Sinergi Investasi – Ekonomi Kerakyatan
Jeffrey Sandra Irawan*)
GLOBALISASI, sudah menjadi realita yang tidak bisa lagi dielakkan
saat ini. Hal ini bukannya tanpa konsekuensi. Era persaingan ketat ini
seolah memaksa semua orang yang hidup di zaman ini untuk menjadi
kreatif, jika ingin bertahan dalam arus deras globalisasi. Sesungguhnya
tidak ada yang salah dengan globalisasi dan modernisasi. Karena ini
sesuai dengan sifat manusia yang pada dasarnya adalah makhluk yang
dinamis, dan selalu berusaha untuk berinovasi menemukan sesuatu demi
kehidupan yang lebih baik.
Dalam upaya untuk mengimplementasikan gerakan pembaruan ke arah yang
lebih baik, hal yang tidak bisa dipungkiri adalah dibutuhkannya dana.
Dalam hal ini, menggerakkan investasi merupakan salah satu alternatif
untuk memenuhi kebutuhan ini. Namun masalahnya adalah ketika kepentingan
investor malah menjadi semacam parasit yang dirasa merugikan
kepentingan umum (masyarakat sekitar). Bahkan terbentuk opini masyarakat
bahwa investasi telah membunuh ekonomi kerakyatan. Hal ini kemudian
menimbulkan sikap apriori dan antipati masyarakat, dan mengerucut
menjadi resistensi dan penolakan penduduk lokal terhadap pendatang yang
ingin berinvestasi.
Sikap penolakan terhadap segala bentuk investasi seharusnya tidak
perlu terjadi, jika masyarakat memahami benar investasi, dan mampu
membedakan antara investasi yang membawa dampak negatif atau investasi
yang justru membawa kemaslahtan bagi masyarakat luas. Dengan demikian
diharapkan pemerintah selaku regulator dapat konservatif dan selektif
dalam menyetujui proyek investasi pada suatu daerah.
Namun demikian, jika melihat pada apa yang terjadi di Papua, secara
jujur harus diakui bahwa investasi yang berjalan selama ini cenderung
tidak membawa manfaat kepada masyarakat lokal. Ini dapat dilihat dari
bagaimana buruknya kesejahteraan masyarakat, sementara pemodal besar
dengan “liar dan tamak” mengeksploitasi sumber daya Papua yang luar
biasa berlimpah, demi keuntungan pribadi.
Diakui atau tidak, ini akibat dari besarnya keberpihakan pemerintah
(baik pusat maupun daerah) kepada pihak investor sehingga investasi yang
bertamu di tanah Papua, hasilnya tidak terdistribusi secara adil merata
dan hampir tidak dirasakan masyarakat Papua. Masalah lain yang
mendasari adalah pemilihan investasi yang melulu pada proyek eksploitasi
sumber daya di Papua. Padahal jika pemerintah sungguh-sungguh ingin
meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua dengan investasi, maka
seharusnya investasi yang perlu digalakkan adalah investasi bidang
infrastuktur. Infrastruktur yang utama adalah bidang pendidikan, baru
kemudian disusul dengan perbaikan di bidang lain, seperti jalan,
instalasi listrik, fasilitas pendanaan bagi usaha kecil dan menengah
(UKM), dan lain-lain, yang nantinya akan mendukung pertumbuahan ekonomi
yang lebih merata di Papua.
Belum siap? Ya Bersiap-siap
Ada yang mengungkapkan bahwa umumnya masyarakat Papua belum siap
menghadapi investasi. Lantas apakah kemudian menerima semua ini dengan
menolak investasi? Jika yang terjadi demikian maka perbaikan tingkat
kesejahteraan hanya bisa menjadi sekedar mimpi indah yang tidak akan
pernah terwujud nyata. BANGKIT! itu kata kunci yang harus dipegang untuk
terbebes dari keterpurukan.
Masyarakat Papua memandang bahwa pendatang lebih makmur daripada
penduduk asli. Kondisi ini seharusnya justru menjadi motivasi bagi
masyarakat untuk berkata “Jika mereka bisa demikian sukses, mengapa saya
tidak bisa? Saya punya jumlah tangan yang sama dengan mereka. Saya pasti bisa”.
Namun memang, sekedar semangat untuk bangkit saja, sama sekali tidak
cukup untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Tentu dibutuhkan adanya
dukungan dari pemerintah dalam hal ini. Sebagai langkah awal untuk
memulai hal itu, yang pertama MUTLAK harus diperbaiki adalah pendidikan,
yaitu bagaimana mengusahakan untuk membuka wawasan masyarakat dengan
pendidikan. Ini penting, karena dengan menjadi terdidik, masyarakat
tidak akan dengan mudah dibodohi, dan dapat selalu berinovasi.
