- Marinus: Ormas ini Wujud Nyata Ketidakpercayaan Kepada Aparat Keamanan
JAYAPURA - Pengamat Sosial Politik, HAM dan Hukum Internasional
FISIP Uncen Jayapura, Marinus Yaung, mengatakan, seharusnya pihak
keamanan merasa tersinggung dan berkaca diri dengan dibentuknya
organisasi masyarakat (Ormas) baru yakni Pusat Pengendalian Masyarakat
Adat Pegunungan Tengah Papua (P2MAPTP).
Pasalnya, Ormas ini merupakan wujud nyata ketidakpercayaan pejabat dan elite politik Papua terhadap kinerja dan tanggung jawab TNI-POLRI dalam menjaga keamanan di wilayah Pegunungan Tengah Papua.
Semakin tingginya eskalasi konflik dan kekerasan di Pegunungan
Tengah, walaupun seluruh kekuatan personil militer dan senjata telah
dikerahkan, namun belum bisa mengendalikan situasi keamanan di sana.
Situasi ini menimbulkan kecurigaan yang kuat di kalangan pejabat dan elite politik Papua akan keterlibatan pihak keamanan dalam pusaran konflik di Pegunungan Tengah.
“Meningkatnya kecurigaan inilah yang menjadi alasan kuat dibentuknya
Ormas baru ini untuk berperan aktif dalam menciptakan dan mengendalikan
situasi keamanan di Pegunungan Tengah,” ungkapnya saat menghubungi
Bintang Papua via ponselnya, Senin, (31/3).
Baginya, inilah bom waktu konflik horisontal yang sudah diletakkan pejabat Papua. Kehadiran Ormas ini akan semakin menimbulkan saling kecurigaan diantara sesama orang Papua
dan juga diantara pihak keamanan dengan Ormas ini. Dan tinggal menunggu
waktu saja konflik terbuka dalam skala yang lebih luas dengan jumlah
korban yang jauh lebih besar muncul kepermukaan.
Konflik ini akan bermula dari dalam birokrasi Pemda Provinsi Papua,
karena biaya operasional Ormas ini akan diambil dari pos anggaran mana?
Dari dana Otsus atau dana pribadi pejabat gubernur atau bupati-bupati
se-Pegunungan Tengah? Adakah dana yang sudah dianggarkan dalam APBD Papua 2014 untuk ormas seperti ini?.
Ketidakjelasan pembiayaan ini akan menimbulkan konflik kepentingan dalam birokrasi Pemda Papua. Sangat sulit memang mengikuti logika berpikir Gubernur Papua Lukas Enembe belakangan ini. Kita berharap terciptanya perdamaian dan keadilan di Papua lebih cepat, sehingga pembangunan bisa berjalan dengan baik menuju masa depan Papua yang jauh lebih baik, tetapi menilai report kinerja Gubernur Papua Lukas Enembe menjelang satu tahun kepemimpinannya ini, dirinya tidak tahu Papua ini mau di bawah kemana.
Diakui Program kerja gubernur yang dipublikasikan Bappeda Provinsi Papua
terlihat bagus di atas kertas, tapi dalam logika politik
pemerintahan,suatu program kerja dikatakan memiliki prospek yang baik
apabila ketika dipublikasikan, akan langsung memiliki dampak terhadap
meningkatnya dukungan rakyat terhadap kinerja pemerintah. Yang
dibuktikan dengan berkurangnya aksi-aksi protes dan aksi-aksi
ketidakpercayaan lainnya.
Apakah terbukti? Justru yang terjadi adalah semakin banyak muncul
rasa tidak simpati dari pegawai sendiri terhadap kinerja gubernur dan
juga semakin menguatnya keinginan rakyat Papua untuk keluar dari NKRI. Semakin menguatnya perlawanan rakyat Papua terhadap kinerja gubernur yang merupakan kepanjangan tangan presiden, masa depan Papua benar-benar suram dan tak menentu.
“Ormas P2MAPTP hadir bukan untuk menjadi solusi, tetapi menjadi bagian dari kompleksitas persoalan Papua yang belum ada ujung akhir penyelesaiannya. Hentikan segera semua praktik politik DEVIDE ET IMPERA di Tanah Papua kalau orang Papua mau lihat tercipta perdamaian dan keadilan di atas tanah yang kita cintai bersama ini,” tandasnya.
Di tempat terpisah, Tokoh
Intelektual asal Pegunungan Tengah, Agus Adepa, menandaskan, sistem
kepemimpinan di Pegunungan Tengah tidak seperti itu yang mana kepala
suku dipilih dan dilantik. Sehingga tindakan hadirnya P2MAPTP ini sudah
melanggar adat masyarakat Pegunungan Tengah.(nls/don/l03)