photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label HAM. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label HAM. Tampilkan semua postingan

    Ormas P2MAPTP Terbentuk, Harusnya Aparat Berkaca Diri

     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg
    - Marinus: Ormas ini Wujud Nyata Ketidakpercayaan Kepada Aparat Keamanan

    JAYAPURA - Pengamat Sosial Politik, HAM dan Hukum Internasional FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, seharusnya pihak keamanan merasa tersinggung dan berkaca diri dengan dibentuknya organisasi masyarakat (Ormas) baru yakni Pusat Pengendalian Masyarakat Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MAPTP). 

    Pasalnya, Ormas ini merupakan wujud nyata ketidakpercayaan pejabat dan elite politik Papua terhadap kinerja dan tanggung jawab TNI-POLRI dalam menjaga keamanan di wilayah Pegunungan Tengah Papua
     
    Semakin tingginya eskalasi konflik dan kekerasan di Pegunungan Tengah, walaupun seluruh kekuatan personil militer dan senjata telah dikerahkan, namun belum bisa mengendalikan situasi keamanan di sana. 
     
    Situasi ini menimbulkan kecurigaan yang kuat di kalangan pejabat dan elite politik Papua akan keterlibatan pihak keamanan dalam pusaran konflik di Pegunungan Tengah.

    “Meningkatnya kecurigaan inilah yang menjadi alasan kuat dibentuknya Ormas baru ini untuk berperan aktif dalam menciptakan dan mengendalikan situasi keamanan di Pegunungan Tengah,” ungkapnya saat menghubungi Bintang Papua via ponselnya, Senin, (31/3).

    Baginya, inilah bom waktu konflik horisontal yang sudah diletakkan pejabat Papua. Kehadiran Ormas ini akan semakin menimbulkan saling kecurigaan diantara sesama orang Papua dan juga diantara pihak keamanan dengan Ormas ini. Dan tinggal menunggu waktu saja konflik terbuka dalam skala yang lebih luas dengan jumlah korban yang jauh lebih besar muncul kepermukaan. 

    Konflik ini akan bermula dari dalam birokrasi Pemda Provinsi Papua, karena biaya operasional Ormas ini akan diambil dari pos anggaran mana? Dari dana Otsus atau dana pribadi pejabat gubernur atau bupati-bupati se-Pegunungan Tengah? Adakah dana yang sudah dianggarkan dalam APBD Papua 2014 untuk ormas seperti ini?. 

    Ketidakjelasan pembiayaan ini akan menimbulkan konflik kepentingan dalam birokrasi Pemda Papua. Sangat sulit memang mengikuti logika berpikir Gubernur Papua Lukas Enembe belakangan ini. Kita berharap terciptanya perdamaian dan keadilan di Papua lebih cepat, sehingga pembangunan bisa berjalan dengan baik menuju masa depan Papua yang jauh lebih baik, tetapi menilai report kinerja Gubernur Papua Lukas Enembe menjelang satu tahun kepemimpinannya ini, dirinya tidak tahu Papua ini mau di bawah kemana. 

    Diakui Program kerja gubernur yang dipublikasikan Bappeda Provinsi Papua terlihat bagus di atas kertas, tapi dalam logika politik pemerintahan,suatu program kerja dikatakan memiliki prospek yang baik apabila ketika dipublikasikan, akan langsung memiliki dampak terhadap meningkatnya dukungan rakyat terhadap kinerja pemerintah. Yang dibuktikan dengan berkurangnya aksi-aksi protes dan aksi-aksi ketidakpercayaan lainnya. 

    Apakah terbukti? Justru yang terjadi adalah semakin banyak muncul rasa tidak simpati dari pegawai sendiri terhadap kinerja gubernur dan juga semakin menguatnya keinginan rakyat Papua untuk keluar dari NKRI. Semakin menguatnya perlawanan rakyat Papua terhadap kinerja gubernur yang merupakan kepanjangan tangan presiden, masa depan Papua benar-benar suram dan tak menentu. 

    “Ormas P2MAPTP hadir bukan untuk menjadi solusi, tetapi menjadi bagian dari kompleksitas persoalan Papua yang belum ada ujung akhir penyelesaiannya. Hentikan segera semua praktik politik DEVIDE ET IMPERA di Tanah Papua kalau orang Papua mau lihat tercipta perdamaian dan keadilan di atas tanah yang kita cintai bersama ini,” tandasnya.

    Di tempat terpisah, Tokoh Intelektual asal Pegunungan Tengah, Agus Adepa, menandaskan, sistem kepemimpinan di Pegunungan Tengah tidak seperti itu yang mana kepala suku dipilih dan dilantik. Sehingga tindakan hadirnya P2MAPTP ini sudah melanggar adat masyarakat Pegunungan Tengah.(nls/don/l03)

    Pernyataan Sikap AMP Peringati Hari HAM Sedunia

     

    Tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)

    Press Release AMP Menyikapi Hari HAM se-Dunia
    Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua
    Adalah Solusi Demokratis



    Kronologis Paniai Berdarah


    Pada subuh Senin, 08 Desember 2014, kira-kira pukul 02.10 WP. Seorang anak laki-laki bersama beberapa orang lainnya menjaga pondok Natal yang didirikan oleh warga di pinggir jalan yang melintas Jalan Raya Enarotali-Madi.

    Saat itu, sebuah mobil patroli Polres Paniai dari arah Enarotali melintas menuju Madi. Mobil itu tidak menyalahkan lampu sebagai penerangan jalan.

    Anak laki-laki yang menjaga pondok Natal itu menegur, "woee, kalau jalan malam itu harus nyalakan lampu," kata anak laki-laki itu. Ternyata mobil itu ditumpangi Polisi. Tulis majalahselangkah.com edisi 8 Desember 2014.

    Polisi yang sedang berpatroli tak menerima ungkapan tersebut. Mereka menuruni mobil dan mengejeknya dengan bahasa yang tak sedap didengar. Anak tersebut dipukul dengan popor senjata. Anak itu pingsan.

    Besoknya, Senin (08/12/2014), sekitar pukul 07:30 WP, warga Ipakiye melakukan aksi menuju Polres Paniai di Madi. Dalam perjalanan itu, dihadang oleh aparat Polisi dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tim Khusus 753 yang bertugas di Paniai Papua.

    Sebagian warga telah berkumpul di lapangan sepakbola Karel Gobay, Enarotali. Mereka mulai berkomunikasi dengan aparat kepolisian dan brigadir mobil yang ada di situ. Tetapi, tidak ditanggapi.

    Karena kecewa, warga yang berkumpul di lapangan sepak bola Karel Gobay mengambil batu di sekitar mereka dan melempari kantor Koramil yang letaknya depan lapangan. Juga mobil Dalmas yang dikemudikan para petugas patroli tanpa lampu penerang tersebut dihancurkan massa.

    Aparat gabungan Tim Khusus 753, Brimob dan polisi menyikapi ekspresi kekecewaan warga dan menembak ke arah massa aksi yang berkumpul di lapangan Karel Gobay, Enarotali. Tindak aparat ini menewaskan empat (4) warga sipil dan sebelas (11) warga lainnya mengalami luka berat.

    Wakil Bupati Kabupaten Paniai, Yohanis You, S.Ag, M.Si, yang mendatangi tempat kejadian peristiwa (TKP) untuk bernegosiasi dengan gabungan militer, ditodong dengan senjata. Wakil Bupati pun pulang tanpa mampu berbuat apa-apa.

    Sekitar pukul 09: 00 WP, korban tembak mati bertambah dua, sehingga seluruhnya ada enam.

    Salah satu dari korban tembak, Yulian Yeimo, akhirnya meninggal dari rumah sakit saat menjalani perawatan medis.

    Keluarga korban bersepakat untuk tidak mengubur 6 mayat hasil penembakan gabungan TNI 753, Brimob dan Polisi. Mereka memutuskan menunggu kedatangan Kapolda dan Kodam Papua untuk mempertanggungjawabkan tindakan anggotanya. Mayat dijejer di lapangan Karel Gobai.

    5 orang yang ditembak mati dan sudah bisa dipastikan, oleh gabungan militer Indonesia, 17 orang lainnya luka tembak dan kritis.

    SATU: Simon Degei berusia 18 Tahun. Ia sekolah siswa di SMA Negeri I Paniai dan saat ini berada di kelas III. Ia di tembak mati ditempat dan saat ini masih dijejer bersama mayat lainnya di lapangan sepak bola, Karel Gobai.

    DUA:
    Otianus Gobai. Ia berusia 18 Tahun. Ia siswa SMA Negeri I Paniai kelas III, mengenakan baju sekolah, OSIS. Ia ditembak mati di tempat.

    TIGA:
    Alpius Youw berusia 17 Tahun. Ia juga adalah siswa SMA Negeri I Paniai kelas III. Tampak di foto, dia menggunakan baju olahraga biru. Bersama tiga korban lainya, dia ditembak mati ditempat.

    EMPAT: Yulian Yeimo berusia 17 Tahun. Ia siswa SMA Negeri Paniai. Saat ini, berada di kelas I. ia meningga di RSUD Paniai.

    KELIMA:
    Abia Gobai berumur 17 tahun. Ia juga siswa SMA Negeri Paniai. Seperti 3 rekan yang lainnya, ia berada di kelas III. Abia ditemukan tewas di kampung Kogekotu, sebelah lapangan terbang, sekitar 400 meter dari kantor Polres Paniai. Mayat Abian Gobai telah dibawa ke rumah oleh keluarga. Mayatnya tidak dijejer bersama mayat empat rekannya di lapangan sepakbola Karel Gobay.

    KEENAM:
    Ada penambahan korban. Dua mayat, baru ditemukan. Jasatnya belum dipastikan. Dikarenakan, jaringan Telkomsel yang tidak aktif, sehingga tidak bisa berkomunikasi.

    Sementara 17 orang luka-luka kritis oleh karena, pukulan dari popor senjata dan tembakan. Yaitu:
      1.  Oni Yeimo (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      2.  Yulian Mote (25 Tahun, PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      3.  Oktovianus Gobai (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      4.  Noak Gobai (Mahasiswa di STIKIP Semester V), dirawat di RSUD di Madi.
      5.  Bernadus Magai Yogi (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      6.  Akulian Degei (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      7.  Agusta Degei (28 Tahun, Ibu Rumah Tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      8.  Andarias Dogopia (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
      9.  Abenardus Bunai (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    10. Neles Gobai (PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    11. Jerry Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    12. Marice Yogi (52 Tahun, Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    13. Oktovianus Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    14. Yulian Tobai (Satpam RSUD), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    15. Yuliana Edowai (Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    16. Jermias Kayame (48 Tahun, Kepala Kampung Awabutu), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
    17. Selpi Dogopia (34 Tahun), dirawat di RSUD Paniai di Madi.

    Pernyataan Sikap:
    Peristiwa Papua berdarah berawal dari 19 Desember 1961 saat Operasi Trikora. Dimana, telah melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan kepada rakyat Papua Barat yang pro-kemerdekaan Papua Barat.

    Peristiwa, tragedi atau gejolak Papua terus berlanjut hingga 1 Mei 1963 saat penyerahan administrasi Papua Barat kepada Indonesia melalui Badan Perwakilan PBB, UNTEA. Sejak itulah operasi demi operasi militer guna mensituasikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) telah melakukan genosida, pelanggaran HAM berat kepada orang asli Papua.

    Hingga hari ini terus terjadi. Terbukti dengan situasi yang dibuat, dipicu oleh Militer Indonesia.

    Dua bulan terakhir ini tercatat bahwa tiga orang warga sipil di Dogiyai yang ditembak di kaki hingga mengalami lumpuh. 10 orang aktivis dipenjarakan di Polres Nabire hanya karena menyuarakan kebenaran dan dikenakan Pasal 160, 106, dan 55 secara sepihak tanpa ada koordinasi seimbang dari korban. Hal yang sama, enam orang aktivis di Kaimana ditahan, yang sebelumnya sekertariat KNPB digrebek oleh Polisi Indonesia. Rumah warga sipil dibakar, beberapa warga sipil ditahan, hanya karena tidak mampu mengejar TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat). Tragedi Paniai Berdarah, seperti pada materi di atas. Dan delapan orang aktivis ditahan tanpa alasan di Dok VIII, Jayapura, pada tanggal 9 Desember 2014 waktu sore Papua.

    Dengan demikian, kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite Pusat menuntut:
    1. Rezim Jokowi-JK HARUS bertanggungjawab atas tindakan pelanggaran HAM Berat oleh TNI/POLRI di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Paniai yang telah menembak mati 6 warga sipil dan 17 belas luka-luka.
    2. Tarik Militer Organik dan Non-organik dari seluruh Tanah Papua. Karena, ada sebagai pelaku Pelanggaran HAM di Tanah Papua.
    3. STOP Pengiriman TNI/POLRI ke Tanah Papua dan penambahan Kodam, Pos-pos Militer lainnya.
    4. STOP Pengejaran dan Penangkapan tanpa nukti fakta pelanggaran.
    5. HAPUS UU Penanaman Modal Asing di Tanah Papua. Karena, awal mula malapetaka pelanggaran HAM di Tanah Papua.
    6. Melalui Jokowi-JK, Indonesia STOP menutupi dan mengalihkan persoalan HAM dengan pendekatan-pendekatan Nasionalis-Sosialis, Penipuan Publik.
    7. STOP Penipuan kepada Rakyat Papua Barat melalui paket/produk kebijakan Indonesia yang sepihak, HAPUS UU. Nomor 21 Tahun 2001 tentang Kebijakan Otonomi Khusus.
    8. Buka Ruang Demokrasi di Tanah Papua dan berikan akses Jurnalis Internasional seluas-luasnya   untuk melakukan kegiatan Jurnalistik di Tanah Papua.
    9. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua sebagai Solusi Demokratis.

    Demikian pernyataan sikap kami, secara tegas dan terus akan kami tuntut, mohon pantauan semua pihak dan kerja samanya yang baik, kami ucapkan terima kasih.

    Kolonialisme, Hapuskan!
    Militerisme Kolonial, Lawan!
    Imperialisme, Akhiri!


    Salam Pembebasan!
    Salam Revolusi!

    Tanah Kolonial Indonesia, 10 Desember 2014

    Mengetahui Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua, Biro Politik

    Telah Terjadi Pelanggaran HAM Kepada Massa AMP Yang Dilakukan Oleh FKPM dan Polisi Indonesia

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta WPNews - SPMNews Group Online

    Yogyakarta: Telah Terjadi Pelanggaran HAM Kepada Massa AMP Yang Dilakukan Oleh FKPM dan Polisi Indonesia

    Foto: Pembacaan pernyataan sikap AMP di titik nol kilometer/Dok. AMP
    "Demo Damai, Satu Negosiator Aksi dan Tiga Massa AMP Luka – Luka Dilakukan oleh FKPM dan Polisi Indonesia."

    Ratusan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) melakukan aksi demontrasi damai mendukung pernyataan Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat (TPN-PB) mengenai “peringatan, stop! Pemekaran “ dan menolak hasil Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA), 02 Agustus 1969, penutupan hari Pepera, sabtu (02/08/2014) waktu siang.

    Demo Damai dimulai Pukul 09:00 Waktu Yogyakarta (WY), Long March dari Rumah Adat, Asrama Papua menuju titik nol kilometer Yogyakarta. Kamis, 6 Agustus 2014.

    Pada Pukul 09:30 WY, AMP dihadang oleh Forum Kemitraan Polisi Masyarakat (FKPM) di depan Taman Makam Pahlawan Kolonial Indonesia, tepatnya di pertigaan lampu merah, butuh sekitar belasan menit untuk tiba dari Rumah Adat.

    Sebelumnya, Negosiator aksi demo melakukan negosiasi kepada kepolisian. Dan kepolisian bernegosiasi kepada FKPM. Hasilnya, FKPM tidak bisa membubarkan barisan yang sedang memblokade jalan.

    “Sebagaimana sesuai aturan main negara yang berlandaskan Hukum dan berdemokrasi, AMP telah memberikan surat izin dan Polisi pun membalas, meresponi baik. Jadi, kami minta! Apakah ada dasar hukum dari FKPM? Tunjukkan ke kami,” kata Negosiator aksi demo, Roy Karoba dan disusul Aldy Uaga.

    Pihak kepolisian menanggapi dan menyuruh AMP untuk tidak melanjutkan aksi Long Marchmenuju titik nol kilometer. Namun, menyuruh AMP agar gelar aksi damai di tempat pem-blokade-an oleh FKPM dan Polisi sendiri.

    “Kami telah melakukan negosiasi dengan Pimpinan FKPM dan mereka tidak bisa bubarkan diri,” kata Pihak Kepolisian.

    Lanjut Polisi, mereka juga sedang melakukan sebuah kegiatan dan bertepatan dengan Mahasiswa Papua.

    Tim negosiator dari AMP memberikan waktu lima menit untuk pihak kepolisian segera bubarkan penghadangan FKPM. FKPM pun menolak dan tetap memblokade.

    Pukul 10:00 WY, AMP menabrak pemblokadean FKPM dan Polisi.

    Sesaat setelah menabrak pemblokadean, FKPM melepaskan beberapa pukulan, memicu perkelahian. Sekitar 30 menit lamanya perkelahian antar gabungan FKPM dan Polisi dengan massa AMP.

    Gabungan FKPM dan Polisi berhasil memukul, menusuk, menembak, dan hampir menabrak massa AMP dengan menggunakan Motor Sabara. AMP pun melakukan perlindungan demi menuju titik nol kilometer.

    Terlihat tiga truk Polisi, dua mobil Polisi jenis kijang dan belasan Motor Sabara Polisi berlalu-lalang mengiringi perjalanan AMP. Polisi di Motor Sabara membawa; Karet Mati, Pistol peluru karet, dan Tembakan Gas Air Mata. Sedangkan, FKPM membawa; Batu, Besi dan piso.

    Kendaraan yang digunakan Polisi awalnya diparkir di depan Rumah Adat hingga sepanjang jalan menuju titik nol.

    Tiga massa aksi dan satu negosiator aksi AMP mengalamai luka – luka yang dilakukan oleh FKPM dan Polisi.

    Nama-nama Korban
    1  1. Agustina Batangga, Perempuan (21 Tahun), mahasiswa papua.
    FKPM memukulnya dengan besi berukuran: Diameter, sekitar 10 cm. Dan panjang, sekitar 1,5 m. Di bahu kiri dan korban mengalami luka bengkak, memerah.

        2. Roy Karoba, Laki-laki (24 Tahun), negosiator aksi.
    FKPM membacok dengan piso di Leher. Luka tusukan mendekati urat nadi.

        3. Yanto Tebai, Laki-laki (19 Tahun), mahasiswa papua.
    Polisi menginjak tangannya ketika hendak jatuh dengan laras. Luka injak di Jari tengah bagian kiri.

        4. Tenus Waker, Laki-laki (22 Tahun), mahasiswa papua.
    Polisi hendak melepaskan dua tembakan dari pistol dengan menggunakan peluru karet. Tembakan ke-2  mengarah ke Tenus dan mengikis di Testa, Kepala.

    Penghadangan FKPM yang didukung Polisi pun berhasil ditabrak massa AMP. AMP melanjutkan aksi Long March menuju titik nol setelah melakukan perlindungan atas bentrok yang dipicu oleh FKPM. Sekitar satu jam, AMP berjalan dan tiba di titik nol.

    Pukul 11:30 WY, AMP tiba di titik nol kilometer dan melakukan Orasi-orasi Politik yang diangkat berdasarkan fakta. Orasi-orasi tersebut, tidak terlepas dari Sejarah Bangsa Papua Barat, Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM), pembunuhan terhadap TPN-PB, Tokoh Papua Merdeka, dan Aktivis Papua Merdeka. Perampasan Hak Orang Papua, Pemerkosaan, Pemecahan, Pembungkaman demokrasi, dan lainnya.

    Tentunya, AMP menolak hasil PEPERA 1969, bertepatan dengan hari terakhir, 02 Agustus 2014. AMP juga menolak Militer Organik dan non-Organik Indonesia di Tanah papua, Menutup Perusahaan Asing di Tanah Papua, dan AMP juga mendukung pernyataan TPN-PB di web-nya Komnas TPN-PB.

    Tuntutan AMP adalah Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua Barat di Tanah Papua Sebagai Solusi Demokratis Melalui Mekanisme Referendum. Karena, sebenarnya momen PEPERA itu adalah REFERENDUM bagi rakyat Papua Barat. Namun karena, Amerika Serikat dengan kepentingan Ekonomi-Politik dan Indonesia dengan kepentingan perluasan wilayah jajahannya.

    Pukul 13:30 WY, AMP selesai aksi demo damai. Pukul 14:00 WY, Massa yang tergabung di AMP tiba di Rumah Adat.


     Foto - Foto Korban, Sesuai Susunan Dalam Nama-nama Korban Di Atas.
     
    Foto: Agustina Batangga (P/21), Korban Pelanggaran HAM.
    Baju putih, posisi di tengah
     
    Foto: Roy Karoba (L/24), Negosiator Aksi, Korban Pelanggaran HAM

    Foto: Yanto Tebai (L/19), Korban Pelanggaran HAM


    Foto: Tenus Waker (L/22), Korban Pelanggaran HAM


    *) Oleh Aliansi Mahasiswa Papua Komite Kota Yogyakarta, 6 Agustus 2014.
     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif