Tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
Press Release AMP Menyikapi Hari HAM se-Dunia
Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua
Adalah Solusi DemokratisKronologis Paniai Berdarah
Pada subuh Senin, 08 Desember 2014, kira-kira pukul 02.10 WP. Seorang
anak laki-laki bersama beberapa orang lainnya menjaga pondok Natal yang
didirikan oleh warga di pinggir jalan yang melintas Jalan Raya Enarotali-Madi.
Saat itu, sebuah mobil patroli Polres Paniai dari arah Enarotali
melintas menuju Madi. Mobil itu tidak menyalahkan lampu sebagai penerangan
jalan.
Anak laki-laki yang menjaga pondok Natal itu menegur, "woee, kalau
jalan malam itu harus nyalakan lampu," kata anak laki-laki itu. Ternyata
mobil itu ditumpangi Polisi. Tulis
majalahselangkah.com
edisi 8 Desember 2014.
Polisi yang sedang berpatroli tak menerima ungkapan tersebut. Mereka
menuruni mobil dan mengejeknya dengan bahasa yang tak sedap didengar. Anak tersebut
dipukul dengan popor senjata. Anak itu pingsan.
Besoknya, Senin (08/12/2014), sekitar pukul 07:30 WP, warga Ipakiye
melakukan aksi menuju Polres Paniai di Madi. Dalam perjalanan itu, dihadang
oleh aparat Polisi dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Tim Khusus 753 yang
bertugas di Paniai Papua.
Sebagian warga telah berkumpul di lapangan sepakbola Karel Gobay,
Enarotali. Mereka mulai berkomunikasi dengan aparat kepolisian dan brigadir
mobil yang ada di situ. Tetapi, tidak ditanggapi.
Karena kecewa, warga yang berkumpul di lapangan sepak bola Karel Gobay
mengambil batu di sekitar mereka dan melempari kantor Koramil yang letaknya
depan lapangan. Juga mobil Dalmas yang dikemudikan para petugas patroli tanpa
lampu penerang tersebut dihancurkan massa.
Aparat gabungan Tim Khusus 753, Brimob dan polisi menyikapi ekspresi
kekecewaan warga dan menembak ke arah massa aksi yang berkumpul di lapangan
Karel Gobay, Enarotali. Tindak aparat ini menewaskan empat (4) warga sipil dan
sebelas (11) warga lainnya mengalami luka berat.
Wakil Bupati Kabupaten Paniai, Yohanis You, S.Ag, M.Si, yang mendatangi
tempat kejadian peristiwa (TKP) untuk bernegosiasi dengan gabungan militer,
ditodong dengan senjata. Wakil Bupati pun pulang tanpa mampu berbuat apa-apa.
Sekitar pukul 09: 00 WP, korban tembak mati bertambah dua, sehingga
seluruhnya ada enam.
Salah satu dari korban tembak, Yulian Yeimo, akhirnya meninggal dari
rumah sakit saat menjalani perawatan medis.
Keluarga korban bersepakat untuk tidak mengubur 6 mayat hasil penembakan
gabungan TNI 753, Brimob dan Polisi. Mereka memutuskan menunggu kedatangan Kapolda
dan Kodam Papua untuk mempertanggungjawabkan tindakan anggotanya. Mayat dijejer
di lapangan Karel Gobai.
5 orang yang ditembak mati dan sudah bisa dipastikan, oleh gabungan
militer Indonesia, 17 orang lainnya luka tembak dan kritis.
SATU: Simon Degei berusia 18 Tahun. Ia sekolah siswa di SMA
Negeri I Paniai dan saat ini berada di kelas III. Ia di tembak mati ditempat
dan saat ini masih dijejer bersama mayat lainnya di lapangan sepak bola, Karel
Gobai.
DUA: Otianus Gobai. Ia berusia 18 Tahun. Ia siswa SMA Negeri I
Paniai kelas III, mengenakan baju sekolah, OSIS. Ia ditembak mati di tempat.
TIGA: Alpius Youw berusia 17 Tahun. Ia juga adalah siswa SMA
Negeri I Paniai kelas III. Tampak di foto, dia menggunakan baju olahraga biru.
Bersama tiga korban lainya, dia ditembak mati ditempat.
EMPAT: Yulian Yeimo berusia 17 Tahun. Ia siswa SMA Negeri
Paniai. Saat ini, berada di kelas I. ia meningga di RSUD Paniai.
KELIMA: Abia Gobai berumur 17 tahun. Ia juga siswa SMA Negeri
Paniai. Seperti 3 rekan yang lainnya, ia berada di kelas III. Abia ditemukan
tewas di kampung Kogekotu, sebelah lapangan terbang, sekitar 400 meter dari
kantor Polres Paniai. Mayat Abian Gobai telah dibawa ke rumah oleh keluarga.
Mayatnya tidak dijejer bersama mayat empat rekannya di lapangan sepakbola Karel
Gobay.
KEENAM: Ada penambahan korban. Dua mayat, baru ditemukan.
Jasatnya belum dipastikan. Dikarenakan, jaringan Telkomsel yang tidak aktif,
sehingga tidak bisa berkomunikasi.
Sementara 17 orang luka-luka kritis oleh karena, pukulan dari popor
senjata dan tembakan. Yaitu:
1. Oni Yeimo (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
2. Yulian Mote (25 Tahun, PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
3. Oktovianus Gobai (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di
Madi.
4. Noak Gobai (Mahasiswa di STIKIP Semester V), dirawat di RSUD di
Madi.
5. Bernadus Magai Yogi (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai
di Madi.
6. Akulian Degei (Siswa SMP kelas I), dirawat di RSUD Paniai di
Madi.
7. Agusta Degei (28 Tahun, Ibu Rumah Tangga), dirawat di RSUD
Paniai di Madi.
8. Andarias Dogopia (Pemuda), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
9. Abenardus Bunai (Siswa SD kelas IV), dirawat di RSUD Paniai di
Madi.
10. Neles Gobai (PNS), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
11. Jerry Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
12. Marice Yogi (52 Tahun, Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
13. Oktovianus Gobai (Siswa SD kelas V), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
14. Yulian Tobai (Satpam RSUD), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
15. Yuliana Edowai (Ibu rumah tangga), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
16. Jermias Kayame (48 Tahun, Kepala Kampung Awabutu), dirawat di RSUD Paniai
di Madi.
17. Selpi Dogopia (34 Tahun), dirawat di RSUD Paniai di Madi.
Pernyataan Sikap:
Peristiwa Papua berdarah berawal dari 19 Desember 1961 saat Operasi
Trikora. Dimana, telah melakukan pembunuhan, penyiksaan, pemerkosaan kepada
rakyat Papua Barat yang pro-kemerdekaan Papua Barat.
Peristiwa, tragedi atau gejolak Papua terus berlanjut hingga 1 Mei 1963
saat penyerahan administrasi Papua Barat kepada Indonesia melalui Badan
Perwakilan PBB, UNTEA. Sejak itulah operasi demi operasi militer guna
mensituasikan Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) telah melakukan
genosida, pelanggaran HAM berat kepada orang asli Papua.
Hingga hari ini terus terjadi. Terbukti dengan situasi yang dibuat, dipicu
oleh Militer Indonesia.
Dua bulan terakhir ini tercatat bahwa tiga orang warga sipil di Dogiyai
yang ditembak di kaki hingga mengalami lumpuh. 10 orang aktivis dipenjarakan di
Polres Nabire hanya karena menyuarakan kebenaran dan dikenakan Pasal 160, 106,
dan 55 secara sepihak tanpa ada koordinasi seimbang dari korban. Hal yang sama,
enam orang aktivis di Kaimana ditahan, yang sebelumnya sekertariat KNPB
digrebek oleh Polisi Indonesia. Rumah warga sipil dibakar, beberapa warga sipil
ditahan, hanya karena tidak mampu mengejar TPNPB (Tentara Pembebasan Nasional
Papua Barat). Tragedi Paniai Berdarah, seperti pada materi di atas. Dan delapan
orang aktivis ditahan tanpa alasan di Dok VIII, Jayapura, pada tanggal 9 Desember
2014 waktu sore Papua.
Dengan demikian, kami Aliansi Mahasiswa Papua Komite Pusat
menuntut:
1. Rezim
Jokowi-JK HARUS bertanggungjawab atas tindakan pelanggaran HAM Berat oleh
TNI/POLRI di Tanah Papua, khususnya di Kabupaten Paniai yang telah menembak mati 6 warga sipil dan 17 belas luka-luka.
2. Tarik
Militer Organik dan Non-organik dari seluruh Tanah Papua. Karena, ada sebagai pelaku Pelanggaran HAM di Tanah Papua.
3. STOP Pengiriman TNI/POLRI ke Tanah Papua dan penambahan Kodam, Pos-pos Militer
lainnya.
4. STOP
Pengejaran dan Penangkapan tanpa nukti fakta pelanggaran.
5. HAPUS
UU Penanaman Modal Asing di Tanah Papua. Karena, awal mula malapetaka pelanggaran HAM di Tanah Papua.
6. Melalui
Jokowi-JK,
Indonesia STOP menutupi dan mengalihkan persoalan HAM dengan
pendekatan-pendekatan Nasionalis-Sosialis, Penipuan Publik.
7. STOP
Penipuan kepada Rakyat Papua Barat melalui paket/produk kebijakan Indonesia
yang sepihak, HAPUS UU. Nomor 21 Tahun 2001 tentang Kebijakan Otonomi Khusus.
8.
Buka
Ruang Demokrasi di Tanah Papua dan berikan akses Jurnalis Internasional
seluas-luasnya untuk melakukan kegiatan Jurnalistik di Tanah Papua.
9. Berikan
Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Orang Asli Papua sebagai Solusi Demokratis.
Demikian pernyataan sikap kami, secara tegas dan terus akan kami
tuntut, mohon pantauan semua pihak dan kerja samanya yang baik, kami ucapkan
terima kasih.
Kolonialisme, Hapuskan!
Militerisme Kolonial, Lawan!
Imperialisme, Akhiri!
Salam Pembebasan!
Salam Revolusi!
Tanah Kolonial Indonesia, 10 Desember
2014
Mengetahui Komite Pusat Aliansi
Mahasiswa Papua, Biro Politik