photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label AMP Jogja. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label AMP Jogja. Tampilkan semua postingan

    Aliansi Mahasiswa Papua Mengiarkan Bendera Bintang Kejora di Jogjakarta

    Siapa Mengurusi Ekologi Papua?

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Siapa Mengurusi Ekologi Papua?

    Oleh: Titus Krist Pekei, SH*)

    Jujur saja, selama ini saya sangat bangga dengan alam Papua yang kaya akan flora, fauna, mineral, kekayaan sosial, dan kekayaan heterogen budayanya. Melihat keadaan itu, saya bergumul:Tuhan terima kasih atas ciptaaMu, bumi Papua yang saya banggakan dalam harianku. Saya baru sadar, ketika di atas kesengsaraan, kemelaratan dan keterbelakangannya rakyat Papua puas dengan menyebut tanah Papua kaya-raya tanpa menikmati hasilnya. Orang seberang datang dengan segala akal untuk menggerogoti potensi di tanah Papua. 

    Rakyat Papua tidak memiliki daya untuk membendung eksploitasi kekayaan alam tanah Papua dan tenaga manusia Papua. Hukum tidak berpihak lagi, hanya milik pemodal dan penguasa. Tidak ada tempat untuk rakyat Papua mengadu lagi maka – Bapak Gubernur, Bupati, Walikota, bapak/Ibu MRP, DPR-P ke mana hatimu kau simpan? 

    Bung NAPI dilayar TV mengatakan WASPADALAH, WASPADALAH, WASPADALAH. Itu berarti harus dincermati dengan baik sebelum memberikan izin kepada perusahaan tertentu agar tidak tertipu, oleh perusahaan legal yang ternyata illegal. Agar tidak seperti saat ini setelah masalah sudah terjadi baru sadar akan adanya illegal logging, illegal fishing, illegal PETI, dan lainnya. Kalau bukan sodara dan saya (pemerinah dan kita masyarakat) berarti siapa yang akan mengurusi ekologis di tana Papua. 

    Ekologi Papua, sebagai suatu sistem yang terdiri dari ragam subsistem memiliki daya tampung dan daya dukung yang tidak terbatas. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kelestarian lingkungan tersebut perlu diterapkan berbagai instrumen, seperti pemantauan, pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang menimbulkan dampak perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup. Tindakan preventif dan represif di bawah pengawasan instansi terkait yang jelas, bijak, serta transparan tanpa ada konfromi sepihak dengan siapapun. 

    Subsistem dikategorikan berdasarkan lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alami, ketiganya akan menyatu dan berinteraksi sesuai fungsi dan kegunaan. Interaksi antara lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah dalam Provinsi Papua yang luas dengan wilayah Kabupaten/Kota dan tidak boleh dipisahkan secara ekologis. Akan tetapi pertumbuhan Kabupaten/Kota dan perlindungan (proteksi) lingkungan di tingkat lokal sangat dibutuhkan sebagai rambu/pemantau dalam era Otonomi Khusus.

    Bagaimana peraturan khusus mengenai lingkungan ekologis yang kondusif tanpa mengorbankan taraf hidup masyarakat lokal Provinsi Papua baik Kabupaten/Kota hingga ke desa-desa dalam merealisasikan makna otsus? Nampaknya, buat bapak-bapak pejabat gubernur terpilih dan para bupati/walikota serta MRP, DPRP akan teruji kecakapan/ketajaman berpikir multi-aspek dalam mengembang tugas di Tanah Papua. Karena selama ini, pejabat daerah Papua (Provinsi, Kabupaten/Kota) sangat lamban memaknai Otonomi Khusus. Tidak pernah ada kebijakan mengenai perlindungan lingkungan atau manajemen pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara memadai karena sikap politik lebih memihak kepada pertumbuhan ekonomi kapitalis tanpa memperdulikan konsekuensi terhadap lingkungan alam dan sosial-budaya. Akhirnya, untuk ke depan di erah otonomi khusus, Papua haru dilegalkan peraturan melalui perdasi dan perdasus yang membutuhkan keseriusan dalam penanganan masalah ekologi.

    Siapa saja – ketika menyimak pulau Papua, selalu mengatakan Papua masih perawan lingkungan dengan ukuran luas hutan. Dan komentar lepas lain dikatakan, Papua sangat potensial dengan sumber daya alam (SDA) dengan ukuran emas, tambang dan perak. Sedangkan orang Papua sendiri dijepit antara Papua yang Perawan dan Papua yang potensial. Berarti, untuk ke depan orang Papua harus di posisikan sebagai apa? Orang Papua tetap berpikir alam Papua masih perawan akan tetapi baru sadar ketika ditinggalkan dalam kondisi compang-camping setelah dikeruk kekayaan alamnya. Dan sadar setelah potensi SDAnya di keruk/kuras, hanya meninggalkan multi dampak. 

    Apabila tenggok kondisi sebelumnya, kebijakan pusat tidak menjadi solusi maka inovasi lokal melalui perdasi dan perdasus menjadi solusi serentak di semua wilayah. Namun, cenderung bersifat sementara mengalami kekosongan dukungan dari tingkat yang di atasnya (pusat). Akibatnya, kondisi lokal dan sikap/persepsi masyarakat menentukan (termanisfestasi) keseimbangan antara pertumbuhan kota dan perlindungan lingkungan (Harris & King, 1988). Nilai-nilai masyarakat membentuk pendekatan perencanaan lokal sehingga implementasi sangat terkait dengan tujuan dan nilai dari masyarakat itu sendiri. 

    Pejabat lokal Papua harus dekat dengan lingkungan sosial, budaya dan alam dalam proses perencanaan pembangunan lokal merupakan interaksi yang berkesinambungan, seperti berikut: 

    (1) Kondisi dan nilai-nilai masyarakat sudah mendukung agar dapat munculnya program perlindungan lingkungan di tingkat lokal. Masyarakat menjadi lebih perduli terhadap pelayanan pubilik, termasuk program perlindungan lingkungan. Kepentingan akan sumber daya alam juga diperkuat dengan adanya persepsi masyarakat yang proaktif.

     (2) Pendekatan perencanaan pemerintah daerah ditunjuk untuk dapat menuangkan nilai-nilai masyarakat ke dalam tindakan dan program yang spesifik. Seiring berjalannya waktu, masyarakat menjadi semakin mengerti akan pentingnya kaitan antara pembangunan ekonomi dan ekologi. Sektor ekonomi seperti pariwisata dan produksi pertanian sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang baik dan seringkali mendukung program lingkungan. Walaupun usaha ini tidak dapat menghentikan kenaikan pertumbuhan, namun semakin disadari bahwa kegiatan pertanian dan pembatasan penggunaan lahan mempunyai hubungan dalam membantu pertumbuhan. 

    (3) Rencana dan kebijakan spesifik bagi masyarakat dengan menggunakan preservasi ruang terbuka hijau, zoning untuk wilayah luas, dan program perlindungan pertanian untuk menghindari biaya tambahan dari adanya pertumbuhan dan untuk meniadakan penduduk pada suatu lokasi (Burns, 1980; Frieden, 1979). Pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban dalam menghindari pembangunan pada wilayah rawan banjir, longsor, gempa, erosi, dan sebagainya pada sejak dini. Pemerintah juga tidak boleh menerapkan program dan peraturan yang dapat menimbulkan tantangan legal, membahayakan bagi individu/pemilik lahan, ataupun yang dapat meningkatkan biaya untuk pelayanan publik.

    Implementasi dalam proses ini dimulai dengan adanya visi dari hasil lingkungan yang diinginkan. Dengan adanya bukti teknis menyangkut evaluasi sains dan rencana, maupun dari segi legal dan finansial. Program lingkungan yang diusulkan berdasarkan keuntungan terhadap masyarakatnya dan kemampuan kota untuk membiayai program dan menyediakan sumber dayanya, sehingga reaksi dan dukungan dari publik dan swasta dapat terakomodasi. Dengan berjalannya waktu, proses ini akan mendapat gambaran mengenai tingkat penerimaan (acceptancy) terhadap program. Implementasi yang sukses terjadi apabila sikap/persepsi masyarakat dan nilai-nilai perlindungan lingkungan konvergen (sama). 

    Saya sangat setuju dengan prospek perencanaan yang berasal dari masyarakat, bukan hanya masyarakat yang dilibatkan secara aktif maupun pasif dalam perencanaan partisipatif, tetapi gerakan perencanaan harus berasal dari masyarakat itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan sebagai bahasan dalam materi presentasi saya, yaitu bahwa perencanaan untuk melindungi lingkungan di tingkat lokal (Kabupaten/Kota) di Papua, memang berasal dari aspirasi masyarakat itu sendiri yang telah menyadari akan kualitas kehidupan, termasuk dalam melindungi wilayah lingkungan yang sensitif. 

    Papua mempunyai persoalan serius, yaitu selain masyarakatnya yang tidak terlalu peduli/ber’kesadaran’, tetapi pegawai negeri maupun pejabat di tingkat lokal/provinsi/pusat juga tidak mempunyai kesadaran untuk mengindahkan peraturan yang telah dibuat. Peraturan juga takkan berarti tanpa dukungan masyarakat, dan gerakan masyarakat juga takkan berarti tanpa pejabat/peraturan yang mendukungnya. Dalam proses ini harus ada hubungan yang timbal-balik (mutual), dan saling mempercayai antara masyarakat dan pemerintah (Daerah, Provinsi, Pusat). 

    Tetang ekologi adalah masalah proses jangka panjang, tidak seperti pertumbuhan ekonomi yang hasilnya jangka pendek. Permukaan tanah yang subur merupakan hasil proses bertahun-tahun, oleh karena itu perlu diwaspadai dan dipelihara penggunaan tanahnya. Walaupun Provinsi Papua-Indonesia tertinggal dari negara-negara maju yang telah lebih dahulu mengalami masalah–masalah lingkungan ini, tetapi harus dimulai sekarang gerakan-gerakan peduli lingkungan sebelum lingkungan kita rusak oleh orang-orang yang tidak peduli akan kehidupan.
    Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita di negara berkembang saja, tetapi di negara maju pun mengalami kesulitan dalam melindungi alam. Namun keseluruhannya ini membutuhkan dukungan dan kerelaan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan alam Papua, karena pembangunan atau pertumbuhan juga takkan berhasil tanpa daya dukung lingkungan. Lingkungan menjadi hak semua orang di masa sekarang maupun masa mendatang, oleh karena itu lingkungan Papua perlu diproteksi agar dapat tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Mari kita mengurusi masalah Ekologi di Tanah PAPUA, tanpa saling melempar dan mengetahui tanpa melibatkan semua pihak [stakeholders] baik pemerintah, swasta, LSM, masyarakat, akademisi, dan semua komponen masyarakat yang ada di Tanah Papua. Jika memahami fungsi semua pihak/stakeholders berarti akan terwujud impian dan makna otsus yang sudah ada beberapa tahun zilam. Akhirnya, dengan mata hati untuk melihat, menjaga dan memelihara ekologis demi mewujudkan harapan bersama dari sekarang untuk ke depan dalam konteks pembangunan berkelanjutan yang arif, bijaksana, akomodatif, akuntabel dan transparan. Semoga !!!

    Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Jogjakarta
    *) Alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Aktivis masalah Ekologi.

    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    Sinergi Investasi – Ekonomi Kerakyatan

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Sinergi Investasi – Ekonomi Kerakyatan


    Jeffrey Sandra Irawan*)

    GLOBALISASI, sudah menjadi realita yang tidak bisa lagi dielakkan saat ini. Hal ini bukannya tanpa konsekuensi. Era persaingan ketat ini seolah memaksa semua orang yang hidup di zaman ini untuk menjadi kreatif, jika ingin bertahan dalam arus deras globalisasi. Sesungguhnya tidak ada yang salah dengan globalisasi dan modernisasi. Karena ini sesuai dengan sifat manusia yang pada dasarnya adalah makhluk yang dinamis, dan selalu berusaha untuk berinovasi menemukan sesuatu demi kehidupan yang lebih baik.

    Dalam upaya untuk mengimplementasikan gerakan pembaruan ke arah yang lebih baik, hal yang tidak bisa dipungkiri adalah dibutuhkannya dana. Dalam hal ini, menggerakkan investasi merupakan salah satu alternatif untuk memenuhi kebutuhan ini. Namun masalahnya adalah ketika kepentingan investor malah menjadi semacam parasit yang dirasa merugikan kepentingan umum (masyarakat sekitar). Bahkan terbentuk opini masyarakat bahwa investasi telah membunuh ekonomi kerakyatan. Hal ini kemudian menimbulkan sikap apriori dan antipati masyarakat, dan mengerucut menjadi resistensi dan penolakan penduduk lokal terhadap pendatang yang ingin berinvestasi.

    Sikap penolakan terhadap segala bentuk investasi seharusnya tidak perlu terjadi, jika masyarakat memahami benar investasi, dan mampu membedakan antara investasi yang membawa dampak negatif atau investasi yang justru membawa kemaslahtan bagi masyarakat luas. Dengan demikian diharapkan pemerintah selaku regulator dapat konservatif dan selektif dalam menyetujui proyek investasi pada suatu daerah.

    Namun demikian, jika melihat pada apa yang terjadi di Papua, secara jujur harus diakui bahwa investasi yang berjalan selama ini cenderung tidak membawa manfaat kepada masyarakat lokal. Ini dapat dilihat dari bagaimana buruknya kesejahteraan masyarakat, sementara pemodal besar dengan “liar dan tamak” mengeksploitasi sumber daya Papua yang luar biasa berlimpah, demi keuntungan pribadi.

    Diakui atau tidak, ini akibat dari besarnya keberpihakan pemerintah (baik pusat maupun daerah) kepada pihak investor sehingga investasi yang bertamu di tanah Papua, hasilnya tidak terdistribusi secara adil merata dan hampir tidak dirasakan masyarakat Papua. Masalah lain yang mendasari adalah pemilihan investasi yang melulu pada proyek eksploitasi sumber daya di Papua. Padahal jika pemerintah sungguh-sungguh ingin meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dengan investasi, maka seharusnya investasi yang perlu digalakkan adalah investasi bidang infrastuktur. Infrastruktur yang utama adalah bidang pendidikan, baru kemudian disusul dengan perbaikan di bidang lain, seperti jalan, instalasi listrik, fasilitas pendanaan bagi usaha kecil dan menengah (UKM), dan lain-lain, yang nantinya akan mendukung pertumbuahan ekonomi yang lebih merata di Papua.

    Belum siap? Ya Bersiap-siap

    Ada yang mengungkapkan bahwa umumnya masyarakat Papua belum siap menghadapi investasi. Lantas apakah kemudian menerima semua ini dengan menolak investasi? Jika yang terjadi demikian maka perbaikan tingkat kesejahteraan hanya bisa menjadi sekedar mimpi indah yang tidak akan pernah terwujud nyata. BANGKIT! itu kata kunci yang harus dipegang untuk terbebes dari keterpurukan.

    Masyarakat Papua memandang bahwa pendatang lebih makmur daripada penduduk asli. Kondisi ini seharusnya justru menjadi motivasi bagi masyarakat untuk berkata “Jika mereka bisa demikian sukses, mengapa saya tidak bisa? Saya punya jumlah tangan yang sama dengan mereka. Saya pasti bisa”.

    Namun memang, sekedar semangat untuk bangkit saja, sama sekali tidak cukup untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tentu dibutuhkan adanya dukungan dari pemerintah dalam hal ini. Sebagai langkah awal untuk memulai hal itu, yang pertama MUTLAK harus diperbaiki adalah pendidikan, yaitu bagaimana mengusahakan untuk membuka wawasan masyarakat dengan pendidikan. Ini penting, karena dengan menjadi terdidik, masyarakat tidak akan dengan mudah dibodohi, dan dapat selalu berinovasi. Pertanyaannya, pendidikan macam apa? Tidak harus pendidikan formal, perbaikan pendidikan masyarakat bisa dimulai dengan penyuluhan-penyuluhan serta pelatihan-pelatihan praktis yang dapat dipakai langsung, sambil secara bertahap terus memperbaiki pendidikan formal.

    Sebagai contoh pendidikan non formal adalah pelatihan masyarakat mengenai budi daya kopi atau kakao. Ini harus dilakukan secara serius dan komprehensif, yaitu dari mulai pemerolehan modal, pembukaan lahan, pengolahan, hingga pemasaran hasil harus sungguh-sungguh dikuasai oleh petani sehingga benar-benar dapat dijalankan secara profesional dan mandiri. Selain itu, tentu ada banyak sektor yang bisa dikembangkan masyarakat Papua, tanpa harus mengorbankan kelestarian tanah Papua.

    Dalam hal ini tentu pemerintah harus menjadi penggerak utama, namun jika hanya mengandalkan pemerintah, usaha perbaikan sistem pendidikan tentu tidak akan optimal. Perlu dukungan berbagai pihak seperti akademisi (universitas), gereja, dan elemen-elemen lain yang bisa berkontribusi menjadi tenaga pengajar dadakan untuk sesedar membagikan ilmu kepada masyarakat untuk diterapkan.

    Setelah masyarakat cukup siap untuk berpraktik, baru kemudian ekonomi kerakyatan dapat digerakkan secara sehat. Hal ini dapat diawali dengan menggali potensi-potensi masyarakat untuk mengelola sumber-sumber daya Papua, baik secara individu atau berkelompok dalam bentuk koperasi. Sungguh beruntung di Indonesia memiliki sebuah sistem ekonomi kerakyatan yang dikenal dengan ekonomi koperasi. Sayangnya belakangan koperasi mulai terlupakan, padahal sistem ini sangat tepat diterapkan untuk usaha-usaha kecil, para anggota koperasi bekerja sama dengan tujuan yang sama yaitu kesejahteraan seluruh anggota. Namun demikian, ada hal yang sangat perlu diperhatikan dalam koperasi yaitu adalah prinsip kejujuran dan saling percaya antaranggotanya jika tujuan koperasi sungguh ingin tercapai secara optimal.

    Selain koperasi, masyarakat juga dapat memilih bentuk alternatif usaha lain seperti usaha kecil dan menengah (UKM). Model usaha ini juga merupakan sistem berkelompok, namun lebih bersifat sentralistik, seorang yang mendirikan suatu usaha tertentu dan merekrut beberapa orang sebagai pegawai. Namun, dalam hal ini yang sering menjadi hambatan utama adalah masalah sulitnya memperoleh modal untuk memulainya. Dalam hal ini perlu adanya lembaga, baik pemerintah maupun swasta yang bersedia untuk memenuhi kebutuhan modal UKM.

    Mensinergikan Masyarakat dengan Investasi
    Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa investasi tidak seharusnya menjadi musuh bagi masyarakat, namun seharusnya investasi dapat diusahakan agar menghasilkan mutual benefit yang menguntungkan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, dan tentunya para investor.

    Untuk mewujudkan hal itu, perlu adanya usaha untuk membangun sebuah sinergi yang sehat antara kepentingan investasi dan masyarakat, yaitu dengan mengutamakan investasi yang secara langsung memberi manfaat kepeda masyarakat setempat. Jika sebelumya disebutkan masalah permodalan dalam memulai UKM, maka investasi bidang pendanaan seperti lembaga atau Bank Perkreditan tentu cukup relevan untuk diutamakan, dalam menjawab masalah ini.

    Selain itu, bentuk investasi lain yang perlu diutamakan adalah proyek-proyek seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, pengolahan hasil pertanian dan perkebunan, serta bentuk-bentuk investasi lain yang akhirnya dapat membantu menggerakkan perekonomian secara lebih luas, tanpa harus dengan proyek investasi yang melulu mengeksploitasi sumber-sumber alam yang perlahan tapi pasti dapat mengahacurkan tanah Papua yang indah dan kaya.

    Untuk mengimplementasikan hal ini, tentu dibutuhkan waktu yang cukup pajang. Selain itu, yang sangat dibutuhkan adalah komitmen yang kuat dari semua pihak untuk bersama-sama terus berusaha agar keselerasan tujuan investasi dan peningkatan kemakmuran masyarakat sungguh-sungguh dapat terwujud. _AMDG_
    Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Jogjakarta
    *) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan  Akuntansi Universitas  Sanata Dharma Yogyakarta
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    Suatu Fenomena Perampasan Tanah Milik Masyarakat Adat Papua

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    MIFEE Datang, Merauke Tenggelam

    Suatu Fenomena Perampasan Tanah Milik Masyarakat Adat Papua
    Oleh : Ley Hay*)
    Tanah beserta segala isinya, yakni perairan, tumbuh-tumbuhan, binatang, dan bahan tambang/mineral sebagai karunia Allah Sang Pencipta Semesta Alam yang harus dikelola secara bijaksana agar dapat dimanfaatkan secara berdayaguna, berhasil guna serta berkelanjutan bagi sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat, baik untuk generasi sekarang maupun yang akan datang. Patutlah kita bersyukur bahwa Negara Indonesia mempunyai kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa dan kekayaan alam itu hampir tersebar merata di seluruh kepulauan nusantara. Setiap pulau di dalam wilayah NKRI memiliki keunikan tersendiri, seperti halnya keanekaragaman hayati yang terdapat di Tanah Papua. Namun, tidaklah berarti bahwa pemerintah Indonesia sebagai penyelenggara negara berhak menguasai segala kekayaan alam yang terkandung di dalam tanah, hutan, laut dan sungai bahkan udara di nusantara ini. Sebab, sejak sebelum adanya Indonesia sebagai sebuah negara, wilayah darat maupun laut di sebuah pulau seperti Tanah Papua sudah ada pemiliknya, yakni orang asli setempat yang disebut sebagai masyarakat adat Papua.

    Dalam beberapa literatur, Papua sering dikenal orang sebagai negeri bunga anggrek dan burung Cenderawasih. Bagi para sejarahwan dan ahli geografi, Papua dipandang sebagai kelangsungan Benua Australia yang letaknya di zona tropika dengan berdasarkan pada topografi, alam tumbuh-tumbuhan dan hewannya. Diperkirakan, pada masa purba Papua menjadi satu daratan dengan benua Australia, pada tempat yang sekarang merupakan Selat Torres yang lebarnya kurang lebih 100 Km. Karena dihuni oleh bangsa negroid, maka pulau ini digolongkan pada gugusan Melanesia sebagai induk bangsa yang berkulit hitam atau melanoderm. Dua peneliti Papua terkenal yang berkebangsaan Prancis, yakni Villeminot suami-istri mendefinisikan Papua melalui karyanya yang berjudul : La Nouvelle Guinee, 700.000 Papous Survivant de la Prehistoire (Irian, 700.000 Papua yang Keluar dari Zaman Prasejarah). Walaupun didukung oleh ensiklopedi Grand Larouse Encylopedie, namun Ensiklopedia Indonesia yang didukung oleh Encyclopedia Britannica menyatakan bahwa hanya daerah pesisir Timur Irian yang termasuk Melanesia.

    Istilah papua yang digunakan dalam tulisan ini mengacu pada pengertian Tanah Papua yang secara administrative terdiri atas Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat. Sebagian besar penduduk Papua, terutama di kawasan pedesaan, adalah masyarakat adat yang berdiam di dalam dan di sekitar hutan. Kebudayaan masyarakat adat di Papua maupun Papua Barat masih kental diwarnai oleh tradisi lisan atau budaya tutur dan ritual adat istiadat. Papua dan Papua Barat bersama dengan Nangroeh Aceh Darussalam adalah propinsi-propinsi di Indonesia yang memiliki kekhususan dalam sistem politik pemerintahan Indonesia dengan status otonomi khusus.

    Propinsi Papua dan Papua Barat merupakan kawasan dengan tutupan hutan yang paling luas di Indonesia dengan tingkat keanekaragaman hayati dan keunikan yang tinggi, memiliki potensi fungsi ekologi, sosial dan ekonomi yang tinggi serta berarti penting bagi iklim global. Hutan Indonesia merupakan hutan tropis terluas ketiga di dunia setelah Amazon di Brazil dan Congo Basin di Kongo, dimana hutan yang sebagian besar masih utuh saat ini adalah hutan Papua sebab kondisi terkini dari hutan di Kalimantan, Sumatra, Jawa dan Maluku sebagaian besar telah habis. Dari total luas tutupan hutan Indonesia, 2009: 88,17 juta hektare, persentase total tutupan hutan di Papua adalah 38,72% (tertinggi dari semua daerah di Indonesia).

    Fenomena Perampasan Tanah Global

    Berita tentang fenomena perampasan tanah (land-grab) muncul dari seluruh dunia. Perampasan tanah dapat digambarkan sebagai suatu proses di mana kepemilikan tanah yang dianggap “kosong”, “tidur” atau “tidak produktif” berpindah tangan dengan transaksi yang menggiurkan, untuk dikembangkan menjadi perkebunan skala besar untuk menghasilkan pangan atau agrofuel, atau keduanya. Jumlah kesepakatan dan luas kawasan yang tercakup meningkat pesat. Berbagai kajian menunjukkan bahwa dalam beberapa tahun terakhir ini antara 20-80 juta hektare tanah. telah “dirampas”, meskipun sulit dipastikan karena sebagian besar kesepakatan itu dibuat dengan diam-diam.

    Pendukung perampasan tanah mengatakan bahwa yang mereka lakukan adalah investasi yang sangat diperlukan di sektor pertanian. Meskipun jelas bahwa investasi diperlukan di daerah pedesaan dan pertanian, pertanyaannya adalah apakah transaksi tanah skala besar seperti ini akan menghasilkan jenis pembangunan yang kemungkinan besar akan bermanfaat bagi masyarakat setempat. Jika diamati lebih dekat, jelas bahwa yang terjadi bukannya pembangunan pertanian, tetapi pembangunan ‘agribisnis’ terus meningkat. Perbedaan keduanya jelas dan seharusnya tak ada lagi kebingungan mengenai siapa yang akan menerima manfaat dan siapa yang akan dirugikan oleh transaksi-transaksi itu.

    Pelaku di balik akuisisi tersebut adalah perusahaan transnasional besar atau pemerintah yang memanfaatkan sumber daya tanah “tidur” untuk mengamankan ketahanan pangan dan energi dalam negeri. Kenyataannya, tanah itu tidaklah “kosong”, melainkan seringkali merupakan tempat tinggal warga setempat atau masyarakat adat yang telah hidup di sana turun-menurun, tetapi hak mereka atas tanah itu tidak diakui atau dihormati.

    Terdapat sejumlah faktor yang mendorong perampasan tanah ini. Faktor-faktor ini dapat dianalisis dalam konteks keuangan, pangan, energi dan krisis iklim global. Krisis pangan global 2007-2008, yang mendorong kenaikan harga pangan, menciptakan momentum politik dan ekonomi bagi akuisisi tanah. Demikian juga, perubahan iklim dan krisis energi menciptakan kebutuhan mendesak baru untuk mencari tanah bagi produksi tanaman energi terbarukan.

    Semua krisis global ini menumbuhkan persepsi bahwa—karena jumlah penduduk diperkirakan meningkat sementara sumber daya terbatas— permintaan akan pangan dan bioenergi akan terus meningkat. Pada gilirannya, volatilitas harga komoditas menimbulkan kekhawatiran akan ketahanan pangan dan energi. Meskipun kekhawatiran akan ketahanan pangan mungkin tidak sebesar kekhawatiran ketahanan energi, tetapi keduanya menimbulkan kebutuhan atas tanah.

    Ada sejumlah pelaku utama yang tindakannya mendorong kenaikan pangan dan akuisisi tanah. Secara umum mereka berasal dari sektor bisnis, keuangan dan pemerintahan. Krisis keuangan global dan krisis pangan global tahun 2007-2008 yang saling terkait turut menumbuhkan persepsi bahwa tanah dan pangan perlu diamankan dan didapatkan. Kedua krisis itu meningkatkan akuisisi tanah secara dramatis.

    Fenomena Perampasan Tanah di Papua

    Sejak jaman Orde Baru di bawah pemerintahan rejim Soeharto sampai sekarang ini, Papua (sebelumnya Propinsi Irian Jaya) selalu menjadi target utama proyek-proyek pembangunan skala besar dalam pengelolaan sumberdaya alam. Pengusahaan hutan (HPH), hutan tanaman industri (HTI), perkebunan Sawit, dan pertambangan adalah sejumlah projek pembangunan skala besar yang telah puluhan tahun dikembangkan di seluruh Tanah Papua (mencakup Propinsi Papua dan Papua Barat).

    Semua proyek-proyek pembangunan skala besar tersebut terjadi di atas tanah adat milik masyarakat asli papua, disebabkan oleh pemerintah yang berkongsi dengan investor dan didukung oleh kekuatan militer merampas berjuta-juta hektar tanah. Watak ekploitatif yang tertanam dalam otak pemerintahan Rezim Orde Baru menyebabkan hutan dan kekayaan alam papua hampir habis. Papua dijadikan lahan dan pemasok bahan baku untuk industry di Negara maju. Sangat disayangkan, bahwa praktek-praktek seperti itu masih diterapkan hingga kini, seperti hadirnya mega proyek MIFFE di Merauke.

    Tren perampasan tanah di papua dan seluruh nusantara menunjukkan bahwa, pemerintah Indonesia lebih condong mengikuti kemauan dan kepentingan kapitalisme global. Pemerintah Indonesia tidak lagi menjadi pelindung dan pengayom masyarakat. Pemerintah tidak lagi mengutamakan kepentingan Negara dan bangsa. Pemerintah secara sadar telah menjadikan dirinya agen “kaki-tangan” kaum pemodal. Kasus Bima dan Mesuji dan beberapa konflik agraria di Indonesia, seharusnya menyadarkan rakyat bahwa, Negara Indonesia secara politik memang telah merdeka dan diakui oleh dunia internasional, namun secara ekonomi belum mandiri karena masih terjajah. Buktinya, rakyat banyak yang miskin, pendidikan tidak merata, gizi kurang, perampasan tanah, pembunuhan, pengusiran komunitas masyarakat adat, merajalelanya korupsi, lemahnya penegakkan hokum, dan sejuta masalah lainnya.

    (Integrated Food and Energy Estate, MIFEE)

    Salah satu perampasan tanah yang paling kontroversial di Indonesia saat ini adalah Proyek Lumbung Pangan dan Energi Terpadu Merauke (Integrated Food and Energy Estate, MIFEE), yang tengah dikembangkan di bagian selatan Papua, di Kabupaten Merauke. MIFEE adalah mega proyek yang meliputi 1,28 juta hektare perkebunan komersial yang diklaim sebagai bagian dari visi Presiden Yudhoyono yang meragukan, yaitu “pangan untuk Indonesia, pangan untuk dunia”.

    Sejauh ini paling sedikit 36 investor sudah mendapatkan ijin konsesi. Sebagian besar investor berasal dari Indonesia, tetapi perusahaan Jepang, Korea, Singapura dan Timur Tengah kelihatannya juga terlibat. Komoditas utama yang akan diproduksi oleh MIFEE adalah kayu, sawit, jagung, kedelai dan tebu. Hingga pertengahan 2011, lebih dari setengah lusin investor yang mendapatkan ijin untuk MIFEE tampaknya sudah mulai bekerja di area konsesi mereka, termasuk perusahaan yang terkait dengan Medco dan kelompok Rajawali yang berpengaruh. Meskipun MIFEE masih dalam tahap awal, terdapat kekhawatiran serius akan implikasi sosial dan lingkungan dari proyek ini terhadap penduduk setempat dan penghidupan mereka.

    MIFEE digembar-gemborkan sebagai kesempatan pembangunan, yang akan menciptakan lapangan pekerjaan tidak hanya untuk warga Papua setempat, tapi juga pekerja transmigran. Proyek itu juga disebut-sebut akan mendorong ketahanan pangan nasional, serta ketahanan energi. Tetapi pada kenyataannya sebagian besar konsesi tanah dialokasikan untuk perkebunan kayu industri (lebih dari 970.000 ha), sementara sawit (lebih dari 300.000 ha) dan tanaman pangan (69.000 ha) berada pada urutan kedua dan ketiga. Data ini menunjukkan bahwa motivasi utama MIFEE bukanlah demi ketahanan pangan dan energi, tetapi kepentingan ekonomi.

    Laporan dari desa-desa yang terimbas selama ini menunjukkan bawa MIFEE merupakan ancaman serius bagi masyarakat setempat. Masyarakat adat yang terlibat dalam kesepakatan dengan perusahaan telah ditipu dengan pembayaran kompensasi yang sangat rendah sebagai ganti rugi ‘penyerahan’ tanah warisan turun-menurun dan menjadi bagian dari warisan budaya mereka. Proses akuisisi tanah bersifat tidak transparan, dengan intimidasi dan ancaman akan keamanan terutama karena kehadiran militer di sana. Informasi mengenai potensi dampak proyek atas hidup mereka dan hak apa saja yang mereka miliki untuk menolak atau menerima tawaran perusahaan hanya sedikit yang sampai ke warga desa. Organisasi masyarakat sipil setempat juga melaporkan bahwa pertemuan untuk meningkatkan kapasitas diwarnai dengan interupsi oleh militer, yang menggunakan keamanan nasional sebagai alasan untuk mengancam warga dan menghentikan pertemuan. Jadi, dalam banyak hal, MIFEE adalah perampasan tanah dengan motivasi politik dan ekonomi dengan lebih banyak ancaman daripada kesempatan bagi masyarakat yang terimbas.

    Pertanyaan penting, mengapa tanah papua dijadikan lahan dan target eksploitasi sumberdaya alam secara besar-besaran? Apakah semua proyek tersebut mendatangkan manfaat bagi masyarakat adat papua atau justru sebaliknya? Sudah sejahterakah masyarakat papua atau belum? Mengapa praktik kotor yang sarat dengan motivasi ekonomi politik semakin subur terjadi di tanah papua? Bagaimana pola pemanfaatan sumberdaya alam yang baik dan benar dengan memperhatikan aspek kelanjutan dan kelestarian alam?

    Jawaban singkatnya, kehadiran berbagai proyek-proyek pembangunan raksasa di tanah papua selama ini tidak membawa dampak pada kesejahteraan masyarakat adat Papua sebagai kelompok masyarakat yang mewarisi tanah tersebut dari para leluhurnya. Yang terjadi adalah, masyarakat di tipu, di bujuk, di bunuh, di kejar, di rampas tanahnya, di langgar haknya sebagai sesame manusia. Bukan kesejahtetraan yang dinikmati, justru kemisiskinan, gisi yang buruk, pelayanan kesehatan yang minim, dan harapan akan adanya keadilan bagaikan mimpi yang tak pernah nyata.

    Salah satu sebab utama dari kenyataan ini adalah hak-hak masyarakat adat Papua terhadap tanah dan sumberdaya alam selalu diabaikan dalam pelaksanaan berbagai proyek tersebut. Akibatnya, di samping merebaknya kemiskinan, timbul berbagai konflik antara masyarakat adat dan pihak perusahaan dan negara (pemerintah). Konflik-konflik tersebut muncul dalam berbagai bentuk dan tingkat keseriusan: mulai dari sekedar demonstrasi, protes ke lembaga pemerintah, sampai konflik yang disertai kekerasan.

    Situasi konflik menimbulkan dampak makin berat bagi masyarakat adat Papua di tengah kenyataan tidak diakuinya hak mereka. Bahkan dengan statusnya yang khusus melalui UU Otsus Papua, masyarakat adat Papua tidak kunjung melihat terang harapan akan adanya pengakuan hak mereka sebagai landasan untuk memperbaiki kehidupan ekonomi, sosial dan budaya mereka.

    Akhirnya secara sadar, marilah kita secara bersama melihat sejumlah masalah yang terjadi di seluruh nusantara terkait dengan perampasan tanah milik rakyat. Kita harus yakin, bahwa kekuatan rakyat tak dapat dikalahkan. Sudah saatnya, rakyat harus di didik, di latih dan dibekali dengan sejumlah informasi, pengetahuan, dan skill agar mereka mampu bekerja dan menghidupi dirinya, agar mereka mandiri dan mampu berdiri tegak menjaga, melindung dan memberdayakan hak miliknya kelangsungan hidup mereka kini dan anak cucunya kelak.

    Aiansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Jogjakarta
    *) Mahasiswi Atma Jaya Jogjakarta, Jurusan Teknik Sipil
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    AMP Kota Yogyakarta Gelar Aksi Mengenang 13 Tahun Dibunuhnya Dortheys Hiyo Eluay

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta SPM Group Online

    AMP Kota Yogyakarta Gelar Aksi Mengenang 13 Tahun Dibunuhnya Dortheys Hiyo Eluay

    Penulis :
    Victor Mambor
    Design Undangan terbuka acara Melawan Lupa 10/11 AMP Yogya (doc. AMP)
    Design Undangan terbuka acara Melawan Lupa 10/11 AMP Yogya (doc. AMP)
    Yogyakarta, Jubi – Aliansi Mahasiswa Papua kota Daerah Istimewa Yogyakarta (AMP DIY) mengenang 13 tahun (10 November 2001 – 10 November 2014) dengan tema Melawan Lupa dalam bentuk diskusi di Asrama Papua, Kamasan I Jln. Kusuma Negara No, 19 Yogyakarta

    Agus Dogomo, koordinator  pelaksana sekaligus pemandu diskusi menyampaikan kegiatan ini dimaksudkan untuk mengenang Pejuang Papua, Theys  Eluay yang telah dibunuh 13 tahun lalu, “selama ini teman-teman di media sosial sering memajang foto, kutipan kalimat-kalimat, design baju tentang Bapak Theys tetapi apakah mereka mengerti siapa dia secara mendalam itu pertanyaan, dan acara ini dikemas untuk menjawab pertanyaan itu” ujarnya kepada wartawan tabloidjubi.com usai kegiatan, Senin, 10/11.

    Theys, menurut Dogomo adalah tokoh pejuang kemanusian orang Papua yang akan dikenang oleh generasi Papua sepanjang masa. Dia salah satu figur yang menyatuhkan orang Papua dari 250an suku ketika menjadi ketua Lembaga Masyarakat Adat (LMA), 1992 dan akhirnya terbukti dengan ditentukannya sebagai ketua Presidum Dewan Papua (PDP) dalam kongres II di Jayapura, pada 2000.

    “Generasi Papua hari ini yang diskat-skat dengan adanya pemekaran, transmigrasi dan lan-lain mesti mengenal dan memahami dengan baik perjuangan para tokoh Papua, di antaranya Bapak Theys dan mempertanyakan kenapa mereka dibunuh, dan moment ini kami mengajak semua untuk bersatu menjadi satu Papua” ujar mahasiswa semester akhir salah satu perguruan tinggi swasta di kota Yogyakarta ini.

    I Ngurah Suryawan, kandidat doktor Antropologi UGM dari Universitas Negeri Papua (Unipa) dan juga pemerhati sosial, politik dan budaya Papua yang turut hadir dalam diskusi Melawan Lupa ini menyampaikan kekerasan kemanusian di Papua sangat massif dan dibutuhkan pergerakan yang besar pula,

    “Persoalan baku tipu diantara elit Papua untuk kepentingan pragmatis sangat berdampak pada aspek kehidupan masyarakat kelas bawah, belum lagi kita bicara cap tikus (CT-sejenis minuman untuk mabuk), kapal putih, transmigrasi, pemekaran daerah, investasi asing membuat orang Papua terpecah belah dari akar budaya dan sangat mudah dihasut” ujarnya.

    Lebih lanjut, Ngurah menawarkan salah satu solusinya, selain orang Papua bersifat konsumtif tetapi harus lebih produktif dalam menghasilkan tulisan dari semua bentuk kejadian yang dialami masyarakat itu kemudian diakumulasikan dengan berbagai daerah dan diadvokasi bersama karena dengan cara seperti ini memiliki bobot yang tinggi.

    Diskusi melawan lupa yang difasilitasi AMP DIY dimulai pukul 19.40 WIB dari rencana awal pukul 17.30 WIB dan berakhir pukul 22.15 WIB di aula utama Asrama Papua, Kamasan I, Yogyakarta dan dihadiri sekitar 30an mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di kota Yogyakarta. (Mecky)

    Tidak ada kata 'Setia' kepada NKRI yang ada adalah setia kepada perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat.

    Tidak ada kata 'Setia' kepada NKRI yang ada adalah setia kepada perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat.          
    Isi seruan yg sempat disebarkan di Yogyakarta. Foto: Roka


    Yogyakarta, MAJALAH SELANGKAH -- Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) mengklarifikasi seruan gelap berjudul SERUAN DAN PENYESALAN yang beredar beberapa waktu yang lalu di Yogyakarta.

    Dalam siaran pers yang diterima majalahselangkah.com AMP menilai selebaran yang berisi seruan tersebut dilakukan oleh pihak yang ingin mencemarkan nama baik organisasi serta mematikan gerakan untuk perjuangan Papua merdeka.

    Sebelumnya, mantan ketua AMP komite kota Yogyakarta, Roy Karoba mengatakan cara yang digunakan oknum-oknum tertentu tidak akan mematahkan semangat perjuangan mahasiswa.

    "Saya heran, di sini tidak ada AMP Jawa-Bali, yang ada hanya AMP Pusat dan komite kota. Permainan oknum tertentu ini yang jelas tidak akan mematikan semangat perjuangan kawan-kawan untuk berjuang kemerdekaan bangsa Papua sebagai sebuah negara merdeka, bebas dari cengkeraman kolonialisme Indonesia," ungkapnya kepada majalahselangkah.com belum lama ini.

    Seruan tersebut langsung ditanggapi AMP pusat dan atas nama ketua komite pusat, Rinto Kogoya, memberikan klarifikasi agar tidak terjadi kesalahpahaman di antara mahasiswa serta organisasi perjuangan lain. Berikut kutipannya:

    Pertama: seruan tersebut adalah seruan gelap yang bertujuan merusak citra perjuangan yang diemban AMP selama ini bagi Kemerdekaan Sejati Rakyat dan Bangsa Papua.

    Kedua: Kawan Roy Karoba adalah mantan Ketua Kota AMP Yogyakarta dan saat ini aktif sebagai anggota biasa, sehingga jelas bahwa seruan tersebut dibuat oleh Aparat Indonesia (TNI/Polri) yang tidak mengetahui keadaan organisasi AMP di Yogyakarta maupun secara Nasional Papua.

    Ketiga: AMP akan selalu memperjuangkan Kemerdekaan bagi Bangsa Papua Barat hingga Kemerdekaan itu terwujud.

    Keempat: tidak ada kata 'Setia' kepada NKRI yang ada adalah setia kepada perjuangan Kemerdekaan Bangsa Papua Barat.

    Kelima: kepada Kawan-kawan mahasiswa Papua di Yogyakarta maupun yang ada di pulau Jawa dan Bali untuk tidak terprovokasi oleh seruan maupun isu-isu yang menyesatkan. Tetap solid di barisan dan jalankan tugas sebagai mahasiswa untuk mempersiapkan diri membangun Bangsa dan Negara Papua Barat.

    Keenam: AMP akan tetap berjuang untuk kemerdekaan bangsa Papua sebagai negara merdeka bebas dari cengkeraman kolonialisme Indonesia. (M2/003/MS)

    Karya Tulis Ilimiah : Masuknya Papua Barat Ke NKRI Dan Lahirnya Gerakan-Gerakan Perlawanan

    KARYA TULIS ILMIAH
    MASUKNYA PAPUA BARAT KE NKRI & LAHIRNYA GERAKAN-GERAKAN PERLAWANAN
    (Sebuah Tinjauan Realita Sosial Penduduk Penduduk Pribumi Papua)



    DISUSUN OLEH :
    SAMUEL ROHROHMANA
    06.132.1673

    JURUSAN SOSIOLOGI
    FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
    UNIVERSITAS WIDYA MATARAM YOGYAKARTA
    2012

    I.    Pendahluan

    A.   Latar Belakang Masalah
    Menurut J. Ottow (1998: 29-30), konflik Papua bermula dari deklarasi wilayah Papua Barat oleh Negara Kesatuan Republik Indonesia pada bulan maret 1962, lewat suatu perundingan antara Belanda dan Indonesia atas perantaraan Amerika Serikat yang diwakili oleh Ellswort Bunker dihutland Washington. Perundindingan awal tidak menghasilkan keputusan disebabkan diPapua terjadi ketengangan persinjataan antara negara pencetus konflik yaitu Belanda dan Indonesia. Akhirnya dilanjutkan pada bulan juli 1962 oleh kedua negara itu dan berakhir dibulan agustus, serta menghasilkan sebuah keputusan yang dikenal dengan nama “perjanjian New York” atau New York Agreement tanggal 15-agustus 1969. 

    Ketika pulau penghuni orang-orang berkulit hitam dan berambut keriting atau “PapuaMelanesia” diserap masuk kedalam wilayah NKRI wilayah ini dipenuhi dengan kekerasan dan, kekuasaan diktatorial rezim penguasa yang sampai saat ini masih bercokol. Presiden pertama RI “Suekarno Hatta” merebut wilayah Papua Barat dengan Tri Komando Rakyat “ Trikora” yang saat itu didominasi pihak bersinjata atau militer Indonesia dari berbagai satuan.
     Pada bulan maret 1962 wilayah Papua Barat resmi menjadi anak asuh NKRI berbagai upaya untuk memasukan wilayah yang penuh SDA ini berakhir dipuncak dengan tragis, yakni ; mekanisme memasukan wilayah Papua Barat kedalam NKRI dengan cara yang cukup administratif. Namun nyatanya proses menuju pelaksanaan plebisit “PEPERA” dilakukan berdasarkan keinginan Jakarta. Setelah berhasil menyingkirkan kelompok-kelompok oposisi yang dianggap berbahaya, dicurigai simpatisan OPM yang sangat vocal menyampaikan aspirasi untuk merdeka ditangkap. Pembentukan dewan musyawarah (DMP) dibentuk sepihak tanpa sebuah kordinasi dan transparansi yang layak. Brigjen Ali Murtopo mendoktrin tokoh-tokoh Papua yang dianggap kritis dengan kalimat “ jakarta sama sekali tidak tertarik dengan orang Papua, akan tetapi jakarta tertarik dengan wilayah Papua. Jadi orang Papua ingin merdeka sebaiknya rakyat Papua minta kepada Allah agar diberikan tempat disalah satu pulau disamudra pasifik, atau menyuratilah kepada Amerika serikat untuk mencari tempat dibulan”. Walaupun M Hatta megakui bahwa orang Papua adalah ras melanesia yang berbeda dengan penduduk wilayah Indonesia lain, beliau menegaskan mestinya diberi ruang untuk mereka menyatakan sikap mereka menjadi sebuah negara yang merdeka.

    Setelah mencermati dan menimbang bahwa proses pepera akan dimenangkan maka tepat tanggal 14, juni 1969 penentuan pendapat rakyat “PEPERA” dilakukan pertama kali di Meraoke, dan berakhir diJayapura tanggal 2, agustus 1969. Dewan Musyawarah Papua "DMP" yang memiliki hak suara dibatisi pada hal penduduk asli Papua pada tahun 1960 - 1970 ± 700.000 jiwa, namun hanya diberi 1026 DMP yang memiliki hak memilih, mereka yang memiliki hak memilihpun diberikan opsi “ Merdeka bersama NKRI atau Merdeka bersama Papua akan tetapi mati” yang sesungguhnya adalah satu jiwa satu suara (one soul, one vote ), meskipun demikian akan ada kosekuensi yang ditanggung oleh mereka yang menentang keinginan Jakarta. Pada akhirnya proses pelaksanaan plebisit mutlak dimenangkan pihak Jakarta, semangat patriotisme dan rasa nasionalisme bangsa untuk merdeka sendiri harus takluk dan ada dalam bayang-bayang ketakutakan dalam dekade cukup lama, sikap-sikap kekritisan dideteksi lalu kemudian diberi lampu merah agar tidak melanggar. Peluang bersuara, berserikat serta dengan bebas menyampaikan keinginan dimuka umum benar-benar mati kutu, ketika rezim orba masih berjaya masyarakat pribumi Papua dikontrol dari propinsi sampai kampung atau dari pangdam sampai babinsa. Jika ditemui orang Papua yang bermimpi tentang nama Papua atau terang-terangan menyebut nama Papua dan Bintang Kejora tentu dijemput lalu pulang nama.

    Banyak sumber menilai “OPM” adalah lebel separatis ada sumber lain juga yang mengatakan OPM adalah GPK “ Gerakan Pengacau Keamanan” bagi orang Papua sendiri menilai bahwa, sebutan separatis dan GPK adalah bentukan Jakarta. Secara obyektif OPM adalah “ Gerakan perlawanan murni yang lahir dari keresahan dan rasa dendam orang-orang pribumi Papua, ketika menyaksikan istri dan anak-anak gadis diperkosa, keluarga dibunuh, saudara ditangkap tanpa alasan yang cukup relevan. Menurut pengertiannya OPM adalah kependekan dari “Organisasi Papua Merdeka” jadi berdasarkan subtansinya pengertian ini tidak dapat dikebiri menjadi pengertian yang dangkal seperti beberapa suber diatas, OPM lahir atas azas yang luhur namun sulit dipastikan gerakan ini berdiri sejak kapan. 

    Pasca reformasi mei 1998 yang berhasil menglengserkan pemimpin rezim orde baru (ORBA) dari tahta kekuasaanya, ± 32 tahun memimpin NKRI. Berkat reformasi organisasi atau kelompok-kelompok  yang sedikit tidak puas dengan kebijakan ataupun sistem bermunculan dan kian bercokol didataran West Papua, organisasi dan gerakan-gerakan perlawanan tumbuh seperti jamur yang bersemi dimusim hujan, dibawah naungan Mahasiswa-mahasiswa Papua yang menunjukan eksistensi kekritisannya dengan mendirikan kelompok-kelompok gerakan,  misalkan beberapa dibawa ini, yakni : (FNMPP) Front Nasional Mahasiswa Pemuda Papua, (AMP)  Aliansi Mahasiswa Papua, (KNPB) Komite Nasional Papua Barat, (GANJA) Gerakan Nasional Anti Penjajahan
    Dan organisasi-organisasi berpayung hukum dan politik bertaraf internasional untuk Papua juga telah bermunculan dibeberapa negara besar, sebagai alat propaganda untuk berkampanye isu-isu Papua Merdeka. beberapa lembaga yang bertaraf internasional terus mengkampanyekan masalah-masalah pelanggaram HAM dan atas penyelewengan sejarah yang terjadi dibumi Papua masa lalu, maka hadirlah (ILWP) International Lawyers West Papua (IPWP) International Parliamentarians For West Papua , dan (WPNCB) West Papua National Cordination Body                        

    B.    Pembahasan
    Pada dasarnya Negara kesatuan Republik Indonesia menganut paham negara demokratis, menurut kamus bahasa Indonesia demokrasi adalah kerakyatan; pemerintahan atas azas kerakyatan. Sedangkan definisi dari demokratis sendiri dapat dilihat dari dua buah tinjauan, yaitu tinjauan bahasa (etimologis) dan tinjauan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “cratein” atau“cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos (demokrasi) adalah keadaan negara di mana dalam sistem pemerintahannya kedaulatan berada di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat.
    Sedangkan secara istilah, arti demokrasi diungkapkan oleh beberapa ahli yaitu:
    a. Joseph A. Schmeter mengungkapkan bahwa demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu-individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat;                                                                                                            
    b. Sidnet Hook berpendapat bahwa demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa;                                                                                                                     
    c. Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan bahwa demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan-tindakan mereka di wilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih;                                                                                        
     d. Sedangkan Henry B. Mayo menyatakan bahwa demokrasi sebagai sistem politik merupakan suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. Affan Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk, yaitu pemaknaan secara normatif (demokrasi normatif) dan empirik (demokrasi empirik). Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi yang perwujudannya telah ada pada dunia politik praktis. Demokrasi empirik dianggap diterima oleh masyarakat karena dirasakan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat selama ini.

    Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah mengenai kehidupannya, termasuk menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada di tangan rakyat.

    Dari uraian latar belakang masalah diatas bahwa, dengan sendirinya NKRI telah mencedarai undang-undang dasar tahun 1945 no. 39 tahun 1999 tentang HAK ASASI MANUSIA (HAM) yaitu : (a). bahwa manusia, sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang mengemban tugas mengelola dan memelihara alam semesta dengan penuh ketaqwaan dan penuh tanggung jawab untuk kesejahteraan umat manusia, oleh pencipta-Nya dianugerahi hak asasi untuk menjamin keberadaan harkat dan martabat kemuliaan dirinya serta keharmonisan lingkungannya. (b). Bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgem, oleh karena itu harus dilindungi, dihormati, dipertahankan, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun; (c). bahwa selain hak asasi manusia, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antara manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; (d). bahwa bangsa Indonesia sebagai anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa mengemban tanggung jawab moral dan hukum untuk menjunjung tinggi dan melaksanakan Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa, serta berbagai instrumen yang telah diterima oleh negara Republik Indonesia; serta, (e). Disamping itu Indonesia merupakan anggota resmi PBB dan mengakui  Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional. Instrumen yang terdapat dalam undang-undang Roma yang menjadi landasan instrumen Hak Asasi Manusia yang diadopsi Indonesia, adalah :                                                                                 
    (a). Kovenan Internasional Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, menjadi  (UU    
          no. 11 tahun 2005
    (b). Konvenan Internasional Hak-hak Sosial dan Politik, menjadi (UU No.  
          12 tahun 2005)
    (c). konvensi Internasional Penghapus Segala Bentuk Diskriminasi Rasial, menjadi
          (UU No. 29 tahun 1999)
    (d). Konvensi Penghapusan segala bentuk diskriminasi Terhadap Perempuan,
          menjadi (UU No. 7 tahun 1984)
    (e). Konvensi menentang Penyiksaan dan Perlakuan Terhadap Perempuan, menjadi
          (UU no. 5 tahun 1999)
    (f). Konvensi Hak-hak Anak, menjadi ( Keppres No. 36 tahun 2000)

    C. Kesimpulan
    Berdasarkan uraian dan latar belakang sejarah, orang Papua sendiri tidak mengakui bahwa mereka adalah bagian integral NKRI, hal ini merupakan pengakuan (defacto). tetapi Secara (dejure) wilayah Papua Barat telah menjadi bagian integral yang utuh tidak dapat dipisah-pisahkan bagaimanapun dan dalam keadaan apapun, demikianlah komentar orang nomor satu direpublik Indonesia. Dalam sela-sela pertemuan KTT ASEAN Nusa Dua Bali SBY agustus 2011 lalu, mempunyai pertemuan penting terkait West Papua pun tercipta dengan orang nomor wahit Amerika serikat presiden Barack Obama sama-sama sepakat untuk mensejahtrakan orang Papua dengan Otsus jilit dua bahasa trand-nya adalah UP4B (Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat. UP4B merupakan impres No 5 tahun 2008 yang puncaknya ketika KTT ASEAN Nusa Dua Bali tahun 2011, SBY menyedorkan proposal UP4B dengan dalih memperbaiki orang Papua dari kemiskinan, ketidaksejahtraan, dan kebodohan yang melembaga itu. Dari sinilah dapat menarik benang merah bahwa SBY atau pemimpin siapapun yang merebut kursi nomor satu pada republik Indonesia ini, siap melakukan apapun asalkan Papua tetap ada dalam cengkraman integral NKRI. 

    pasca kongres II tahun 2000 terbentuk team seratus yang dipercayakan rakyat saat itu untuk mengawal aspirasi rakyat Papua dengan isi tuntutannya adalah; meminta Pemerintah Pusat memberikan ruang demokrasi untuk rakyat Papua menentukan nasib mereka sebagai sebuah bangsa yang merdeka. saat itu adalah Prof. Dr. Ir. Bahharudin Jusuf Habibie, yang menjabat sebagai presiden RI. Yang kemudian pemerintah pusat menjawabnya dengan UU No. 21. tahun 2001 tentang Otonomi Khusus. Kongres Papua III hasilnya atau jawabanya adalah UP4B, orang Papua minta merdeka pemerintah pusat punya banyak cara untuk Papua tetap tinggal dalam NKRI.

    sikap tidak puas inilah yang terus menghantui benak putra-putri Papua dan selalu menentang sistem negara ini dengan berbagai gerak-gerakan perlawanan yang sempat diuraikan diatas. Masalah integral masuknya Papua Barat ke NKRI ini akan selalu menjadi hantu dalam mimpi orang Papua yang kian waktu menghantuinya, Papua akan aman dan Jakarta akan nyaman solusinya hanya satu Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan arif dan bijaksana menyerahkan dan mengakui, pembentukan New Nugea Rad dalam mempersiapkan kebutuhan menjadi sebuah negara misalkan : Menetapkan lagu Hai Tanahku Papua (menjadi lagu Kebangsaan), Menetapkan burung Mambruk (menjadi Lambang Negara), Menetapkan Bintang Fajar yang sekarang dikenal Bintang Kejora (menjadi Bendera Kebangsaan). Maka secara politik Papua tengah mempersiapkan diri menjadi bakal calon sebuah negara, namun lagi-lagi segala upaya-upaya harus kandas atas suksesnya TRI KORA diatas tanah Papua dan segalanya telah bungkam sampai saat ini.


    D.   Daftar Pustaka
    a.    refrensi
    1.   Aliansi Mahasiswa Papua & PBHI, Berburu Keadilan diPapua, P_ Idea, Yogyakarta, 2006
    2.   Sendius Wonda, SH. M.Si, Jeritan Bangsa, Penerbit Galangpress, yogyakarta, 2009
    3.   Pius A Partanto & M. Dahlan Albarry, Kamus Ilmiah Populer, Arkola, Surabaya, 2001
    6.   http://suaraperempuanpapua.org
    7.   UUD No. 39 tentang HAM tahun 1999, didownload
    8.   Instrumen Hak Asasi Manusia Internasional, didownload
       b.   Wawancara via telp dengan kawan-kawan
    1.    AMP
    2.    FNMPP
    3.    Bpk S. Mambor


     Curriculum Vitae :
      


    Samuel Rohrohmana

    I. Data Peribadi :
    Tempat tanggal lahir : Fakfak, 16 oktober 1985
    Jenis kelamin  : Laki-laki 
    Status            : Belum menikah 
    Agama           : K. Protestan
    Alamat           : Jl. Wijaya GK IV/ 605 timoho- Yogyakarta
    Hp                 : 082135211723
    Email             : samuel.rohrohmana@ymail.com


     II. Pengalaman Kerja
    1.   Tahun 2007 - 2008, pernah menjadi relawan Masyarakat Fakfak Anti
    Korupsi
    2.   Tahun 2007 menjadi ketua panitia Reorganisasi Paguyuban Keluarga 
    Mahasiswa  Fakfak      Papua Se D.I.Y
    3.   Tahun 2010 diangkat menjadi pemimpin sidang Rapat Umum Anggota
    pada organisasi Paguyuban Keluarga Mahasiswa Fakfak Se D.I.Y
    4.   Tahun 2011 menjadi panitia penyambutan kunjungan peserta Konfrensi
    Asia - Afrika di  Universitas Widya Mataram 
    5. Tahun 2011 ditunjuk menjadi MC memandu acara natal mahasiswa  Fakfak
    Se - Jawa - Bali

    III. Pengalaman Organisasi 
         1. Tahun 2006 - 2008 terikat dalam anggota Serikat Mahasiswa Indonesia
         2.Tahun 2010 bekerja di Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua
         3. Tahun 2012 aktif di Aliansi Mahasiswa Papua cabang Yogyak

    ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP) SE-JAWA DAN BALI 15 AGUSTUS 2014


    Punya HATI untuk merdeka itu setiap rakyat papua pasti
    ada tapi aku sangat butuh bersuara dijalan walaupun panas atau hujan aku tidak perduli sekalipun di perantauan dalam kota
    Permasalahan Rasisme di Papua, terutama dalam perjuangan Papua merdeka sudah sangat parah menurut saya. Orang-orang Papua, harus diakui, berbeda ras dengan rayat Indonesia di daerah lain, tapi ketika perbedaan berbau rasial, entah itu warna kulit atau bentuk rambut yang berbeda tersebut dijadikan alasan untuk aspirasi politik lainnya seperti “Merdeka” atau “Referendum”, 

    Foto Zayur Bingga.
     
    Aksi Damai Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Se-Jawa Dan Bali 
    Tgl 15 Agustus 2014 di Surabaya Jawa Timur

     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif