perjanjian New York 15 Agustus 1961 Kesepakatan Internasional Yang Ilegal

    Perjanjian New York 15 Agustus 1961 Kesepakatan Internasional Yang Ilegal, Hak Menentukan Nasib Sendiri Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua Barat 

    Press Release
    Penandatanganan Perjanjian New York (New York Agreemnent) antara Belanda dan Indonesia terkait sengketa wilayah West New Guinea (Papua Barat) pada tanggal 15 Agustus 1962 dilakukan tanpa keterlibatan satupun wakil dari rakyat Papua pada hal perjanjian itu berkaitan dengan keberlangsungan hidup rakyat Papua.
    Perjanjian ini mengatur masa depan wilayah Papua Barat yang terdiri dari 29 Pasal yang mengatur 3 macam hal, dimana pasal 14-21 mengatur tentang Penentuan Nasib Sendiri (Self Determination) yang didasarkan pada praktek Internasional yaitu satu orang satu suara (One Man One Vote). Dan pasal 12 dan 13 yang mengatur transfer Administrasi dari Badan Pemerintahan Sementara PBB UNTEA kepada Indonesia.
    Setelah tranfer administrasi dilakukan pada 1 Mei 1963, Indonesia yang diberi tanggungjawab untuk mempersiapkan pelaksanaan penentuan nasib dan pembangunan di Papua tidak menjalankan sesuai kesepakatan dalam Perjanjian New york, Indonesia malah melakukan pengkondisian wilayah melalui operasi militer dan penumpasan gerakan prokemerdekaan rakyat Papua. Lebih ironis, sebelum proses penentuan nasib dilakukan, tepat 7 April 1967 Freeport perusahaan pertambangan milik negara imperialis Amerika telah menandatangani Kontrak Pertamannya dengan pemerintah Indonesia.
    Klaim atas wilayah Papua sudah dilakukan oleh Indonesia dengan kontrak pertama Freeport dua tahun sebelum Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA). Sehingga, dari 809.337 orang Papua yang memiliki hak, hanya diwakili 1025 orang yang sebelumnya sudah dikarantina dan cuma 175 orang yang memberikan pendapat. Musyawarah untuk Mufakat melegitimasi Indonesia untuk melaksanakan PEPERA yang tidak demokratis, penuh teror, intimidasi dan manipulasi serta adanya pelanggaran HAM berat.
    Keadaan yang demikian ; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia.
    Maka, dalam rangka peringatan 52 Tahun Perjanjian New York/New York Agreement yang Ilegal, Aliansi Mahasiswa Papua [AMP] menyatakan sikap politik kami kepada Rezim SBY-Boediono, atau pemerintahan baru Jokowi JK, Belanda dan PBB untuk segera :
    1.  Berikan Kebebasan dan Hak Menentukan Nasib Sendiri Sebagai Solusi Demokratis Bagi Rakyat Papua.
    2. Menuntup dan menghentikan aktifitas eksploitasi semua perusahaan Multy National Coorporation (MNC) milik negara-negara Imperialis ; Freeport, BP, LNG Tangguh, Medco, Corindo dan lain-lain dari seluruh Tanah Papua. 
    3.   Menarik Militer Indonesia (TNI-Polri) Organik dan Non Organik dari seluruh Tanah Papua untuk menghentikan segala bentuk kejahatan terhadap kemanusiaan oleh negara Indonesia terhadap rakyat Papua.
    Demikian press release ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Bangsa dan Rakyat Papua Barat. Terima kasih atas dukungan Kawan-kawan jurnalis dalam memberitakan persoalan rakyat Papua demi terciptanya demokratisasi di Tanah Papua
    Salam Demokrasi!
    Malang 01/05/2015

    Humas Aksi


    Yusni Y

    Situs ini adalah situs online aktivis suara papua merdeka yang dikembangkan oleh Biro Media dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang-Surabaya. Anda diperkenankan untuk BERBAGI (menyalin dan menyebarluaskan kembali materi ini dalam bentuk atau format apapun) dan ADAPTASI (menggubah, mengubah, dan membuat turunan dari materi ini untuk kepentingan apapun, termasuk kepentingan komersial). Informasi dalam situs ini masih harus dikonfirmasi kepada pengelola situs di melanesiapost@gmail.com (Activis Independence of Papua/Pengembang Situs)

    Pernyataan Sikap AMP Atas Penculikan dan Penangkapan Sewenang-wenang Terhadap Tiga Aktivis AMP

    Pernyataan Sikap AMP Atas Penculikan dan Penangkapan Sewenang-wenang Terhadap Tiga Aktivis AMP

    Foto: AMP.
    Bandung - - Kamis, 23 April 2015 pada pukul 17.00 WIB, Pasukan Penjaga Presiden (PASPANPRES) berseragam TNI dan intelejen berpakaian sipil telah melakukan penculikan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap tiga orang aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), tepatnya di Jl. Otista Bandung Kota.

    Piyan Pagawak, Roy Kogoya, dan Aminus Tinal adalah ketiga aktivis AMP tersebut. Pagawak adalah seorang Ketua AMP Komite Kota (KK)Bandung, Kogoya adalah seorang Bendahara KK Bandung, dan Tinal adalah salah satu anggota AMP KK Bandung. Ketiganya adalah mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah di Bandung dan di kampus yang berbeda-beda.

    Tanpa menunjukan surat penangkapan, tanpa pemberitahuan, dan tanpa bertanya terlebih dahulu PASPANPRES langsung menyereret dengan kasar serta membawa ketiga aktivis AMP ke luar dari badan jalan. PASPANPRES juga melakukan perampasan hak milik ketiga aktivis AMP, yakni:
    1) Handphone (3 buah)
    2) Dompet (3 buah)
    3) Noken Papua (1 buah)
    4) Baju kaos bergambar bendera organisasi AMP (1 buah)
    5) Buku bacaan umum (2 buah)
    6) Buku tulis (3 buah)
    7) Ballpoint (3 buah)

    Setelah melakukan perampasan hak milik, PASPANPRES membawa ketiga aktivis AMP ke Polsek Kebon Kawung untuk diserahkan ke Polrestabes Kota Bandung. Polrestabes Kota Bandung melakukan penahanan sewenang-wenang selama sembilan jam dengan alasan untuk kepentingan interogasi. Polrestabes Kota Bandung juga tidak memenuhi hak ketiga Aktivis AMP untuk memilih pengacara hukum. Selain itu, Polrestabes Kota Bandung juga melakukan Interogasi terhadap ketiga aktivis AMP tanpa memperoleh haknya untuk mendapat pendampingan hukum selama proses interogasi.

    Satu minggu sebelum, PASPANPRES dan intelegen melakukan penculikan, penangkapan, dan perampasan hak milik terhadap tiga aktivis AMP. Selain itu, beberapa polisi dan intelegen terus mendatangi mahasiswa-mahasiswa asal Papua yang tinggal di rumah-rumah, kontrak, dan asrama-asrama Mahasiswa Papua.

     “Apakah mahasiswa-mahasiswa Papua akan melakukan demo saat Konfrensi Asia Afrika (KAA) berlangsung?”
    “Apakah Aliansi Mahasiswa Papua akan memobilisasi massa?”
    “Apakah ALiansi Mahasiswa Papua  akan mengibarkan bendera Bintang Kejora?”      
    “Bagaimana sikap AMP terhadap Konfrensi Asia Afrika yang akan segera dilaksanakan?”

    Para polisi dan intelegen melakukan teror dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua dengan cara mendatangi rumah-rumah ,kontrak, dan asrama-asrama mahasiswa Papua untuk terus menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sama secara berulang kali. 

    Selain itu, seorang aktivis AMP di Komite Pusat (KP) AMP yang namanya tidak mau disebutkan juga merasa tidak nyaman karena terus mendapatkan panggilan masuk lewat handphone dari seorang intelkam untuk menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sama secara berulang kali.

    Sementara itu, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang melakukan pendampingan hukum terhadap aktivis AMP juga mendapatkan ancaman agar tidak melakukan pendampingan hukum bagi aktivis AMP.

    Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara anggota dan tuan rumah Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan pada 23 -24 April 2015 di Jalan Asia Afrika – Bandung  membuat Pemerintah Indonesia membiarkan aparat negaranya melakukan represifitas terhadap mahasiswa Papua secara umum, AMP, dan LBH Bandung yang melakukan pendampingan hukum terhadap aktifis AMP.

    Tindakan-tindakan represif dan militeristik tersebut merupakan upaya-upya sitematis negara Indonesia dalam melakukan teror dan intimidasi sebagai upaya pembungkaman ruang demokrasi dan pembungkaman terhadap kekritisan mahasiswa Papua dan masyarakat Indonesia pada umumnya.

    Aksi Lompat Pagar tiga aktivis AMP ke dalam Kedutaan Besar Australia di Denpasar-Bali pada tanggal 8 Oktober 2013 ketika Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC sedang berlangsung, tentu merupakan sebuah pengalaman“buruk” dan tak terlupakan  bagi negara Indonesia.  Aksi Lompat Pagar saat itu bertujuan untuk meminta suaka politik kepada pemerintah dan masyarakat Australia akibat penindasan militer Indonesia yang semakin masif dan terorganisir di tanah Papua.

    Melihat dan mengalami penindasan militer yang tak pernah jedah terjadi di seluruh tanah Papua dan di seluruh Indonesia, maka dengan tegas kami Aliansi Mahasiswa Papua menyatakan sikap politik kepada seluruh kaum tertindas di dunia, kepada rezim Jokowi-JK, dan negara-negara anggota KAA bahwa:
    1. Aliansi Mahasiswa Papua menolak dan melawan segala bentuk penindasan dan penghisapan terhadap manusia di dunia.
     
    2. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung penuh kemerdekaan rakyat Palestina.
     
    3. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung penuh semua perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
     
    4. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung tanpa syarat penghapusan kolonialisme di dunia.

    Sehingga, Aliansi Mahasiswa Papua menuntut kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia agar:
    1. STOP melakukan penculikan, penangkapan sewenang-wenang terhadap seluruh aktivis Papua dan aktivis pro demokrasi di seluruh wilayah Indonesia!
     
    2. STOP melakukan teror dan intimidasi terhadap semua aktivs Aliansi Mahasiswa papua dan aktivis pro demokrasi lainya, seperti LBH Bandung!
     
    3. SEKARANG JUGA, hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua dan demokrasi yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia!
     
    4. SEGERA, negara-negara anggota Konferensi Asia Afrika (KAA) menghapuskan segala bentuk kolonialisme di wilayah jajahannya masing-masing!

    Demikian situasi penindasan militer yang kami alami serta pernyataan sikap politik dan tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua.

    Salam Pembebasan!


    KETUA UMUM
    ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP)



    JEFRI WENDA


    Situs ini adalah situs online aktivis suara papua merdeka yang dikembangkan oleh Biro Media dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang-Surabaya. Anda diperkenankan untuk BERBAGI (menyalin dan menyebarluaskan kembali materi ini dalam bentuk atau format apapun) dan ADAPTASI (menggubah, mengubah, dan membuat turunan dari materi ini untuk kepentingan apapun, termasuk kepentingan komersial). Informasi dalam situs ini masih harus dikonfirmasi kepada pengelola situs di melanesiapost@gmail.com (Activis Independence of Papua/Pengembang Situs)

    Pernyataan Sikap AMP Peringati Hari HAM Sedunia

     

    Tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)

    Press Release AMP Menyikapi Hari HAM se-Dunia
    Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua
    Adalah Solusi Demokratis



    Kronologis Paniai Berdarah


    Pada subuh Senin, 08 Desember 2014, kira-kira pukul 02.10 WP. Seorang anak laki-laki bersama beberapa orang lainnya menjaga pondok Natal yang didirikan oleh warga di pinggir jalan yang melintas Jalan Raya Enarotali-Madi.

    Saat itu, sebuah mobil patroli Polres Paniai dari arah Enarotali melintas menuju Madi. Mobil itu tidak menyalahkan lampu sebagai penerangan jalan.

    Anak laki-laki yang menjaga pondok Natal itu menegur, "woee, kalau jalan malam itu harus nyalakan lampu," kata anak laki-laki itu. Ternyata mobil itu ditumpangi Polisi. Tulis majalahselangkah.com edisi 8 Desember 2014.

    Polisi yang sedang berpatroli tak menerima ungkapan tersebut. Mereka menuruni mobil dan mengejeknya dengan bahasa yang tak sedap didengar. Anak tersebut dipukul dengan popor senjata. Anak itu pingsan.

    Besoknya, Senin (08/12/2014), sekitar pukul 07:30 WP, warga Ipakiye melakukan aksi menuju Polres Paniai di Madi. Dalam perjalanan itu, dihadang oleh aparat Polisi dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tim Khusus 753 yang bertugas di Paniai Papua.

    Sebagian warga telah berkumpul di lapangan sepakbola Karel Gobay, Enarotali. Mereka mulai berkomunikasi dengan aparat kepolisian dan brigadir mobil yang ada di situ. Tetapi, tidak ditanggapi.

    Karena kecewa, warga yang berkumpul di lapangan sepak bola Karel Gobay mengambil batu di sekitar mereka dan melempari kantor Koramil yang letaknya depan lapangan. Juga mobil Dalmas yang dikemudikan para petugas patroli tanpa lampu penerang tersebut dihancurkan massa.

    Aparat gabungan Tim Khusus 753, Brimob dan polisi menyikapi ekspresi kekecewaan warga dan menembak ke arah massa aksi yang berkumpul di lapangan Karel Gobay, Enarotali. Tindak aparat ini menewaskan empat (4) warga sipil dan sebelas (11) warga lainnya mengalami luka berat.

    Wakil Bupati Kabupaten Paniai, Yohanis You, S.Ag, M.Si, yang mendatangi tempat kejadian peristiwa (TKP) untuk bernegosiasi dengan gabungan militer, ditodong dengan senjata. Wakil Bupati pun pulang tanpa mampu berbuat apa-apa.

    Sekitar pukul 09: 00 WP, korban tembak mati bertambah dua, sehingga seluruhnya ada enam.

    Salah satu dari korban tembak, Yulian Yeimo, akhirnya meninggal dari rumah sakit saat menjalani perawatan medis.

    Keluarga korban bersepakat untuk tidak mengubur 6 mayat hasil penembakan gabungan TNI 753, Brimob dan Polisi. Mereka memutuskan menunggu kedatangan Kapolda dan Kodam Papua untuk mempertanggungjawabkan tindakan anggotanya. Mayat dijejer di lapangan Karel Gobai.

    5 orang yang ditembak mati dan sudah bisa dipastikan, oleh gabungan militer Indonesia, 17 orang lainnya luka tembak dan kritis.

    SATU: Simon Degei berusia 18 Tahun. Ia sekolah siswa di SMA Negeri I Paniai dan saat ini berada di kelas III. Ia di tembak mati ditempat dan saat ini masih dijejer bersama mayat lainnya di lapangan sepak bola, Karel Gobai.

    DUA:
    Otianus Gobai. Ia berusia 18 Tahun. Ia siswa SMA Negeri I Paniai kelas III, mengenakan baju sekolah, OSIS. Ia ditembak mati di tempat.

    TIGA:
    Alpius Youw berusia 17 Tahun. Ia juga adalah siswa SMA Negeri I Paniai kelas III. Tampak di foto, dia menggunakan baju olahraga biru. Bersama tiga korban lainya, dia ditembak mati ditempat.

    EMPAT: Yulian Yeimo berusia 17 Tahun. Ia siswa SMA Negeri Paniai. Saat ini, berada di kelas I. ia meningga di RSUD Paniai.

    KELIMA:
    Abia Gobai berumur 17 tahun. Ia juga siswa SMA Negeri Paniai. Seperti 3 rekan yang lainnya, ia berada di kelas III. Abia ditemukan tewas di kampung Kogekotu, sebelah lapangan terbang, sekitar 400 meter dari kantor Polres Paniai. Mayat Abian Gobai telah dibawa ke rumah oleh keluarga. Mayatnya tidak dijejer bersama mayat empat rekannya di lapangan sepakbola Karel Gobay.

    KEENAM:
    Ada penambahan korban. Dua mayat, baru ditemukan. Jasatnya belum dipastikan. Dikarenakan, jaringan Telkomsel yang tidak aktif, sehingga tidak bisa berkomunikasi.

    Sementara 17 orang luka-luka kritis oleh karena, pukulan dari popor senjata dan tembakan. Yaitu:
      1.  Oni Yeimo (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      2.  Yulian Mote (25 Tahun, PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      3.  Oktovianus Gobai (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      4.  Noak Gobai (Mahasiswa di STIKIP Semester V), dirawat di RSUD di Madi.
      5.  Bernadus Magai Yogi (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      6.  Akulian Degei (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      7.  Agusta Degei (28 Tahun, Ibu Rumah Tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      8.  Andarias Dogopia (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      9.  Abenardus Bunai (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    10. Neles Gobai (PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    11. Jerry Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    12. Marice Yogi (52 Tahun, Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    13. Oktovianus Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    14. Yulian Tobai (Satpam RSUD), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    15. Yuliana Edowai (Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    16. Jermias Kayame (48 Tahun, Kepala Kampung Awabutu), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    17. Selpi Dogopia (34 Tahun), dirawat di RSUD Paniai di Madi.

    Pernyataan Sikap:
    Peristiwa Papua berdarah berawal dari 19 Desember 1961 saat Operasi Trikora. Dimana, telah melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan kepada rakyat Papua Barat yang pro-kemerdekaan Papua Barat.

    Peristiwa, tragedi atau gejolak Papua terus berlanjut hingga 1 Mei 1963 saat penyerahan administrasi Papua Barat kepada Indonesia melalui Badan Perwakilan PBB, UNTEA. Sejak itulah operasi demi operasi militer guna mensituasikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) telah melakukan genosida, pelanggaran HAM berat kepada orang asli Papua.

    Hingga hari ini terus terjadi. Terbukti dengan situasi yang dibuat, dipicu oleh Militer Indonesia.

    Dua bulan terakhir ini tercatat bahwa tiga orang warga sipil di Dogiyai yang ditembak di kaki hingga mengalami lumpuh. 10 orang aktivis dipenjarakan di Polres Nabire hanya karena menyuarakan kebenaran dan dikenakan Pasal 160, 106, dan 55 secara sepihak tanpa ada koordinasi seimbang dari korban. Hal yang sama, enam orang aktivis di Kaimana ditahan, yang sebelumnya sekertariat KNPB digrebek oleh Polisi Indonesia. Rumah warga sipil dibakar, beberapa warga sipil ditahan, hanya karena tidak mampu mengejar TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat). Tragedi Paniai Berdarah, seperti pada materi di atas. Dan delapan orang aktivis ditahan tanpa alasan di Dok VIII, Jayapura, pada tanggal 9 Desember 2014 waktu sore Papua.

    Dengan demikian, kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite Pusat menuntut:
    1. Rezim Jokowi-JK HARUS bertanggungjawab atas tindakan pelanggaran HAM Berat oleh TNI/POLRI di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Paniai yang telah menembak mati 6 warga sipil dan 17 belas luka-luka.
    2. Tarik Militer Organik dan Non-organik dari seluruh Tanah Papua. Karena, ada sebagai pelaku Pelanggaran HAM di Tanah Papua.
    3. STOP Pengiriman TNI/POLRI ke Tanah Papua dan penambahan Kodam, Pos-pos Militer lainnya.
    4. STOP Pengejaran dan Penangkapan tanpa nukti fakta pelanggaran.
    5. HAPUS UU Penanaman Modal Asing di Tanah Papua. Karena, awal mula malapetaka pelanggaran HAM di Tanah Papua.
    6. Melalui Jokowi-JK, Indonesia STOP menutupi dan mengalihkan persoalan HAM dengan pendekatan-pendekatan Nasionalis-Sosialis, Penipuan Publik.
    7. STOP Penipuan kepada Rakyat Papua Barat melalui paket/produk kebijakan Indonesia yang sepihak, HAPUS UU. Nomor 21 Tahun 2001 tentang Kebijakan Otonomi Khusus.
    8. Buka Ruang Demokrasi di Tanah Papua dan berikan akses Jurnalis Internasional seluas-luasnya   untuk melakukan kegiatan Jurnalistik di Tanah Papua.
    9. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua sebagai Solusi Demokratis.

    Demikian pernyataan sikap kami, secara tegas dan terus akan kami tuntut, mohon pantauan semua pihak dan kerja samanya yang baik, kami ucapkan terima kasih.

    Kolonialisme, Hapuskan!
    Militerisme Kolonial, Lawan!
    Imperialisme, Akhiri!


    Salam Pembebasan!
    Salam Revolusi!

    Tanah Kolonial Indonesia, 10 Desember 2014

    Mengetahui Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua, Biro Politik

    Pernyataan Sikap AMP Terkait Penembakan oleh TNI-POLRI Terhadap Warga Sipil di Paniai

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta SPM Group Online

    Copot Pelaku Penembakan Terhadap Warga Sipil di Paniai Dari Jabatannya & Berikan Hukuman Sesuai Dengan Perbuatannya 

     Pernyataan Sikap AMP

    Ini Pernyataan AMP Terkait Penembakan 5 Warga Sipil di Paniai
    Foto Korban Penembakan oleh Aparat terhadap warga sipil di Paniai. ( Dok AMP Yogyakarta)
    AMP Malang, Penembakan terhadap lima warga sipil di Kabupaten Paniai, Papua, yang terjadi, Senin (12/12/2014) kemarin, merupakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat, dan harus diusut hingga tuntas.

    "Dari berbagai pemberitaan yang kami ikuti, sangat jelas yang menyebabkan penembakan terhadap warga sipil adalah aparat TNI/Polri.
     Kejadian tersebut bagian dari perencanaan pemusnahan orang asli Papua oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), yang merupakan kebijakan sistematis dan terselubung NKRI terhadap Orang Papua.
    "Tidak jauh beda dengan kasus sebelumnya, seperti Nabire berdara 14 Juli 2013 yang mengakibatkan 18 orang meninggal dunia, dan 39 orang luka parah."
    "Kami melihat ada beberapa usaha yang dilakukan oleh Kapolda Papua dan Pangdam/XVII Cendrawasi. Buktinya Kabid Humas Polda melalui pemberitaan terus berusaha melakukan pembohongan publik." 
    Dalam kasus penembakan terhadap warga sipil di Pania kami dari AMP menuntut :
     Pertama, mencopot Pelaku penembakan dari jabatannya dan berikan hukuman sesuai dengan perbuanya.  
    Kedua: dengan tegas juga kami mengutuk Kapolda Papua Yodje mende, Pangdam Cendrawasi. Kombes Pol Sulisty Pudjo yang berusaha menutupi kebenaran yang sedang telah terjadi, melalui media masa.
    Ketiga: menarik TNI/POLRI organik dan non Organik dari seluruh tanah Papua yang menjadi aktor kejahatan kemanusiaan diatas tanah Papua sampai saat ini.
    "Kami menuntut kepada  NKRI agar bertangungjawab atas kejahatan kemanusiaan yang terjadi pada 8 Desember 2014 kemarin.
    Demikian Pernyataan sikap ini kami keluarkan, atas perhatian dan kerja sama serta tindak lanjutnya kami sampaikan terima kasih.
    Salam.
            Hormat Kami

                                                                              Jefri Wenda                                                                                
                                                       Ketua Umum Aliansi Mahasiswa Papua                                                                         
    Tebusan:
    1. Polda Papua.
    2. Kapolri
    3. Pemerintah Daerah Papua
    4. Komnas HAM Papua 
    5. Komnas HAM NKRI
    6. Pemerintah Indonesia
    7. Dan Pihak Terkait

    VIDEO : PERNYATAAN SIKAP AMP, BERIKAN KEBEBASAN UNTUK JURNALIS INTERNASIONAL MELIPUT DI PAPUA

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta WPNews - SPMNews Group Online

    Aliansi Mahasiswa Papua
    Bebaskan Thomas Dandois, Valentine Bourrant dan berikan Kebebasan bagi Jurnalis Internasional di  Papua Barat


    Pernyataan Sikap
    Pembungkaman terhadap ruang demokrasi semakin nyata dilakukan oleh perintah Indonesia melalui aparat negara TNI-POLRI, dengan melarang adanya kebebasan berekpresi bagi rakyat papua didepan umum, serta penagkapan disrtai penganiayaan terhadap aktivis-aktivis pro kemerdekaan Papua Barat.


    Keadaan yang demikian; teror, intimidasi, penahanan, penembakan bahkan pembunuhan terhadap rakyat Papua terus terjadi hingga dewasa ini diera reformasinya indonesia. Hak Asasi Rakyat Papua tidak ada nilainya bagi Indonesia.


    Dan berbagai kasus kejahatan terhadap kemanusian yang dilakukan TNI-POLRI  terhadap Rakyat Papua lainnya yang tidak terhitung jumlahnya.

    Selama 52 tahun terakhir, pemerintah Indonesia telah melarang semua Wartawan Internasional memasuki Papua Barat dalam upaya untuk menutupi kekejaman yang dilakukan Oleh pemerintah Indonesia.


    Tahun lalu, perdana Mentri Indonesia Marty Natalegawa menyatakan bahwa, pemerintah Indonesia memungkinkan media internasional untuk mengunjungi Papua Barat dan Gubernur Papua Lukas Enembe juga mengatakan akan menyambut baik wartawan Internasional untuk mengunjungi Papua Barat.


    Namun nyatanya pasangan Jurnalis asal prancis Thomas  Dandois dan Valentine Bourrat di tangkap pada tanggal 6 Agsutus lalu, dan dituduh menyalahgunakan visa kunjugan, mereka terancam dengan pasal 122 A undang-undang imigrasi No 6 tahun 2011 tentang izin Tinggal dengan ancaman 5 tahun penjara dan denda 500 juta. 


    Thomas Dandois dan Valentine Bourrant berada di papua Barat dengan Tujuan membuat sebuah Film Dokumenter tentang situasi nyata di Papua Barat.


    Dengan Penengkapan terhadap Thomas Dandois dan Valentine Bourrant kedua jurnalis ini, membenarkan bahwa kehadiran Indonesia di Papua Barat bertujuan untuk menguasai dan menjajah, tidak untuk membangun Rakyat Papua.



    Maka, Aliansi Mahasiswa Papua menuntut dan mendesak Rezim SBY & Budiyono/atau pemerintahan baru Jokowidodo dan Jusuf kalah untuk segera:


    1.      Bebaskan Thomas Dandois dan Valentine Bourrant  Tanpa syarat

    2.      Mengembalikan secarah utuh! seluruh Perlatan Jurnalistik beserta hasil perlipuran yang sita Oleh pihak kepolisian.

    3.      Mengizinkan Thomas Dandois dan Valentine Bourrant beraktivitas kembali  sebagai jurnalistik di wilayah Papua

    4.      Berikan Kebebasan bagi Jurnalis Internasional lainya untuk hadir di Papua

    Demikian pernyataan sikap ini dibuat, kami akan terus melakukan perlawanan terhadap segala bentuk penjajahan, penindasan dan penghisapan terhadap Bangsa dan Rakyat Papua Barat.
    Salam Pemberontakan!
    Bandung, 13 Oktober 2014
    Kordinator Umum
                                                                     
     Nix Wenda
    ..............................

    SEO: Download Free software,Learn Photoshop,Free Engineering Notes, TheInfiniteInfo,pb pr

    Editor : B.M.Kilungga Tabuni
     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif