photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

Siapa Mengurusi Ekologi Papua?

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

Siapa Mengurusi Ekologi Papua?

Oleh: Titus Krist Pekei, SH*)

Jujur saja, selama ini saya sangat bangga dengan alam Papua yang kaya akan flora, fauna, mineral, kekayaan sosial, dan kekayaan heterogen budayanya. Melihat keadaan itu, saya bergumul:Tuhan terima kasih atas ciptaaMu, bumi Papua yang saya banggakan dalam harianku. Saya baru sadar, ketika di atas kesengsaraan, kemelaratan dan keterbelakangannya rakyat Papua puas dengan menyebut tanah Papua kaya-raya tanpa menikmati hasilnya. Orang seberang datang dengan segala akal untuk menggerogoti potensi di tanah Papua. 

Rakyat Papua tidak memiliki daya untuk membendung eksploitasi kekayaan alam tanah Papua dan tenaga manusia Papua. Hukum tidak berpihak lagi, hanya milik pemodal dan penguasa. Tidak ada tempat untuk rakyat Papua mengadu lagi maka – Bapak Gubernur, Bupati, Walikota, bapak/Ibu MRP, DPR-P ke mana hatimu kau simpan? 

Bung NAPI dilayar TV mengatakan WASPADALAH, WASPADALAH, WASPADALAH. Itu berarti harus dincermati dengan baik sebelum memberikan izin kepada perusahaan tertentu agar tidak tertipu, oleh perusahaan legal yang ternyata illegal. Agar tidak seperti saat ini setelah masalah sudah terjadi baru sadar akan adanya illegal logging, illegal fishing, illegal PETI, dan lainnya. Kalau bukan sodara dan saya (pemerinah dan kita masyarakat) berarti siapa yang akan mengurusi ekologis di tana Papua. 

Ekologi Papua, sebagai suatu sistem yang terdiri dari ragam subsistem memiliki daya tampung dan daya dukung yang tidak terbatas. Oleh karena itu, untuk mempertahankan kelestarian lingkungan tersebut perlu diterapkan berbagai instrumen, seperti pemantauan, pembinaan, pengawasan, dan penegakan hukum terhadap berbagai kegiatan yang menimbulkan dampak perusakan dan pencemaran terhadap lingkungan hidup. Tindakan preventif dan represif di bawah pengawasan instansi terkait yang jelas, bijak, serta transparan tanpa ada konfromi sepihak dengan siapapun. 

Subsistem dikategorikan berdasarkan lingkungan sosial, lingkungan buatan dan lingkungan alami, ketiganya akan menyatu dan berinteraksi sesuai fungsi dan kegunaan. Interaksi antara lingkungan hidup dalam pengertian ekologi tidak mengenal batas wilayah dalam Provinsi Papua yang luas dengan wilayah Kabupaten/Kota dan tidak boleh dipisahkan secara ekologis. Akan tetapi pertumbuhan Kabupaten/Kota dan perlindungan (proteksi) lingkungan di tingkat lokal sangat dibutuhkan sebagai rambu/pemantau dalam era Otonomi Khusus.

Bagaimana peraturan khusus mengenai lingkungan ekologis yang kondusif tanpa mengorbankan taraf hidup masyarakat lokal Provinsi Papua baik Kabupaten/Kota hingga ke desa-desa dalam merealisasikan makna otsus? Nampaknya, buat bapak-bapak pejabat gubernur terpilih dan para bupati/walikota serta MRP, DPRP akan teruji kecakapan/ketajaman berpikir multi-aspek dalam mengembang tugas di Tanah Papua. Karena selama ini, pejabat daerah Papua (Provinsi, Kabupaten/Kota) sangat lamban memaknai Otonomi Khusus. Tidak pernah ada kebijakan mengenai perlindungan lingkungan atau manajemen pertumbuhan ekonomi kerakyatan secara memadai karena sikap politik lebih memihak kepada pertumbuhan ekonomi kapitalis tanpa memperdulikan konsekuensi terhadap lingkungan alam dan sosial-budaya. Akhirnya, untuk ke depan di erah otonomi khusus, Papua haru dilegalkan peraturan melalui perdasi dan perdasus yang membutuhkan keseriusan dalam penanganan masalah ekologi.

Siapa saja – ketika menyimak pulau Papua, selalu mengatakan Papua masih perawan lingkungan dengan ukuran luas hutan. Dan komentar lepas lain dikatakan, Papua sangat potensial dengan sumber daya alam (SDA) dengan ukuran emas, tambang dan perak. Sedangkan orang Papua sendiri dijepit antara Papua yang Perawan dan Papua yang potensial. Berarti, untuk ke depan orang Papua harus di posisikan sebagai apa? Orang Papua tetap berpikir alam Papua masih perawan akan tetapi baru sadar ketika ditinggalkan dalam kondisi compang-camping setelah dikeruk kekayaan alamnya. Dan sadar setelah potensi SDAnya di keruk/kuras, hanya meninggalkan multi dampak. 

Apabila tenggok kondisi sebelumnya, kebijakan pusat tidak menjadi solusi maka inovasi lokal melalui perdasi dan perdasus menjadi solusi serentak di semua wilayah. Namun, cenderung bersifat sementara mengalami kekosongan dukungan dari tingkat yang di atasnya (pusat). Akibatnya, kondisi lokal dan sikap/persepsi masyarakat menentukan (termanisfestasi) keseimbangan antara pertumbuhan kota dan perlindungan lingkungan (Harris & King, 1988). Nilai-nilai masyarakat membentuk pendekatan perencanaan lokal sehingga implementasi sangat terkait dengan tujuan dan nilai dari masyarakat itu sendiri. 

Pejabat lokal Papua harus dekat dengan lingkungan sosial, budaya dan alam dalam proses perencanaan pembangunan lokal merupakan interaksi yang berkesinambungan, seperti berikut: 

(1) Kondisi dan nilai-nilai masyarakat sudah mendukung agar dapat munculnya program perlindungan lingkungan di tingkat lokal. Masyarakat menjadi lebih perduli terhadap pelayanan pubilik, termasuk program perlindungan lingkungan. Kepentingan akan sumber daya alam juga diperkuat dengan adanya persepsi masyarakat yang proaktif.

 (2) Pendekatan perencanaan pemerintah daerah ditunjuk untuk dapat menuangkan nilai-nilai masyarakat ke dalam tindakan dan program yang spesifik. Seiring berjalannya waktu, masyarakat menjadi semakin mengerti akan pentingnya kaitan antara pembangunan ekonomi dan ekologi. Sektor ekonomi seperti pariwisata dan produksi pertanian sangat bergantung pada kondisi lingkungan yang baik dan seringkali mendukung program lingkungan. Walaupun usaha ini tidak dapat menghentikan kenaikan pertumbuhan, namun semakin disadari bahwa kegiatan pertanian dan pembatasan penggunaan lahan mempunyai hubungan dalam membantu pertumbuhan. 

(3) Rencana dan kebijakan spesifik bagi masyarakat dengan menggunakan preservasi ruang terbuka hijau, zoning untuk wilayah luas, dan program perlindungan pertanian untuk menghindari biaya tambahan dari adanya pertumbuhan dan untuk meniadakan penduduk pada suatu lokasi (Burns, 1980; Frieden, 1979). Pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban dalam menghindari pembangunan pada wilayah rawan banjir, longsor, gempa, erosi, dan sebagainya pada sejak dini. Pemerintah juga tidak boleh menerapkan program dan peraturan yang dapat menimbulkan tantangan legal, membahayakan bagi individu/pemilik lahan, ataupun yang dapat meningkatkan biaya untuk pelayanan publik.

Implementasi dalam proses ini dimulai dengan adanya visi dari hasil lingkungan yang diinginkan. Dengan adanya bukti teknis menyangkut evaluasi sains dan rencana, maupun dari segi legal dan finansial. Program lingkungan yang diusulkan berdasarkan keuntungan terhadap masyarakatnya dan kemampuan kota untuk membiayai program dan menyediakan sumber dayanya, sehingga reaksi dan dukungan dari publik dan swasta dapat terakomodasi. Dengan berjalannya waktu, proses ini akan mendapat gambaran mengenai tingkat penerimaan (acceptancy) terhadap program. Implementasi yang sukses terjadi apabila sikap/persepsi masyarakat dan nilai-nilai perlindungan lingkungan konvergen (sama). 

Saya sangat setuju dengan prospek perencanaan yang berasal dari masyarakat, bukan hanya masyarakat yang dilibatkan secara aktif maupun pasif dalam perencanaan partisipatif, tetapi gerakan perencanaan harus berasal dari masyarakat itu sendiri. Seperti yang telah disebutkan sebagai bahasan dalam materi presentasi saya, yaitu bahwa perencanaan untuk melindungi lingkungan di tingkat lokal (Kabupaten/Kota) di Papua, memang berasal dari aspirasi masyarakat itu sendiri yang telah menyadari akan kualitas kehidupan, termasuk dalam melindungi wilayah lingkungan yang sensitif. 

Papua mempunyai persoalan serius, yaitu selain masyarakatnya yang tidak terlalu peduli/ber’kesadaran’, tetapi pegawai negeri maupun pejabat di tingkat lokal/provinsi/pusat juga tidak mempunyai kesadaran untuk mengindahkan peraturan yang telah dibuat. Peraturan juga takkan berarti tanpa dukungan masyarakat, dan gerakan masyarakat juga takkan berarti tanpa pejabat/peraturan yang mendukungnya. Dalam proses ini harus ada hubungan yang timbal-balik (mutual), dan saling mempercayai antara masyarakat dan pemerintah (Daerah, Provinsi, Pusat). 

Tetang ekologi adalah masalah proses jangka panjang, tidak seperti pertumbuhan ekonomi yang hasilnya jangka pendek. Permukaan tanah yang subur merupakan hasil proses bertahun-tahun, oleh karena itu perlu diwaspadai dan dipelihara penggunaan tanahnya. Walaupun Provinsi Papua-Indonesia tertinggal dari negara-negara maju yang telah lebih dahulu mengalami masalah–masalah lingkungan ini, tetapi harus dimulai sekarang gerakan-gerakan peduli lingkungan sebelum lingkungan kita rusak oleh orang-orang yang tidak peduli akan kehidupan.
Hal ini dapat menjadi pelajaran bagi kita di negara berkembang saja, tetapi di negara maju pun mengalami kesulitan dalam melindungi alam. Namun keseluruhannya ini membutuhkan dukungan dan kerelaan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan alam Papua, karena pembangunan atau pertumbuhan juga takkan berhasil tanpa daya dukung lingkungan. Lingkungan menjadi hak semua orang di masa sekarang maupun masa mendatang, oleh karena itu lingkungan Papua perlu diproteksi agar dapat tercapai pembangunan yang berkelanjutan. Mari kita mengurusi masalah Ekologi di Tanah PAPUA, tanpa saling melempar dan mengetahui tanpa melibatkan semua pihak [stakeholders] baik pemerintah, swasta, LSM, masyarakat, akademisi, dan semua komponen masyarakat yang ada di Tanah Papua. Jika memahami fungsi semua pihak/stakeholders berarti akan terwujud impian dan makna otsus yang sudah ada beberapa tahun zilam. Akhirnya, dengan mata hati untuk melihat, menjaga dan memelihara ekologis demi mewujudkan harapan bersama dari sekarang untuk ke depan dalam konteks pembangunan berkelanjutan yang arif, bijaksana, akomodatif, akuntabel dan transparan. Semoga !!!

Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Jogjakarta
*) Alumni Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Aktivis masalah Ekologi.

Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.
Share this post :