Pertanyaannya, pendidikan macam apa? Tidak harus pendidikan formal,
perbaikan pendidikan masyarakat bisa dimulai dengan
penyuluhan-penyuluhan serta pelatihan-pelatihan praktis yang dapat
dipakai langsung, sambil secara bertahap terus memperbaiki pendidikan
formal.
Sebagai contoh pendidikan non formal adalah pelatihan masyarakat
mengenai budi daya kopi atau kakao. Ini harus dilakukan secara serius
dan komprehensif, yaitu dari mulai pemerolehan modal, pembukaan lahan,
pengolahan, hingga pemasaran hasil harus sungguh-sungguh dikuasai oleh
petani sehingga benar-benar dapat dijalankan secara profesional dan
mandiri. Selain itu, tentu ada banyak sektor yang bisa dikembangkan
masyarakat Papua, tanpa harus mengorbankan kelestarian tanah Papua.
Dalam hal ini tentu pemerintah harus menjadi penggerak utama, namun
jika hanya mengandalkan pemerintah, usaha perbaikan sistem pendidikan
tentu tidak akan optimal. Perlu dukungan berbagai pihak seperti
akademisi (universitas), gereja, dan elemen-elemen lain yang bisa
berkontribusi menjadi tenaga pengajar dadakan untuk sesedar membagikan ilmu kepada masyarakat untuk diterapkan.
Setelah masyarakat cukup siap untuk berpraktik, baru kemudian ekonomi
kerakyatan dapat digerakkan secara sehat. Hal ini dapat diawali dengan
menggali potensi-potensi masyarakat untuk mengelola sumber-sumber daya
Papua, baik secara individu atau berkelompok dalam bentuk koperasi.
Sungguh beruntung di Indonesia memiliki sebuah sistem ekonomi kerakyatan
yang dikenal dengan ekonomi koperasi. Sayangnya belakangan koperasi
mulai terlupakan, padahal sistem ini sangat tepat diterapkan untuk
usaha-usaha kecil, para anggota koperasi bekerja sama dengan tujuan yang
sama yaitu kesejahteraan seluruh anggota. Namun demikian, ada hal yang
sangat perlu diperhatikan dalam koperasi yaitu adalah prinsip kejujuran
dan saling percaya antaranggotanya jika tujuan koperasi sungguh ingin
tercapai secara optimal.
Selain koperasi, masyarakat juga dapat memilih bentuk alternatif
usaha lain seperti usaha kecil dan menengah (UKM). Model usaha ini juga
merupakan sistem berkelompok, namun lebih bersifat sentralistik, seorang
yang mendirikan suatu usaha tertentu dan merekrut beberapa orang
sebagai pegawai. Namun, dalam hal ini yang sering menjadi hambatan utama
adalah masalah sulitnya memperoleh modal untuk memulainya. Dalam hal
ini perlu adanya lembaga, baik pemerintah maupun swasta yang bersedia
untuk memenuhi kebutuhan modal UKM.
Mensinergikan Masyarakat dengan Investasi
Seperti telah disebutkan sebelumnya, bahwa investasi tidak seharusnya
menjadi musuh bagi masyarakat, namun seharusnya investasi dapat
diusahakan agar menghasilkan mutual benefit yang menguntungkan semua pihak, baik masyarakat, pemerintah, dan tentunya para investor.
Untuk mewujudkan hal itu, perlu adanya usaha untuk membangun sebuah
sinergi yang sehat antara kepentingan investasi dan masyarakat, yaitu
dengan mengutamakan investasi yang secara langsung memberi manfaat
kepeda masyarakat setempat. Jika sebelumya disebutkan masalah permodalan
dalam memulai UKM, maka investasi bidang pendanaan seperti lembaga atau
Bank Perkreditan tentu cukup relevan untuk diutamakan, dalam menjawab
masalah ini.
Selain itu, bentuk investasi lain yang perlu diutamakan adalah
proyek-proyek seperti pembangunan infrastruktur, pendidikan, pengolahan
hasil pertanian dan perkebunan, serta bentuk-bentuk investasi lain yang
akhirnya dapat membantu menggerakkan perekonomian secara lebih luas,
tanpa harus dengan proyek investasi yang melulu mengeksploitasi
sumber-sumber alam yang perlahan tapi pasti dapat mengahacurkan tanah
Papua yang indah dan kaya.
Untuk mengimplementasikan hal ini, tentu dibutuhkan waktu yang cukup
pajang. Selain itu, yang sangat dibutuhkan adalah komitmen yang kuat
dari semua pihak untuk bersama-sama terus berusaha agar keselerasan
tujuan investasi dan peningkatan kemakmuran masyarakat sungguh-sungguh
dapat terwujud. _AMDG_
Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) KK Jogjakarta
*) Mahasiswa Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta