photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

Peradaban Tanah Pulau Papua, Alam Papua, Rakyat Papua Berbicara

Gus Dur, Bapak Orang Papua
Oleh : Frans Tomoki K | KabarIndonesia

KabarIndonesia - Thaha Al-Hamid, Sekretaris Jenderal Presidium Dewan Papua (PDP) itu tidak dapat menahan haru ketika berbicara mengenai sosok KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Dengan terbata-bata dan mata memerah dia mengambil tisu di atas meja dan menyeka air matanya. Thaha menganggap, Gus Dur sangat paham akan jati diri orang asli Papua. Selama bergaul dengan Thaha, ketika dia menjadi sekretaris saya di Lembaga Hukum Mahasiswa Islam (LHMI/HMI) Cabang Jayapura, 1978-1979 dan 1979-1980, saya menilai Thaha adalah orang yang berprinsip, berani dan tegar. Orangnya sederhana, dan rendah hati. Oleh karena itu ketika saya melihat Thaha menitikkan air mata yang diliput oleh salah satu stasiun televisi nasional, saya pun tersentak untuk menulis.

Thaha yang tegar itu larut dalam suasana ketika menceriterakan kunjungan Gus Dur sebagai seorang Presiden RI ketika dia dan kawan-kawan ditahan. Pada kunjungannya di tahun 2000, Gus Dur sempat mengunjungi para anggota PDP di tahanan yang saat itu ditahan atas tuduhan makar. Beliau minta ke Kepala Kepolisian Daerah Papua yang waktu itu dijabat Pak Wenas.

"Lalu Gus Dur katakan, saya harus ketemu ke lima orang PDP, Theys dan kawan-kawan. Hubungan Gus Dur dengan Theys luar biasa sekali. Terus pada kunjungannya di tahun 2006, Gus Dur juga sempat minta pemerintah Indonesia agar almarhum Ketua PDP, Theys Hiyo Eluay dinobatkan sebagai pahlawan nasional,” ujar Thaha.

Theys, nama lengkapnya adalah Theys Hiyo Eluay. Dia tewas saat berumur 64 tahun, tepat pada Hari Pahlawan 10 November 2001, setelah menghadiri upacara Hari Pahlawan yang diselenggarakan Pemerintah Daerah (Pemda) Irian Jaya di Jayapura. Sepulangnya menghadiri Hari Pahlawan itu menuju rumahnya di Jalan Bestirpos 5, Sentani Kota, yang berjarak sekitar 55 km, Theys tidak pernah lagi pulang ke rumah. Setelah dicari-cari, akhirnya jenazah Theys ditemukan tertelungkup di jok mobil miliknya, jenis Toyota Kijang bernomor polisi B 8997 TO dengan wajah babak belur dan luka dipelipis, dahi dan leher. Posisi mobil nyaris masuk jurang. Mobil yang kaca depannya hancur itu, masih tertahan pada sebatang pohon. Dari kondisi jenazah, muncul dugaan, Theys dibunuh setelah diculik.

Sebagaimana sosok Thaha Al-Hamid yang taat beragama Islam, Theys sebenarnya bukanlah tokoh oposisi. Theys adalah mantan anggota Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969. Dia sangat berjasa dalam mempertahankan masuknya Irian Jaya ke wilayah Indonesia. Bahkan pernah juga menjadi anggota DPRD Irian Jaya dari Golkar selama tiga periode. Tetapi entah apa yang melatarbelakanginya, akhirnya Theys menyebut dirinya Pemimpin Besar Dewan Papua Merdeka sekaligus menjadi Ketua Presidium Dewan Papua. Kembali ke sosok Gus Dur, Thaha menganggap bukan hanya dirinya merasa cukup dekat dengan Gus Dur, juga hampir seluruh orang Papua merasa dekat dengan Gus Dur. Misalnya, Gus Dur juga sangat dekat dengan Ketua Dewan Adat Papua dan tokoh-tokoh adat lainnya di Papua, termasuk Tom Beanal.

"Bahkan beberapa kali jika kami sudah jarang mengunjunginya, Gus Dur akan tanya dan pasti kami datang mengunjungi beliau. Jadi silaturahmi kami dengan beliau tetap jalan, walau sudah tak menjabat presiden,” ungkapnya.

Makna sosok Gus Dur, kata Thaha, terlalu luar biasa bagi Papua dan orang Papua. “Kita tak hanya kehilangan seorang kiai, seorang bekas presiden, dan seorang guru, tapi sebenarnya kita kehilangan kitab hidup. Sebuah kitab yang terus memberikan nasihat,” tutur Thaha mengenang sosok Gus Dur. Beberapa alasan menurut Thaha, ada beberapa alasan masyarakat di Papua tak pernah melupakan sosok Gus Dur. Misalnya, pada 31 Desember 1999, tanpa perlu berpikir panjang, Gus Dur yang saat itu sebagai Presiden Indonesia, mengganti nama Irian Jaya menjadi Papua. Tentang nama ini, seperti diketahui, pada tahun 1961, Komite Nasional Papua yang pertama menetapkan nama PAPUA BARAT bagi Papua. Pada masa Pemerintahan Sementera PBB (UNTEA), digunakan dua nama, WEST NEW GUINEA/WEST IRIAN. Selanjutnya pada tanggal 1 Mei 1963, Republik Indonesia menggunakan nama IRIAN BARAT. Setelah Proklamasi kemerdekaan tanggal 1 Juli 1971, Pemerintah Revolusioner sementara Republik West Papua di Markas Victoria, menggunakan nama WEST PAPUA. Pada tahun 1973, Pemerintah Republik Indonesia telah mengubah nama menjadi IRIAN BARAT dan kemudian menjadikan IRIAN JAYA. Pada tahun 2000 nama Irian Jaya kembali menjadi Papua oleh hingga kini.

Menurut beberara sumber, nama Papua, aslinya Papa-Ua, asal dari bahasa Maluku Utara. Maksud sebenarnya bahwa di pulau ini tidak terdapat seorang raja yang memerintah di sini sebagai seorang bapak, itulah sebabnya pulau dan penduduknya disebut demikian. Papa-Ua artinya anak piatu. Dari sekian nama yang sudah disebut, Komite Nasional Papua pada tahun 1961, memilih dan menetapkan nama PAPUA, karena rakyat di sini kelak disebut bangsa Papua dan tanah airnya Papua Barat (West Papua). Alasan memilih nama Papua, karena sesuai dengan kenyataan bahwa penduduk pulau Papua sejak nenek moyang tidak terdapat dinasti yang memerintah atau raja di sini sebagaimana yang ada dibagian bumi yang lain. Orang Papua berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah. Tidak ada yang dipertuan untuk disembah dan tidak ada yang diperbudak untuk diperhamba. Raja-raja yang tumbuh seperti jamur di Indonesia, adalah akibat pengaruh pedagang bangsa Hindu dan Arab di masa lampau. Inilah sebabnya, rakyat Papua mengatakan anti kolonialisme, imperialisme dan neo-kolonialisme karena nenek moyang mereka tidak pernah menyembah-nyembah kepada orang lain, baik dalam lingkungan sendiri. Mereka lahir dan tumbuh diatas tanah airnya sendiri sebagai orang merdeka.

Berbicara mengenai nama Irian, adalah satu nama yang mengandung arti politik. Frans Kaisiepo, almarhum, orang yang pertama mengumumkan nama ini pada konperensi di Malino-Ujung Pandang pada tahun 1945, antara lain berkata:
“Perubahan nama Papua menjadi Irian, kecuali mempunyai arti historis, juga mengandung semangat perjuangan: IRIAN artinya Ikut Republik Indonesia Anti Nederland”. (Buku PEPERA 1969 terbitan tahun 1972, hal. 107-108). Nama Irian diciptakan oleh seorang Indonesia asal Jawa bernama Soegoro, bekas buangan Digul-Atas tetapi dibebaskan sehabis Perang Dunia kedua dan pernah menjabat Direktur Sekolah Pendidikan administrasi pemerintahan di Hollandia antara tahun 1945-1946.

Perubahan nama Irian Barat menjadi Irian Jaya, terjadi pada tahun 1973, juga mengandung arti politik. Rejim Militer Indonesia tidak menginginkan adanya pembagian Pulau Papua menjadi dua dan berambisi guna menguasai seluruhnya. Pendirian ini berdasarkan pengalaman tentang adanya dua Vietnam-Selatan dan Utara, tentang adanya dua Jerman-Barat dan Timur, dan tentang adanya dua Korea-Selatan dan Utara. Irian Jaya, Irian yang dimenangkan. Jaya, victoria atau kemenangan. Jika huruf “Y” dipotong kakinya, maka akan terbaca Irian Java alias Irian Jawa. Sumbernya bisa dilihat di http://digoel. wordpress.com tentang-nama- papua.

Selama hidupnya, Gus Dur beberapa kali mengunjungi ke Papua, yakni pada tahun 1999 untuk berdialog langsung dengan masyarakat dan disitulah dijinkan Kongres Papua II di Jayapura, serta menjadikan Bintang Kejora sebagai symbol budaya sehingga di ijinkan untuk berkibar berdampingan dengan bendera merah putih, selanjutnya pada tahun 2000 nama Irian Jaya dikembalikan menjadi Papua dan terakhir pada 2006. Inilah sekilas catatan dimana Gus Dur mengambil hati rakyat Papua sehingga tidak heran kalau dikalangan masyarakat Papua mengatakan bapak orang Papua, seperti dirilis sebuah lagu oleh kamasan biak dengan judul Terima kasih Bapak Gus Dur atas perubahan Irian jadi Papua.   (*) 


"PAPA-UA" - Berdiri Sama Tinggi Duduk Sama Rendah

Blog: http://www.pewarta-kabarindonesia.blogspot.com/
Alamat ratron (surat elektronik): redaksi@kabarindonesia.com
Berita besar hari ini...!!! Kunjungi segera:
www.kabarindonesia.com
Share this post :