photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » , , » Masalah Papua: Dengar Suara Hati Orang Papua

Masalah Papua: Dengar Suara Hati Orang Papua

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

Masalah Papua: Dengar Suara Hati Orang Papua

Oleh Topilus B. Tebai*)

Rentetan besar kasus kasus kekerasan yang terjadi di bumi Papua semakin menjadi-jadi. SBY dalam beberapa kesempatan lalu telah menyatakan pernyataan yang sangat indah, dengan mengatakan akan mengedepankan pendekatan kesejahteraan, tetapi kenyataannya tidak seindah kata-kata itu. Militerlah yang terus didatangkan.

“Kami berikan jempol untuk wacana dan pernyataan yang bagus. Tapi kita berhadapan dengan realita yang berbeda. Setiap hari ada penembakan yang tidak pernah ditangkap. Ada yang mengatakan, (pelaku) ini OPM. Dari mana OPM? Menurut kami, kekerasan dan perlakuan yang tidak adil sudah lama terjadi dan belum diselesaikan,” kata Pdt Benny Giyai. (Baca: Kompas 3 Juli 2012).

Sementara itu, kekerasan oleh TNI dan OTK di Papua terus berlanjut. Penembakan terhadap peserta kongres Papua III oleh militer Indonesia, berlanjut lagi dengan ditembaknya Mako Tabuni, yang adalah Aktivis KNPB, yang meninggal dengan sangat menyedihkan, karena 6 buah peluru bersarang di tubuhnya, dari jarak yang dekat. Berlanjut lagi dengan penyisiran dan semakin banyaknya militer yang datang ke Papua, membuat masyarakat tambah resah. Ingatan penderitaan dan perlakuan yang tidak adil, terutama tentang ingatan akan pelanggaran HAM yang terjadi di Papua, hanya membuahkan trauma yang berkepanjangan bagi bangsa Papua (Baca: Voice Of Amerika. Kunjungi juga: http://www.voaindonesia.com/content/saksi-dan-korban-pelanggaran-ham-di-papua-alami-trauma-panjang/1349207.html).
seorang Warga Negara Jerman, Dietman Pieper, ditembak saat bersantai di pondok wisata Port Numbay, Distrik Japut, Kelurahan Tanjung Ria, Jayapura 29 Mei lalu. Korban mengalami luka dan dirawat di RS di Singapura setelah sebelumnya dirawat di RSUD Jayapura.

Kemudian, seorang remaja bernama Gilbert Febrian Madika (16) menjadi korban penembakan orang tidak dikenal di kawasan Skyline Jl Raya Jayapura-Abepura (4/6/12). Kejadian penembakan pun kembali terjadi esok harinya, Selasa 5 Juni. Sekelompok orang tidak dikenal melakukan penembakan terhadap dua orang warga sipil, Iqbal Rival dan Hardi Javanto. Peristiwa tersebut terjadi di Jayapura, atau tepatnya Jalan Raya Jayapura menuju Abepura. Pada hari yang sama, anggota TNI Pratu Frangki Kune (25) ditemukan terkapar bersama dua warga sipil yang ditembak Orang Dikenal (OTK).

Para korban penembakan tersebut harus menjalani perawatan intensif di RumahSakit. Setelah itu, Rabu 6 Juni sekitar pukul 21.10 WIT penembakan kembali terjadi di Jalan Baru belakang Kantor Walikota Jayapura, Arwan Apuan seorang PNS Perhubungan Kodam XVII Cendrawasih harus dirawat intensif setelah peluru mengenai leher kiri tembus rahang kirinya.Kemudian baru-baru ini seorang satpam pertokoan Saga Mall Abepura yang nyambi menjadi tukang ojek menjadi korban penembakan OTK di halaman FKIP Universitas Cenderawasih, korban Tri Surono (35) tewas di lokasi kejadian dengan luka tembak di leher bagian belakang dan punggung. (Kunjungi:http://news.okezone.com/read/2012/06/20/337/650158/ penembakan-di-papua-agar-anggaran-polri-naik).

Sementara akses informasi bagi orang luar dibatasi untuk datang ke Papua. Seperti pelarangan wartawan dari luar Papua, khususnya dari luar negeri dibatasi untuk mengambil gambar, atau informasi, terkait dengan rentetan peristiwa yang selama ini terjadi di Papua. Hal ini sedikit terkesan dan dapat saja ditafsirkan pemerintah dan TNI melindungi dan menutupi apa yang sebenarnya terjadi di Papua, agar tidak diketahui dunia luar.

Banyak pihak melilai, pemerintah RI tidak memerhatikan, tetapi cenderung menganaktirikan bangsa Papua di tanah Papua. Papua membutuhkan kurang lebih 5.000an guru atau tenaga pengajar, tetapi malah TNI yang terus didroping. (kunjungi: http://majalahselangkah.com/papua-kekurangan-5000-guru-tni-terus-didroping/). Kualitas pendidikan dan layanan kesehatan jauh dari yang semestinya. Semua ini membuat bangsa Papua mengalami degradasi kepercayaan terhadap pemerintah RI.

Maka komentar ketidakpuasan pun datang dari berbagai pihak. “Tanah Papua Damai hanya slogan. Bagaimana bisa damai, hak politik masyarakat Papua dipasung, mereka lapar, kesehatan mereka buruk, sekolah mereka tidak lanjut. Omong kosong kesepakatan itu. Itu tidak ada realisasinya,” ujar Frans Ansanay, seorang pengamat Papua , seperti yang dilangsir media Okezone, Kamis (21/6/2012.

Sementara itu, Diaz Gwijangge, anggota Kaukus Parlemen Papua(KPP), mengatakan dalam sebuah kesempatan; “Apa yang kamu (Indonesia) inginkan, semua sudah kami berikan. Semua tambang sudah kamu ambil, emas kami (Papua) kamu keruk. Apalagi yang kurang? Kenapa orang kami (Papua) kamu habisi?” (Kunjungi: http://www.suarakarya-online/. com/news .html?id=305694).

Sementara itu, dengan lantang Jaringan Damai Papua dan masyarakat Papua meminta Dialog bermartabat, antara Jakarta dan Papua, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang berposisi netral. Namun, pemerintah tidak menggubrisnya. Hal ini membuat banyak pihak bertanya; Apa maunya RI? Mengapa kekerasan dan militerisme layaknya DOM terus ada dan dipelihara di Papua?

Apabila benar, pemerintah itu ada untuk melayani rakyat, dan pemerintah adalah pelayan rakyat; dan benar juga bahwa segala kebijakan itu harus berdasarkan keinginan dan kebutuhan, serta menjawab kebutuhan masyarakat; juga karena pemerintahan pada dasarnya adalah dari rakyat, pemerintah ada oleh rakyat, dan ada untuk rakyat, maka sudah sepantasnya pemerintah RI mendenagrkan apa kata orang Papua terkait semua hal yang terjadi di tanah Papua, dan tidak menutup mata terhadap semuanya. Jawb apa keinginan mereka.

Bagaimana cara mendengar apa kata hati orang Papua? Apabila RI memang ingin menjadi negara demokrasi sejati, maka dengarkanlah seruan dan keinginan, serta suara hati orang Papua. Mari adakan dialog bermartabat, yang dimediasi oleh pihak ketiga yang netral, dengan perwakilan orang Papua. Bila tidak, tidak ada salahnya jika diadakan Penentuan Pendapat Rakyat, dengan beberapa opsi bagi orang Papua, antara lain; 1) Tetap menjadi bagian NKRI, dengan Otonomi seluas luasya. Atau 2) Kemerdekaan bagi orang Papua. Sisi historis dan culture mendukung hal ini. Karena bukan sebuah omong kosong belaka, bahwa Papua juga adalah sebuah bangsa yang berhak untuk menentukan bagaimana kehidupannya ke depan, terkait eksistensinya sebagai sebuah bangsa, yang semartabat dengan bangsa-bangsa lain di jagad ini.

*) Penulis adalah calon Mahasiswa Baru, tamat SMA tahun 2012

Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.
Share this post :