photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » , , » Raskin dan Respek Merusak Budaya Kerja dan Mata Pencaharian

Raskin dan Respek Merusak Budaya Kerja dan Mata Pencaharian

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

Raskin dan Respek Merusak Budaya Kerja dan Mata Pencaharian

Oleh Emanuel Goo, S.Pd *)

Masyarakat Papua tinggal tunggu waktunya untuk musnah akibat ‘kehilangan mata pencahariannya’, sebab mereka lebih cenderung mengharapkan bantuan pemerintah berupa RASKIN dan RESPEK. Keinginan untuk berjuang mempertahankan hidupnya tak diperdulikannya dengan mengharapkan subsidi dari pemerintah tanpa kerja keras. 

Keberhasilan akan bantuan RESPEK dan RASKIN yang diutarakan dalam berbagai media, baik cetak, televisi, radio,internet maupun media lainnya. Begitu banyak orang Papua terus menitik beratkan untuk mewujudkan akan program respek dan raskinnya karena menurut pemberibantuan dan masyarakat bahwa dengan bantuan itu kesejahtraan masyarakat benar-benar terwujut dan dapat menyentu kepada rakyat miskin,  maka  masyarakat merasakan lebih penting bantuan yang diberikan oleh pemerintah ketimbang aktifitasnya  masyarakat sebagai petani, nelayan, dan penyogok sagu.

Masyarakat Dogiyai mulai merasakan kelaparan gara-gara selama tiga bulan belum diberikan Raskin (beras miskin). Hal tersebut sempat diungkapkan oleh beberapa masyarakat yang tinggal di pemerintahan kabupaten Dogiyai terutama masyarakat distrik Kamuu Utara.

Saya sangat teringat dengan kata-kata seorang bapak pada awal pemberian Raskin dan dana Respek tahun 2006 secara gratis kepada masyarakat. Bapak itu adalah seorang pewarta. Dalam khotbahnya pada hari Minggu dia berkata, “dengan pemberian bantuan gratis berupa Raskin dan Respek oleh pemerintah membuat jari-jari tangan mulai terpotong untuk bekerja”.

Sangatlah jelas bahwa maksud penyampaian bapak pewarta diatas supaya pekerjaan masyarakat sebagai petani mestinya tetap dipertahankan. Dalam artian bahwa masyarakat sebagai petani tidak perlu lagi meninggalkan kebun untuk terus berkebun. Masyarakat tidak lagi berkebun karena mengharapkan subsidi dari pemerintah. Alangkah baiknya masyarakat menjadikan segala bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sebagai sebuah kebutuhan sekunder dan tersier. Kebutuhan primernya harus dilengkapi sendiri dengan hasil jerih payahnya sebab kepuasan akan dirasakannya sungguh-sungguh dari hasil jerih payahnya itu sendiri.
Akibat pemerintah memberikan subsidi berupa beras dan uang membuat masyarakat menjadi pemalas. Ketika semuanya itu dihentikan, maka masyarakat siap menerima resiko untuk mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Hal ini terjadi karena rakyat telah dimanjakan oleh pemerintah, akibatnya masyarakat menjadi orang malas sebab ketergantungannya kepada pemerintah melampaui batas. Dari ‘tahu bekerja’ menjadi ‘tidak tahu bekerja’, sehingga mesti dimulai lagi dari ‘tidak tahu bekerja’ menjadi ‘tahu bekerja’. Artinya bahwa masyarakat harus kembali belajar berkebun karena dahulunya ada budaya berkebun dan menghasilkan berbagai kebutuhan hidup dengan kerja keras namun budaya kerja itu mulai melemah.

Ingatlah bahwa budaya orang Papua di tanah Papua adalah bukan budaya manja namun budaya “MATEDE” (tidak memberi orang yang tidak kerja) dengan maksud bahwa melalui Matede yang dilakukan itu setiap orang menemukan dirinya sebagai manusia Papua yang sesungguhnya, yang bisa berkebun, bisa beternak, bisa membangun rumah, bisa mencari ikan, bisa menyogok sagu, bisa memasak makanan dan menanamnya sendiri, serta bisa berbuat apa saja yang tidak bertentangan dengan norma-norma adat yang telah ditetapkan dalam suku bangsanya masing-masing.

Timbul dua pertanyaan untuk menjawab kop tentang orang Papua tunggu waktunya kehilangan mata pencaharian. Mengapa orang Papua kehilangan mata pencaharian? Untuk membenahinya, tindakan seperti apakah yang harus dilakukan dalam rangka mempertahankan mata pencaharian sebagai sumber kehidupan? Mari kita menjawab dua pertanyaan di atas sesuai dengan pendapat masing-masing. Menurut pendapat penulis sebagai berikut:

Mengapa orang Papua kehilangan mata pencahariannya?

Berbagai bantuan telah diturunkan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Bantuan yang terus diberikan kepada masyarakat itu sangat hebat dan sungguh sangat luar biasa. Pemberian bantuan yang terus dilakukan itu diakui bersama supaya kesejahteraannya itu sungguh terwujud sesuai dengan amanat nilai-nilai pancasila terutama sila ketiga, keempat dan kelima.

Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila itu tidak memaksakan kehendak orang supaya orang itu mengikuti sesuai dengan kemauannya atau keinginannya, maka upaya yang mesti dilakukan pemerintah adalah memberdayakan masyarakat sesuai dengan keberadaannya supaya tidak terjadi perbedaan presepsi antara satu dengan yang lainnya.

Maksudnya bahwa dari berbagai bantuan yang diberikan kepada masyarakat itu bisa diberikan bila itu sesuai dengan keberadaan atau potensi masyarakat setempat. Tidak cocok kalau pemerintah memberikan bantuan berupa beras miskin kepada masyarakat Papua. Sementara masyarakat Papua itu tidak tahu menghasilkan beras. Jika demikian berarti pemerintah melakukan suatu pemaksaan kehendak kepada masyarakat Papua untuk menjadikan nasi sebagai makanan pokok orang Papua. Paling tidak pemerintah mencari jalan keluar lain supaya dari beras yang dibantu kepada masyarakat itu dialihkan, misalnya dengan memberikan peralatan kerja agar masyarakat Papua menjadi penghasil ubi, keladi, dan sagu. Bukan menjadi konsumen makanan pokok orang asing.

Jika pemerintah memperhatikan potensi daerah dan masyarakat setempat, maka secara langsung masyarakat merasakan kepuasaan karena yang dinikmatinya itu adalah hasil keringatnya sendiri. Itulah suatu upaya pemberdayaan masyarakat sesuai potensinya jika masyarakat sendiri bisa menghasilkan sesuatu.

Bantuan Raskin

Begitu banyak masyarakat kehilangan mata pencahariannya sebagai petani yang terus berkebun, berladang, melaut untuk mencari ikan dan penyogok sagu. Jari-jari yang dimiliki masyarakat secara perlahan-lahan dipotong dengan bantuan Raskin supaya masyarakat menjadi malas berkebun, berladang dan mencari ikan serta menyogok sagu.

Masyarakat terus tergantung kepada pemerintah sebab pemerintah menyuap masyarakat dengan memberikan bantuan berupa beras miskin. Masyarakat merasakan betapa tidak pentingnya bekerja karena kebutuhannya terus dipenuhi oleh pemerintah. Masyarakat Papua pada umumnya menjadikan beras sebagai makanan pokok dan mulai menyepelehkan makan pokok yang sesungguhnya yaitu petatas, keladi, dan sagu.
Sementara masyarakat tidak menyadari akan kadarnya beras yang melemahkan tubuhnya. Artiya beras itu punya kalorinya cukup tinggi ketimbang petatas, keladi, dan sagu. Benar dan tidaknya refleksikan sendiri dengan perasaan badannya seperti apa, bila seminggu atau sebulan terus makan nasi dan badannya terasa seperti apa bila selama sebulan atau seminggu itu terus makan petatas, keladi, dan papeda.

Sementara di pinggiran perumahan masyarakat tidak sebersih tahun-tahun sebelum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Begitu banyak kompleks perumahan masyarakat di bagian pedalaman Papua sangat tinggi rerumputannya bahkan rerumputannya sedang melewati rumah mereka. Masyarakat terus berkata bahwa apa susahnya hidup ini, berbagai kebutuhan yang dibutuhkan itu terus dipenuhi oleh pemerintah.

Malas kerja dan tidak mau bekerja itu terus timbul dalam benak masyarakat. Kebutuhan akan makanan itu dilengkapi  oleh pemerintah karena masyarakat hanya membayar seribu rupiah per kilo gram untuk ongkos angkutnya. Masyarakat punya uang, karena uangnya juga diberikan oleh pemerintah. Sehingga dengan uang itu bisa membeli dan melengkapi segala kebutuhan berupa beras dan supermi sebagai sayur campurannya untuk  dikonsumsinnya.

Menjadi problem paling mendasar adalah malas kerja dan tidak mau kerja itu terus bertumbuh dan berkembang dalam benak masyarakat. Masalah ini perlu diperjuangkan untuk diberantas melalui suatu kesadaran masyarakat sebab hal itu menjadi masalah yang sangat sensitif untuk dibasmih. Suatu kesadaran untuk kembali ke budaya kerja.

Bantuan dana RESPEK dan Sejenis Lainnya

Uniknya hidup bila masyarakat kembali menggunakan uang dahulu sebagai alat tukar. Uang yang digunakan orang dahulu tidak semuda yang didapatkan sekarang. Untuk mendapatkannya, orang dahulu bekerja membanting tulang hingga berhasil didapatkannya. Uang yang didapatkan itu juga dalam menggunakannya tidak sembarang dan memanfaatkan uang dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhannya.

Kehidupan pada saat menggunakan uang dahulu itu sangat unik. Keunikan hidupnya terlihat pada mencari dan terus bekerja untuk mempertahankan hidupnya. Tidak semua orang bisa menggunakan uang. Uangnya bisa digunakan ketika keperluannya sangat mendesak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Segala kebutuhan serba murah, namun kesulitan untuk mendapatkan uang.

Kehidupan saat ini semakin hari-semakin tidak jelas bahwa kehidupannya sedang menuju ke dunia mana? Apakah menuju dunia keselamatan atau dunia kehancuran? Keputusannya baik kalau dibuat oleh masing-masing orang. Menurut hemat saya, segala lini hidup manusia semakin dihancurkan dengan kehadiran uang. Sebab dengan uang orang bisa melakukan apa saja sesuai kemauannya. Mulai dari yang bermaksud baik hingga yang jahat. Yang baik itu misalnya membeli sesuatu yang penting untuk dibeli, mendapatkan uang dengan halal dan yang paling terjelek atau terburuk dalam menggunakan uang itu adalah memberikan kepada orang lain untuk menghilangnkan nyawa orang lain, membayar kepada orang untuk mengacaukan situasi tertentu demi kepentingannya dan membayar kepada orang lain supaya orang yang bersangkutan dibebaskan dari pelanggarannya dan seterusnya.

Jika itu terus dilakukan bagaimana dengan mentalitas Negara kita sebagai Negara kesatuan, Negara yang terus diemban sebagai Negara demokrasi, dan Negara kita sebagai Negara yang terus berasaskan kepada nilai-nilai pancasila. Enatalah mau memberikan jawabannya seperti apa, namun penting untuk disadari bersama bahwa dengan kehadirannya uang situasi hidup mulai tidak stabil sestabil sebelum masyarakat mengenal uang sebagai alat pembayaran.

Uang yang digunakan saat ini adalah uang yang mudah didapat, mudah dihitung, dan mudah digunakannya sehingga entah siapapun dia bisa menggunakan uang sesuai kebutuhannya baik kebutuhan yang penting maupun yang tidak penting. Kalaupun kebutuhan yang tidak penting menurut orang lain menurutnya adalah kebutuhan penting misalanya orang membeli rokok. Menurut orang yang tidak merokok merasa bahwa uang itu tidak penting untuk membeli rokok tetapi orang yang merokok merasa bahwa rokok itu penting sehingga uang itu bisa digunakan untuk membeli rokok.

Namun begitu banyak uang telah bertaburan. Begitu banyak orang sedang mengunakan uang untuk mengunakan kebutuhan apa saja (entah yang positif maupun yang negatif). Tetapi begitu banyak orang pula mencari uang dengan susah payah, namun tidak sekerjakeras mencari uang orang seperti orang dulu. Karena begitu banyak uang bertebaran sehingga begitu banyak orang bisa mendapatkan uang. Begitu banyak orang bisa mendapatkan uang cuma-cuma dari pemerintah sebagai bantuan kepada masyarakat.

Berbagai bantuan kini semakin menduduki popisi paling atas bila itu dirangkingkan. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu dengan maksud mewujudkan kesejahtrakan orang Indonesia, namun juga membunuh orang Indonesia sebab dengan berbagai bantuan yang diturunkan teruma berupa dana, budaya kerjanya mulai punah ditengah-tengah masyarakat Indonesia terutama bagi orang pribumi Papua.

Dengan berbagai bantuan yang diberikan, malas untuk bekerja dan tidak mau kerja terus berkembang di masyarakat Papua. Hal itu menjadi sebuah patologi yang harus dibasmi sebab yang terus memberi pupuk terhadap patologi tidak mau tahu dan malas tahu akan bekerja di masyarakat itu dengan terus memberikan bantuan kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi masalah yang sangat sensitif sebab masyarakat bagian pantai Papua sudah kehilangan hutan sagu dengan membakar daerah-daerah yang telah tumbuh pohon sagunya dan masyarakat pegunungan (pedalaman) Papua kehilangan kebunnya dengan malas berkebun. Sehingga pada akhirnya mereka menjual tanah kepada yang bukan pewarisnya untuk mendapatkan uang.
Bantuan berupa dana yang diberikan itu mengajar masyarakat untuk tau menggunakan uang dan pintar menggunakan uang sehingga bila masyarakat kehabisan uang-nya maka jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang itu masyarakat menjual tanah miliknya sementara menunggu bantuan dari pemerintah. Setelah mendapatkan bantuan dari pemerintah, masyarakat menggunakannya hingga habis dan seusai habisnya masyarakat mulai menjual lagi tanah sisanya sambil menunggu bantuan dari pemerinah. Hal itu dilakukan berulang kali maka jangan heran bila anak cucunya tidak mendapat kebagian untuk mewarisi warisan tanahnya.

Untaian diatas bukan berarti mengkritisi pemerintah atas berbagai bantuan yang diberikan berupa RASKIN dan RESPEK, melainkan baik juga bantuan yang diberikan itu bukan berupa uang dan beras, dan mencari alternaif lainnya untuk membantu kepada masyarakat berupa bibit-bibitan, ternak, dan berupa peralatan kerja supaya masyarakat menjadi orang-orang bisa menghasilkan sesuatu.

Tindakan seperti apakah yang harus dilakukan untuk membenahi kehilangan mata pencaharianya?

Ada beberapa alternatif menurut penulis telah diutarakan, namun penting untuk diulas kembali, bahwa yang menjadi alternatif untuk membenahi masalah tersebut antara lain:

Untuk Pemerintah

Pertama, bantuan beras miskin bagi orang Papua itu boleh diberikan kepada masyarakat, namun jangan berlebihan dan mulai berdayakan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dengan memfasilitasi peralatan kerja. Di bagian pesisir pantai Papua diberikan alat produksi untuk menghasilkan sagu, sedangkan di bagian pegunungan Papua diberikan alat kerja untuk menghasilkan petatas dan keladi. Segala kelengkapan yang dibutuhkan untuk meningkatkan semua aktifitasnya dilengkapi oleh pemerintah.

Kedua, apapun program yang mau diterapkan di tanah Papua lebih dahulu dilakukan penelitian. Berbagai masalah yang ditemukan dalam penelitian itulah yang dijadikan sebagai program utama untuk membenahi masalahnya. Hal ini penting untuk dilakukan sesegera mungkin sebab bantuan RESPEK yang diberikan kepada masyarakat itu sambil menerapkan program kerja yang telah direncanakan oleh pemerintah. Sementara program kerja itu belum tentu masyarakat membutuhkan pada saat itu, maka sekali lagi menurut saya bahwa sebelum pembagian dana RESPEK, lebih dahulu dilakukan penelitian supaya masalah yang diemukan melalui penelitian itu dijadikan sebagai program kerjanya pemerintah dalam pembagian dan pemberian dana RESPEK.

Untuk Masyarakat

Bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat itu tidak selamanya, namun itu hanya berlaku sebentar sehingga masyarakat tetap mempertahankan pekerjaannya sebagai petani, nelayan dan penyogok sagu dan penanam sagu (kalau bisa) dan menerima berbagai bantuan dari pemerintah sebagai kebutuhan tersier (pelengkap).

*) Guru tetap SMP Negeri I Nabire Barat dan Guru Honor di SMA YPPK Adhi Luhur Nabire
Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.
Share this post :