Mataram, Jubi/Antara – Belasan mahasiswa yang tergabung dalam
Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi wilayah Nusa Tenggara Barat
mendesak pemerintah mencabut izin usaha pertambangan PT Newmont Nusa
Tenggara dan PT Freeport karena melanggar hukum Indonesia.
Desakan itu disampaikan ketika berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Senin (2/2/2015).
“PT Newmont dan PT Freeport harus tunduk terhadap sistem
perundang-undangan di Indonesia. Jika tidak, pemerintah harus tegas
mencabut izin usaha pertambangan kedua perusahaan itu,” kata koordinator
aksi Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) NTB, Adi Faisal.
Dalam orasinya, ia mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah melakukan pertemuan dengan PT Freeport Indonesia untuk membicarakan ulang terkait nota kesepahaman (MoU) tentang pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Minerba, bahwa operasi produksi perusahaan tambang wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
“Tidak segera membangun smelter di Papua menegaskan bahwa Freeport sengaja tidak mematuhi sistem perundang-undangan di Indonesia,”
PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB, pada posisi sama dengan Freeport. Pertengahan 2014, Newmont menghina Indonesia dengan menggugat ke Pengadilan Arbitrase Internasional atas ketidakmauan PT NNT menerima UU Republik Indonesia tentang ekspor bahan mentah hasil pertambangan.
Kepala Distamben NTB, Muhammad Husni, mengatakan pihaknya tidak bisa bertindak terlalu jauh terkait persoalan UU Minerba yang mengharuskan perusahaan tambang, termasuk PT Newmont, membangun smelter karena merupakan kewenangan pemerintah pusat. (*)
Desakan itu disampaikan ketika berunjuk rasa di depan Kantor Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Nusa Tenggara Barat (NTB), di Mataram, Senin (2/2/2015).
Dalam orasinya, ia mengatakan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) sudah melakukan pertemuan dengan PT Freeport Indonesia untuk membicarakan ulang terkait nota kesepahaman (MoU) tentang pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 103 ayat 1 Undang-Undang (UU) Nomor 4/2009 tentang Minerba, bahwa operasi produksi perusahaan tambang wajib melakukan pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
“Tidak segera membangun smelter di Papua menegaskan bahwa Freeport sengaja tidak mematuhi sistem perundang-undangan di Indonesia,”
PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) yang beroperasi di Batu Hijau, Kabupaten Sumbawa Barat, NTB, pada posisi sama dengan Freeport. Pertengahan 2014, Newmont menghina Indonesia dengan menggugat ke Pengadilan Arbitrase Internasional atas ketidakmauan PT NNT menerima UU Republik Indonesia tentang ekspor bahan mentah hasil pertambangan.
Kepala Distamben NTB, Muhammad Husni, mengatakan pihaknya tidak bisa bertindak terlalu jauh terkait persoalan UU Minerba yang mengharuskan perusahaan tambang, termasuk PT Newmont, membangun smelter karena merupakan kewenangan pemerintah pusat. (*)