photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label Siswa Bicara. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label Siswa Bicara. Tampilkan semua postingan

    Siswa Bicara: Kami dari Anak anak sekolah DKI Yahukimo 100% Mendukung (KNPB) Untuk Perjuangan Tanah Kami

    100% kita orang papua perlu bebas. Indonesia membunuh begitu banyak dari kita selama 53 tahun. Sekarang 500.000 orang Papua sudah dibunuh. oleh karena itu,kami dari Anak anak sekolah DKI Yahukimo 100% Mendukung (KNPB) Untuk Perjuangan Tanah Kami





     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg
    Situs ini adalah situs online aktivis suara papua merdeka yang dikembangkan oleh Biro Media dan Propaganda Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komite Kota Malang-Surabaya. Anda diperkenankan untuk BERBAGI (menyalin dan menyebarluaskan kembali materi ini dalam bentuk atau format apapun) dan ADAPTASI (menggubah, mengubah, dan membuat turunan dari materi ini untuk kepentingan apapun, termasuk kepentingan komersial). Informasi dalam situs ini masih harus dikonfirmasi kepada pengelola situs di melanesiapost@gmail.com (Activis Independence of Papua/Pengembang Situs)

    Alexander Gobai: Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Generasi Papua

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Pengaruh Kebudayaan Luar Terhadap Generasi Papua

    Oleh Alexander Gobai*)

    Semakin generasi muda Papua mengenal kebudayaan luar, semakin pula tidak mengenal dengan kebudayaan aslinya sendiri,  kebudayaan Papua. Kebudayaan luar telah berada di atas tanah Papua selama masa penjajahan sampai pada saat ini. Kebudayaan luar boleh dikatakan kebudayaan modern. Kenyataan ini, tidak bisa di pungkiri atau tidak bisa dibatasi oleh orang lain.

    Kebudayaan luar ini telah berada di Papua dan pengaruhnya sangat kuat terhadapa generasi Papua. Contoh, kita bisa melihat dalam keluarga kita. Ada yang tidak mengenal dengan bahasa aslinya (Adatnya) sendiri. Ada pula yang terpengaruh dengan cara memakai pakaian budaya luar. Kondisi ini sangat disayangkan sekali dengan kebudayaan Papua.

    Kebudayaan merupakan suatu kebiasaan yang telah tercantum dalam kehidupan. Dengan demikian, kebudayaan yang kita miliki telah menjadi kodrat dan telah menjadi darah daging dalam hidup kita. Oleh karena itu, orang lain tidak bisa mengganggu gugat dengan begitu saja terhadap budaya kita yakni budaya Papua.

    Kebudayaan asli Papua telah dan mulai hilang satu demi satu. Problemnya ialah mengapa generasi Papua terlalu cepat mendapatkan pengaruh dari luar khususnya kebudayaan luar. Ada beberapa faktor. Faktor keluarga, faktor pendidikan di sekolah dan juga sebagian dari anak-anak sama sekali tidak mau tahu dengan kebudayaannya sendiri. Mereka lebih lebih utamankan budaya luar. Bahasa misalnya, anak-anak muda lebih pentingkan Bahasa Indonesia dengan logat “gue dan elo”.

    Salah cara untuk mengatasi hal ini ialah pertama orang tua. Maka, peran orang tua harus mengajari kebudayaan kepada anak-anak. Jangan orang tua membiarkan anak-anak begitu saja. Kedua, adalah sekolah di Papua harus memberikan ruang untuk belajar budaya Papua. Ketiga, anak-anak Papua harus sadar diri bahwa kita adalah orang Papua dan memunyai budaya sendiri. Salam budaya Papua!

    *) Tamat dari SMA Adhi Luhur Nabire-Papua tahun 2012
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    Masalah Papua: Dengar Suara Hati Orang Papua

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Masalah Papua: Dengar Suara Hati Orang Papua

    Oleh Topilus B. Tebai*)

    Rentetan besar kasus kasus kekerasan yang terjadi di bumi Papua semakin menjadi-jadi. SBY dalam beberapa kesempatan lalu telah menyatakan pernyataan yang sangat indah, dengan mengatakan akan mengedepankan pendekatan kesejahteraan, tetapi kenyataannya tidak seindah kata-kata itu. Militerlah yang terus didatangkan.

    “Kami berikan jempol untuk wacana dan pernyataan yang bagus. Tapi kita berhadapan dengan realita yang berbeda. Setiap hari ada penembakan yang tidak pernah ditangkap. Ada yang mengatakan, (pelaku) ini OPM. Dari mana OPM? Menurut kami, kekerasan dan perlakuan yang tidak adil sudah lama terjadi dan belum diselesaikan,” kata Pdt Benny Giyai. (Baca: Kompas 3 Juli 2012).

    Sementara itu, kekerasan oleh TNI dan OTK di Papua terus berlanjut. Penembakan terhadap peserta kongres Papua III oleh militer Indonesia, berlanjut lagi dengan ditembaknya Mako Tabuni, yang adalah Aktivis KNPB, yang meninggal dengan sangat menyedihkan, karena 6 buah peluru bersarang di tubuhnya, dari jarak yang dekat. Berlanjut lagi dengan penyisiran dan semakin banyaknya militer yang datang ke Papua, membuat masyarakat tambah resah. Ingatan penderitaan dan perlakuan yang tidak adil, terutama tentang ingatan akan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, hanya membuahkan trauma yang berkepanjangan bagi bangsa Papua (Baca: Voice Of Amerika. Kunjungi juga: http://www.voaindonesia.com/content/saksi-dan-korban-pelanggaran-ham-di-papua-alami-trauma-panjang/1349207.html).
    seorang Warga Negara Jerman, Dietman Pieper, ditembak saat bersantai di pondok wisata Port Numbay, Distrik Japut, Kelurahan Tanjung Ria, Jayapura 29 Mei lalu. Korban mengalami luka dan dirawat di RS di Singapura setelah sebelumnya dirawat di RSUD Jayapura.

    Kemudian, seorang remaja bernama Gilbert Febrian Madika (16) menjadi korban penembakan orang tidak dikenal di kawasan Skyline Jl Raya Jayapura-Abepura (4/6/12). Kejadian penembakan pun kembali terjadi esok harinya, Selasa 5 Juni. Sekelompok orang tidak dikenal melakukan penembakan terhadap dua orang warga sipil, Iqbal Rival dan Hardi Javanto. Peristiwa tersebut terjadi di Jayapura, atau tepatnya Jalan Raya Jayapura menuju Abepura. Pada hari yang sama, anggota TNI Pratu Frangki Kune (25) ditemukan terkapar bersama dua warga sipil yang ditembak Orang Dikenal (OTK).

    Para korban penembakan tersebut harus menjalani perawatan intensif di RumahSakit. Setelah itu, Rabu 6 Juni sekitar pukul 21.10 WIT penembakan kembali terjadi di Jalan Baru belakang Kantor Walikota Jayapura, Arwan Apuan seorang PNS Perhubungan Kodam XVII Cendrawasih harus dirawat intensif setelah peluru mengenai leher kiri tembus rahang kirinya.Kemudian baru-baru ini seorang satpam pertokoan Saga Mall Abepura yang nyambi menjadi tukang ojek menjadi korban penembakan OTK di halaman FKIP Universitas Cenderawasih, korban Tri Surono (35) tewas di lokasi kejadian dengan luka tembak di leher bagian belakang dan punggung. (Kunjungi:http://news.okezone.com/read/2012/06/20/337/650158/ penembakan-di-papua-agar-anggaran-polri-naik).

    Sementara akses informasi bagi orang luar dibatasi untuk datang ke Papua. Seperti pelarangan wartawan dari luar Papua, khususnya dari luar negeri dibatasi untuk mengambil gambar, atau informasi, terkait dengan rentetan peristiwa yang selama ini terjadi di Papua. Hal ini sedikit terkesan dan dapat saja ditafsirkan pemerintah dan TNI melindungi dan menutupi apa yang sebenarnya terjadi di Papua, agar tidak diketahui dunia luar.

    Banyak pihak melilai, pemerintah RI tidak memerhatikan, tetapi cenderung menganaktirikan bangsa Papua di tanah Papua. Papua membutuhkan kurang lebih 5.000an guru atau tenaga pengajar, tetapi malah TNI yang terus didroping. (kunjungi: http://majalahselangkah.com/papua-kekurangan-5000-guru-tni-terus-didroping/). Kualitas pendidikan dan layanan kesehatan jauh dari yang semestinya. Semua ini membuat bangsa Papua mengalami degradasi kepercayaan terhadap pemerintah RI.

    Maka komentar ketidakpuasan pun datang dari berbagai pihak. “Tanah Papua Damai hanya slogan. Bagaimana bisa damai, hak politik masyarakat Papua dipasung, mereka lapar, kesehatan mereka buruk, sekolah mereka tidak lanjut. Omong kosong kesepakatan itu. Itu tidak ada realisasinya,” ujar Frans Ansanay, seorang pengamat Papua , seperti yang dilangsir media Okezone, Kamis (21/6/2012.

    Sementara itu, Diaz Gwijangge, anggota Kaukus Parlemen Papua(KPP), mengatakan dalam sebuah kesempatan; “Apa yang kamu (Indonesia) inginkan, semua sudah kami berikan. Semua tambang sudah kamu ambil, emas kami (Papua) kamu keruk. Apalagi yang kurang? Kenapa orang kami (Papua) kamu habisi?” (Kunjungi: http://www.suarakarya-online/. com/news .html?id=305694).

    Sementara itu, dengan lantang Jaringan Damai Papua dan masyarakat Papua meminta Dialog bermartabat, antara Jakarta dan Papua, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang berposisi netral. Namun, pemerintah tidak menggubrisnya. Hal ini membuat banyak pihak bertanya; Apa maunya RI? Mengapa kekerasan dan militerisme layaknya DOM terus ada dan dipelihara di Papua?

    Apabila benar, pemerintah itu ada untuk melayani rakyat, dan pemerintah adalah pelayan rakyat; dan benar juga bahwa segala kebijakan itu harus berdasarkan keinginan dan kebutuhan, serta menjawab kebutuhan masyarakat; juga karena pemerintahan pada dasarnya adalah dari rakyat, pemerintah ada oleh rakyat, dan ada untuk rakyat, maka sudah sepantasnya pemerintah RI mendenagrkan apa kata orang Papua terkait semua hal yang terjadi di tanah Papua, dan tidak menutup mata terhadap semuanya. Jawb apa keinginan mereka.

    Bagaimana cara mendengar apa kata hati orang Papua? Apabila RI memang ingin menjadi negara demokrasi sejati, maka dengarkanlah seruan dan keinginan, serta suara hati orang Papua. Mari adakan dialog bermartabat, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral, dengan perwakilan orang Papua. Bila tidak, tidak ada salahnya jika diadakan Penentuan Pendapat Rakyat, dengan beberapa opsi bagi orang Papua, antara lain; 1) Tetap menjadi bagian NKRI, dengan Otonomi seluas luasya. Atau 2) Kemerdekaan bagi orang Papua. Sisi historis dan culture mendukung hal ini. Karena bukan sebuah omong kosong belaka, bahwa Papua juga adalah sebuah bangsa yang berhak untuk menentukan bagaimana kehidupannya ke depan, terkait eksistensinya sebagai sebuah bangsa, yang semartabat dengan bangsa-bangsa lain di jagad ini.

    *) Penulis adalah calon Mahasiswa Baru, tamat SMA tahun 2012

    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    Togel Membunuh Generasi Papua

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Togel Membunuh Generasi Papua

    Oleh Alexander Gobai*)

    Ancaman berat yang dihadapi oleh masyarakat Papua saat ini adalah Togel alias Toto Gelap. Kehidupan masyarakat Papua sangat sensitif dengan beradaan Togel. Dengan adanya Togel, kehidupan masyarakat Papua tidak mengenal dan mengingat dengan waktu. Dan, kehidupan mereka telah tergantung dengan Togel.
    Di Kabupaten Nabire banyak terdapat Pos-pos Togel, terutama di jalan Auri tepat di SMA YAPIS dalam. Salah satu tempat ini menjadi pintu utama untuk melakukan Judi Togel. Kadang-kadang keberadaan mereka (bandar Togel) tak mengenal dan mengetahui pengaturan waktu.

    Dengan adanya Togel ini, tanpa sadar masyarakat Papua sudah  terpengaruh dengan Togel. Memang benar bahwa masyarakat Papua telah terjerumus ke dalam pengaruh Togel. Togel sendiri merupakan suatu permainan yang dilakukan antar individu dengan individu. Artinya bahwa karena dengan adanya Togel mereka akan melakukan kegiatan interaksi antara individu dimana yang satu pihak membeli kupan kepada penjual kupan.

    Memang baik untuk melakukan kegiatan Togel. Dengan hal itu, kita bisa mendapatkan uang dari permainan Togel dan juga kita bisa memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup kita. Namun, di balik itu ada pengaruh besar yang membuat kehidupan masyarakat Papua menjadi penyakitan. Artinya bahwa mulai dari pagi sampai malam dan dilanjutkan lagi dari malam sampai pagi hitung togel. Hal ini bisa mengakibatkan sakit. Tidak hanya itu, masyarakat juga menjadi malas kerja. Masyarakat menjadi tergantung pada Togel.

    Togel telah berjalan dari tahun 1999-an sampai saat ini. Hal ini sangat disayangkan sekali ketika masyarakat Papua telah masuk ke dalam situasi seperti ini. Yang mejadi pertanyaan ialah, mengapa para siswa/i baik SD, SMP, SMA, mahasiswa serta masyarakat pun ikut turut ke dalam situasi ini. Yang paling disayangkan lagi ialah siswa SD dan SMP ikut terut ke dalam pengaruh Togel. Apa gunanya jika kita mengikuti arus buruk ini. Hal ini merupakan perubahan buruk yang ada saat ini.

    Jangan dikasih biarkan generasi-generasi penerus bangsa Papua mengikuti kehidupan yang buruk ini. Ketika kita membiarkan mereka dengan begitu saja maka mereka akan lebih hancur lagi untuk melakukan permainan Togel ini secara terus-menerus. Dengan demkian, para orang tua harus memerhatikan hal ini. Jangan biarkan karena hal ini akan berdampak kepada setiap individu.

    Ketika orang tua sedang menghitung Togel dan anaknya pun juga mengikuti bapanya maka lengkaplah sudah. Hal ini yang harus diperhatikan oleh kedua orang tua. Jangan membiarkan anaknya untuk menghitung Togel, namun orang harus tegas untuk menyingkirkan dari kehidupan Togel.

    Togel  telah menjadi kebudayan baru. Sebab, meskipun Togel bisa membantu dan mengurangi keberatan dari kehidupan keluarga. Namun, hal ini merusak kehidapan selanjutnya. Togel telah membuat kehidupan masyarakat menjadi berubah yang duluhnya bekerja keras di kebun namun karena adanya Togel mereka menjadi malas. Hal ini sangat disayangkan sekali.

    Oleh karena itu, salah satu cara untuk menghilangkan permainan Togel ini adalah pihak Aparat keamanan harus dengan tegas untuk menutup permainan buruk ini. Karena jika dibiarkan secara terus-menerus maka semua masyarakat tidak akan mengenal yang namanya “Bekerja Keras”.


    *) Alumnus SMA Adhi Luhur Nabire, Papua
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    Pemekaran dan Eksistensi Orang Asli Papua (OAP)

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Pemekaran dan Eksistensi Orang Asli Papua (OAP)

    Oleh Topilus B. Tebai*)

    Sejak Otonomi Khusus diberikan oleh Negara Indonesia kepada Papua, melalui UU No.21 tahun 2001, pemekaran wilayah semakin banyak terjadi di Papua. Ibarat koin yang memunyai dua sisi, pemekaran wilayah banyak dikumandangkan pada era Otsus. Oleh para aktivis pemekaran, masalah kesejahteran, keterbelakangan dan terisolirnya daerah yang dimekarkan, disebut sebut sebagai beberapa dari segudang alasan mereka memperjuangkan pemekaran wilayah. Kini, kita dikagetkan lagi dengan adanya isu pemekaran, seperti yang dibahas pada Kamis 12 Juli oleh DPRP di Gedung DPRP Jalan Samratulangi Jayapura. Lantas kita mestinya bertanya, sejauh mana keberhasilan pemekaran wilayah-wilayah terdahulu, sehingga kita menjadi sedemikian bernafsu untuk kembali memekarkan wilayah?

    Fenomena Sosial terhadap OAP di daerah Pemekaran

    Bila kita melihat perkembangan manusia Papua di daerah pemekaran dalam berbagai bidang, mestinya membuat para aktivis pemekaran dan para pengambil kebijakan serta seluruh masyarakat Papua mengevaluasi diri. Karena bila kita ingin Jujur, secara psikologis, Orang Asli Papua (OAP) seperti dikagetkan dengan datangnya pemekaran. Mereka tidak tahu, harus berbuat apa menyongsong pemekaran. Sementara, Pemekaran menjadi pintu bagi ribuan imigran dari luar Papua yang datang dengan tujuannya masing-masing yang hendak diperjuangkan dan dicapai.

    Di wilayah pemekaran baru pada umumnya, inilah yang terjadi; Banyak pemuda Papua jadi malas bekerja, ke kebun, dan hanya tinggal seharian di depan kios kios milik pendatang. Banyak orang Papua menjadi pemabuk, pemalang jalan, peminta-minta di jalanan dengan memalang jalan, karena mereka tidak tahu harus berbuat apa di tengah desakan arus globalisasi lewat pemekaran yang datang itu. Etos kerja menurun, Karena uang Otsus memanjakan orang Papua, dan membuat orang Papua tidak berpikir lagi tentang kebun dan ladang mereka, tetapi pikirannya lambat laun beralih ke masalah uang Otsus dan pilkada.

    Prostitusi, mabuk dan miras semakin berkembang di daerah pemekaran. Judi Togel dan sejenisnya pun mulai membuka pos-posnya di daerah pemekaran. Bahkan ironisnya, para penegak hukum seperti Polisilah yang membuka Bandar togel, seperti di Dogiyai, yang menyebabkan tragedi Dogiyai berdarah. Semuanya itu membuat manusia Papua mengalami degradasi nilai-nilai hidup dan moral.
    Ijasah palsu banyak beredar, membuat banyak orang Papua, juga pendatang yang berlomba-lomba untuk menjadi PNS dengan ijazah palsu.

    Dan banyak yang diangkat menjadi PNS. Tetapi bagaimana mereka bekerja nanti, bila tidak memunyai latar belakang pendidikan yang memadai? Lebih parah lagi, banyak orang yang mengikuti tes PNS lulus dan ditugaskan menjadi guru. Bila mereka menjadi guru, maka bayangkan saja, disana akan terjadi pembunuhan structural masa depan anak didik dan bangsa Papua. Inilah bukti ketidaksiapan potensi SDM. Sungguh, penggunaan ijazah palsu ini hanya akan menghambat pembangunan, dan membuyarkan harapan akan masa depan Papua yang lebih baik.

    Banyak juga guru yang berusaha untuk menduduki jabatan dalam eksekutif atau legislative dalam pemerintahan daerah, meninggalkan tugas mereka. Mereka ingin mencari penghidupan yang lebih baik, karena selama itu nasib mereka tidak pernah secara serius diperhatikan, apalagi di daerah pegunungan tengah Papua. Sementara itu, dengan dalih pemekaran baru, maka tidak sedikit pihak juga yang berusaha untuk meluluskan para anak didik dari SD sampai SMA, dengan memberi kunci jawaban (KJ). Padahal, pemberian KJ adalah pembunuhan masa depan anak dan pembunuhan masa depan bangsa. Sementara pemerintah dan masyarakat disibukkan oleh Pilkada ayang berlarut-larut, karena berjalan tidak semestinya, sehingga pembangunan terbengkalai. Kehidupan pemerintahan dan ekonomi tidak terkontrol dan terkendali.
    Sementara di tengah semua kecarut marutan kehidupan social, ekonomi, dan pilitik di daerah pemekaran, para pendatang datang dan mengendalikan kehidupan ekonomi, karena hampir semua para pendatang yang datang ke wilayah pemekaran berprofesi sebagai pedagang. Harga pasar dikendalikan oleh mereka. Dan akibatnya, harga melambung tinggi. Pemerintah daerah pemekaran tidak dapat mengontrol semua itu, karena sering disibukkan oleh masalah kepentingan dan kedudukan yang membuat suasana menjadi makin kabur. Dan yang lebih parah, Orang Asli Papua hanya menjadi perantara abadi, dan dikondisikan oleh system yang dibina itu untuk terus menjadi perantara daripada uang otsus dan konsumen abadi dari produk luar. Karena ketika mereka menerima uang, hanya dalam sekejab uang itu akan berpindah tangan kepada abang-abang kita dari luar Papua. Bukan sebuah kalimat basa basi, bila seorang kaka pernah berkata; “Uang otsus itu membesarkan Pendatang dorang di Papua, dan tong orang Papua jadi dong pu perantara uang Otsus abadi. Tong terima uang, lalu tong kasi mereka lagi”.

    Bila dilihat perbandingannya, setelah adanya pemekaran, malah dalam hal ekonomi dan populasi penduduk di Papua, eksistensi manusia Papua yang harusnya terlihat, sebagai pemilik pulau surga ini tidak terlihat, malah pemekaran seperti mendorong secara tidak langsung, proses mati dan tidak terlihatnya eksistensi manusia Papua, khususnya dalam hal polulasi, dan ekonomi.
    Ketidaksiapan OAP Menerima Pemekaran

    Selain karena ketidak siapan secara psikologis, dan mental, paradigma berpikir masyarakat belum dibentuk sedemikian rupa, melalui sosialisasi dan pelatihan sebelum pemekaran, agar mampu menerima pemekaran, dan menjadikan pemekaran menjadi batu loncatan untuk maju berkembang. Selain itu, belum memadainya potensi sumber daya Manusia yang akan menopang pembangunan di daerah pemekaran juga menjadi salah satu problem yang diabaikan para pengambil kebijakan. Dan dampak dari semua itu, pembangunan dan eksistensi manusia Papua tidak terlihat di wilayah pemekaran.

    Semua ketidaksiapan ini, pada akhirnya hanya akan membuat Orang Asli Papua lambat laun akan semakin tersingkir dari percaturan ekonomi pasar karena kalah bersaing, tidak memunyai modal yang cukup, juga kurang adanya perhatian dari pemerintah, membuat mereka cepat menggulung tikar dan mundur. Apa dampaknya? Pasar dimonopoli dan dikendalikan oleh pedagang dari luar Papua. Aspek kehidupan lain pun demikian.

    Orang Asli Papua akan semakin termarginalkan, dan akibatnya muncullah kecemburuan social. Dan kita harus tahu, bahwa hal ini pada waktunya nanti akan menjadi potensi konflik harisontal. Mengapa semuanya jadi begini? Jawabannya jelas; Otsus bukan harapan OAP, Pemekaran dipaksakan untuk kepentingan segelintir orang dan OAP dijadikan obyek kepentingan, bukan subyek pembangunan dan pemekaran, OAP belum siap terima pemekaran, dan ketidakberpihakan kebijakan dari para pengambil kebijakan kepada OAP.

    Upaya Penegakan Eksistensi OAP di Papua

    Jelaslah bagi kita, bahwa pemekaran wilayah yang tidak disipkan dengan betul dan baik, dan yang hanya sarat dengan kepentingan dan ambisi semata, akan melahirkan pembangunan yang jauh dari adanya eksistensi manusia Papua, yang harusnya terlihat dalam pembangunan di tanah Papua. Hal itu terjadi di hampir semua wilayah di Papua.

    Maka, selayaknyalah para pengambil kebijakan segera melakukan upaya-upaya perbaikan atas fenomena di atas. Yang saya tawarkan disini, mengakhiri tulisan ini adalah; Pertama, segera menata kembali roda pemerintahan dan roda ekonomi di daerah masing-masing agar berjalan baik, dan berpihak kepada Orang Asli Papua, karena untuk itulah Otsus dan pemekaran hadir. Sekali lagi, pembangunan harus berpihak kepada Orang Papua, dan disanalah eksistensi manusia Papua harus terlihat. Dan harus ada peraturan daerah yang mengatur dan melindunginya.

    Kedua, Segera menghentikan upaya-upaya pemekaran wilayah, baik provinsi maupun kabupaten untuk sementara waktu. Mari kita sebagai orang Papua, sesuai dengan profesi kita, kita siapkan dulu kualitas sumber daya manusia yang memadai di tanah Papua. Mari kita siapkan dulu masyarakat kita, dalam segala bidang, agar betul siap menerima pemekaran. Agar masyarakat Papua siap, dan menjadikan pemekaran sebagai batu loncatan untuk maju melangkah, dari segala keterbelakangan, bukannya pemekaran membuat masyarakat menjadi tersingkir dan malah termarginalkan, menjadi konsumen sejati seperti yang terjadi sementara ini.

    Kepada para aktivis pemekaran, mari kita melihat dan meninjau kembali keinginan kita untuk mekarkan wilayah di Papua. Sudah cukup kita dikotak-kotakkan. Sudah cukup Papua dikacaubalaukan dan dikaburkan oleh banyaknya pemekaran dan permainan kepentingan disana, yang membuat orang Papua menjadi semakin tidak jelas nasibnya. Mari Kita benahi dulu masalah– masalah yang sementara ini terjadi dan menjadi keprihatinan kita bersama di atas, barulah nanti, setelah OAP sebagai subjek pemekaran dirasa cukup siap, baru kita berpikir tentang pemekaran. Semoga Papua menjadi tanah Damai.

    *) Penulis adalah Calon Mahasiswa Baru di Yogyakarta,  Tamat  SMA Tahun 2012
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.
     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif