Raskin dan Respek Merusak Budaya Kerja dan Mata Pencaharian
Oleh Emanuel Goo, S.Pd *)
Masyarakat Papua tinggal tunggu waktunya untuk musnah
akibat ‘kehilangan mata pencahariannya’, sebab mereka lebih cenderung
mengharapkan bantuan pemerintah berupa RASKIN dan RESPEK. Keinginan
untuk berjuang mempertahankan hidupnya tak diperdulikannya dengan
mengharapkan subsidi dari pemerintah tanpa kerja keras.
Keberhasilan akan bantuan RESPEK dan RASKIN yang diutarakan dalam
berbagai media, baik cetak, televisi, radio,internet maupun media
lainnya. Begitu banyak orang Papua terus menitik beratkan untuk
mewujudkan akan program respek dan raskinnya karena menurut
pemberibantuan dan masyarakat bahwa dengan bantuan itu kesejahtraan
masyarakat benar-benar terwujut dan dapat menyentu kepada rakyat miskin,
maka masyarakat merasakan lebih penting bantuan yang diberikan oleh
pemerintah ketimbang aktifitasnya masyarakat sebagai petani, nelayan,
dan penyogok sagu.
Masyarakat Dogiyai mulai merasakan kelaparan gara-gara selama tiga
bulan belum diberikan Raskin (beras miskin). Hal tersebut sempat
diungkapkan oleh beberapa masyarakat yang tinggal di pemerintahan
kabupaten Dogiyai terutama masyarakat distrik Kamuu Utara.
Saya sangat teringat dengan kata-kata seorang bapak pada awal
pemberian Raskin dan dana Respek tahun 2006 secara gratis kepada
masyarakat. Bapak itu adalah seorang pewarta. Dalam khotbahnya pada hari
Minggu dia berkata, “dengan pemberian bantuan gratis berupa Raskin dan
Respek oleh pemerintah membuat jari-jari tangan mulai terpotong untuk
bekerja”.
Sangatlah jelas bahwa maksud penyampaian bapak pewarta diatas supaya
pekerjaan masyarakat sebagai petani mestinya tetap dipertahankan. Dalam
artian bahwa masyarakat sebagai petani tidak perlu lagi meninggalkan
kebun untuk terus berkebun. Masyarakat tidak lagi berkebun karena
mengharapkan subsidi dari pemerintah. Alangkah baiknya masyarakat
menjadikan segala bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu sebagai
sebuah kebutuhan sekunder dan tersier. Kebutuhan primernya harus
dilengkapi sendiri dengan hasil jerih payahnya sebab kepuasan akan
dirasakannya sungguh-sungguh dari hasil jerih payahnya itu sendiri.
Akibat pemerintah memberikan subsidi berupa beras dan uang membuat
masyarakat menjadi pemalas. Ketika semuanya itu dihentikan, maka
masyarakat siap menerima resiko untuk mempertahankan keberlangsungan
hidupnya. Hal ini terjadi karena rakyat telah dimanjakan oleh
pemerintah, akibatnya masyarakat menjadi orang malas sebab
ketergantungannya kepada pemerintah melampaui batas. Dari ‘tahu bekerja’
menjadi ‘tidak tahu bekerja’, sehingga mesti dimulai lagi dari ‘tidak
tahu bekerja’ menjadi ‘tahu bekerja’. Artinya bahwa masyarakat harus
kembali belajar berkebun karena dahulunya ada budaya berkebun dan
menghasilkan berbagai kebutuhan hidup dengan kerja keras namun budaya
kerja itu mulai melemah.
Ingatlah bahwa budaya orang Papua di tanah Papua adalah bukan budaya manja namun budaya “MATEDE” (tidak memberi orang yang tidak kerja) dengan maksud bahwa melalui Matede
yang dilakukan itu setiap orang menemukan dirinya sebagai manusia Papua
yang sesungguhnya, yang bisa berkebun, bisa beternak, bisa membangun
rumah, bisa mencari ikan, bisa menyogok sagu, bisa memasak makanan dan
menanamnya sendiri, serta bisa berbuat apa saja yang tidak bertentangan
dengan norma-norma adat yang telah ditetapkan dalam suku bangsanya
masing-masing.
Timbul dua pertanyaan untuk menjawab kop tentang orang Papua tunggu waktunya kehilangan mata pencaharian.
Mengapa orang Papua kehilangan mata pencaharian? Untuk membenahinya,
tindakan seperti apakah yang harus dilakukan dalam rangka mempertahankan
mata pencaharian sebagai sumber kehidupan? Mari kita menjawab dua
pertanyaan di atas sesuai dengan pendapat masing-masing. Menurut
pendapat penulis sebagai berikut:
Mengapa orang Papua kehilangan mata pencahariannya?
Berbagai bantuan telah diturunkan oleh pemerintah pusat maupun
pemerintah daerah dengan maksud meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia. Bantuan yang terus diberikan kepada masyarakat itu sangat
hebat dan sungguh sangat luar biasa. Pemberian bantuan yang terus
dilakukan itu diakui bersama supaya kesejahteraannya itu sungguh
terwujud sesuai dengan amanat nilai-nilai pancasila terutama sila
ketiga, keempat dan kelima.
Nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila itu tidak
memaksakan kehendak orang supaya orang itu mengikuti sesuai dengan
kemauannya atau keinginannya, maka upaya yang mesti dilakukan pemerintah
adalah memberdayakan masyarakat sesuai dengan keberadaannya supaya
tidak terjadi perbedaan presepsi antara satu dengan yang lainnya.
Maksudnya bahwa dari berbagai bantuan yang diberikan kepada
masyarakat itu bisa diberikan bila itu sesuai dengan keberadaan atau
potensi masyarakat setempat. Tidak cocok kalau pemerintah memberikan
bantuan berupa beras miskin kepada masyarakat Papua. Sementara
masyarakat Papua itu tidak tahu menghasilkan beras. Jika demikian
berarti pemerintah melakukan suatu pemaksaan kehendak kepada masyarakat
Papua untuk menjadikan nasi sebagai makanan pokok orang Papua. Paling
tidak pemerintah mencari jalan keluar lain supaya dari beras yang
dibantu kepada masyarakat itu dialihkan, misalnya dengan memberikan
peralatan kerja agar masyarakat Papua menjadi penghasil ubi, keladi, dan
sagu. Bukan menjadi konsumen makanan pokok orang asing.
Jika pemerintah memperhatikan potensi daerah dan masyarakat setempat,
maka secara langsung masyarakat merasakan kepuasaan karena yang
dinikmatinya itu adalah hasil keringatnya sendiri. Itulah suatu upaya
pemberdayaan masyarakat sesuai potensinya jika masyarakat sendiri bisa
menghasilkan sesuatu.
Bantuan Raskin
Begitu banyak masyarakat kehilangan mata pencahariannya sebagai
petani yang terus berkebun, berladang, melaut untuk mencari ikan dan
penyogok sagu. Jari-jari yang dimiliki masyarakat secara perlahan-lahan
dipotong dengan bantuan Raskin supaya masyarakat menjadi malas berkebun,
berladang dan mencari ikan serta menyogok sagu.
Masyarakat terus tergantung kepada pemerintah sebab pemerintah
menyuap masyarakat dengan memberikan bantuan berupa beras miskin.
Masyarakat merasakan betapa tidak pentingnya bekerja karena kebutuhannya
terus dipenuhi oleh pemerintah. Masyarakat Papua pada umumnya
menjadikan beras sebagai makanan pokok dan mulai menyepelehkan makan
pokok yang sesungguhnya yaitu petatas, keladi, dan sagu.
Sementara masyarakat tidak menyadari akan kadarnya beras yang
melemahkan tubuhnya. Artiya beras itu punya kalorinya cukup tinggi
ketimbang petatas, keladi, dan sagu. Benar dan tidaknya refleksikan
sendiri dengan perasaan badannya seperti apa, bila seminggu atau sebulan
terus makan nasi dan badannya terasa seperti apa bila selama sebulan
atau seminggu itu terus makan petatas, keladi, dan papeda.
Sementara di pinggiran perumahan masyarakat tidak sebersih
tahun-tahun sebelum mendapatkan bantuan dari pemerintah. Begitu banyak
kompleks perumahan masyarakat di bagian pedalaman Papua sangat tinggi
rerumputannya bahkan rerumputannya sedang melewati rumah mereka.
Masyarakat terus berkata bahwa apa susahnya hidup ini, berbagai
kebutuhan yang dibutuhkan itu terus dipenuhi oleh pemerintah.
Malas kerja dan tidak mau bekerja itu terus timbul dalam benak
masyarakat. Kebutuhan akan makanan itu dilengkapi oleh pemerintah
karena masyarakat hanya membayar seribu rupiah per kilo gram untuk
ongkos angkutnya. Masyarakat punya uang, karena uangnya juga diberikan
oleh pemerintah. Sehingga dengan uang itu bisa membeli dan melengkapi
segala kebutuhan berupa beras dan supermi sebagai sayur campurannya
untuk dikonsumsinnya.
Menjadi problem paling mendasar adalah malas kerja dan tidak mau
kerja itu terus bertumbuh dan berkembang dalam benak masyarakat. Masalah
ini perlu diperjuangkan untuk diberantas melalui suatu kesadaran
masyarakat sebab hal itu menjadi masalah yang sangat sensitif untuk
dibasmih. Suatu kesadaran untuk kembali ke budaya kerja.
Bantuan dana RESPEK dan Sejenis Lainnya
Uniknya hidup bila masyarakat kembali menggunakan uang dahulu sebagai
alat tukar. Uang yang digunakan orang dahulu tidak semuda yang
didapatkan sekarang. Untuk mendapatkannya, orang dahulu bekerja
membanting tulang hingga berhasil didapatkannya. Uang yang didapatkan
itu juga dalam menggunakannya tidak sembarang dan memanfaatkan uang
dengan sebaik-baiknya sesuai kebutuhannya.
Kehidupan pada saat menggunakan uang dahulu itu sangat unik. Keunikan
hidupnya terlihat pada mencari dan terus bekerja untuk mempertahankan
hidupnya. Tidak semua orang bisa menggunakan uang. Uangnya bisa
digunakan ketika keperluannya sangat mendesak untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya. Segala kebutuhan serba murah, namun kesulitan untuk
mendapatkan uang.
Kehidupan saat ini semakin hari-semakin tidak jelas bahwa
kehidupannya sedang menuju ke dunia mana? Apakah menuju dunia
keselamatan atau dunia kehancuran? Keputusannya baik kalau dibuat oleh
masing-masing orang. Menurut hemat saya, segala lini hidup manusia
semakin dihancurkan dengan kehadiran uang. Sebab dengan uang orang bisa
melakukan apa saja sesuai kemauannya. Mulai dari yang bermaksud baik
hingga yang jahat. Yang baik itu misalnya membeli sesuatu yang penting
untuk dibeli, mendapatkan uang dengan halal dan yang paling terjelek
atau terburuk dalam menggunakan uang itu adalah memberikan kepada orang
lain untuk menghilangnkan nyawa orang lain, membayar kepada orang untuk
mengacaukan situasi tertentu demi kepentingannya dan membayar kepada
orang lain supaya orang yang bersangkutan dibebaskan dari pelanggarannya
dan seterusnya.
Jika itu terus dilakukan bagaimana dengan mentalitas Negara kita
sebagai Negara kesatuan, Negara yang terus diemban sebagai Negara
demokrasi, dan Negara kita sebagai Negara yang terus berasaskan kepada
nilai-nilai pancasila. Enatalah mau memberikan jawabannya seperti apa,
namun penting untuk disadari bersama bahwa dengan kehadirannya uang
situasi hidup mulai tidak stabil sestabil sebelum masyarakat mengenal
uang sebagai alat pembayaran.
Uang yang digunakan saat ini adalah uang yang mudah didapat, mudah
dihitung, dan mudah digunakannya sehingga entah siapapun dia bisa
menggunakan uang sesuai kebutuhannya baik kebutuhan yang penting maupun
yang tidak penting. Kalaupun kebutuhan yang tidak penting menurut orang
lain menurutnya adalah kebutuhan penting misalanya orang membeli rokok.
Menurut orang yang tidak merokok merasa bahwa uang itu tidak penting
untuk membeli rokok tetapi orang yang merokok merasa bahwa rokok itu
penting sehingga uang itu bisa digunakan untuk membeli rokok.
Namun begitu banyak uang telah bertaburan. Begitu banyak orang sedang
mengunakan uang untuk mengunakan kebutuhan apa saja (entah yang positif
maupun yang negatif). Tetapi begitu banyak orang pula mencari uang
dengan susah payah, namun tidak sekerjakeras mencari uang orang seperti
orang dulu. Karena begitu banyak uang bertebaran sehingga begitu banyak
orang bisa mendapatkan uang. Begitu banyak orang bisa mendapatkan uang
cuma-cuma dari pemerintah sebagai bantuan kepada masyarakat.
Berbagai bantuan kini semakin menduduki popisi paling atas bila itu
dirangkingkan. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah itu dengan maksud
mewujudkan kesejahtrakan orang Indonesia, namun juga membunuh orang
Indonesia sebab dengan berbagai bantuan yang diturunkan teruma berupa
dana, budaya kerjanya mulai punah ditengah-tengah masyarakat Indonesia
terutama bagi orang pribumi Papua.
Dengan berbagai bantuan yang diberikan, malas untuk bekerja dan tidak
mau kerja terus berkembang di masyarakat Papua. Hal itu menjadi sebuah
patologi yang harus dibasmi sebab yang terus memberi pupuk terhadap
patologi tidak mau tahu dan malas tahu akan bekerja di masyarakat itu
dengan terus memberikan bantuan kepada masyarakat. Hal tersebut menjadi
masalah yang sangat sensitif sebab masyarakat bagian pantai Papua sudah
kehilangan hutan sagu dengan membakar daerah-daerah yang telah tumbuh
pohon sagunya dan masyarakat pegunungan (pedalaman) Papua kehilangan
kebunnya dengan malas berkebun. Sehingga pada akhirnya mereka menjual
tanah kepada yang bukan pewarisnya untuk mendapatkan uang.
Bantuan berupa dana yang diberikan itu mengajar masyarakat untuk tau
menggunakan uang dan pintar menggunakan uang sehingga bila masyarakat
kehabisan uang-nya maka jalan satu-satunya untuk mendapatkan uang itu
masyarakat menjual tanah miliknya sementara menunggu bantuan dari
pemerintah. Setelah mendapatkan bantuan dari pemerintah, masyarakat
menggunakannya hingga habis dan seusai habisnya masyarakat mulai menjual
lagi tanah sisanya sambil menunggu bantuan dari pemerinah. Hal itu
dilakukan berulang kali maka jangan heran bila anak cucunya tidak
mendapat kebagian untuk mewarisi warisan tanahnya.
Untaian diatas bukan berarti mengkritisi pemerintah atas berbagai
bantuan yang diberikan berupa RASKIN dan RESPEK, melainkan baik juga
bantuan yang diberikan itu bukan berupa uang dan beras, dan mencari
alternaif lainnya untuk membantu kepada masyarakat berupa bibit-bibitan,
ternak, dan berupa peralatan kerja supaya masyarakat menjadi
orang-orang bisa menghasilkan sesuatu.
Tindakan seperti apakah yang harus dilakukan untuk membenahi kehilangan mata pencaharianya?
Ada beberapa alternatif menurut penulis telah diutarakan, namun
penting untuk diulas kembali, bahwa yang menjadi alternatif untuk
membenahi masalah tersebut antara lain:
Untuk Pemerintah
Pertama, bantuan beras miskin bagi orang Papua itu boleh
diberikan kepada masyarakat, namun jangan berlebihan dan mulai
berdayakan masyarakat sesuai dengan keberadaannya dengan memfasilitasi
peralatan kerja. Di bagian pesisir pantai Papua diberikan alat produksi
untuk menghasilkan sagu, sedangkan di bagian pegunungan Papua diberikan
alat kerja untuk menghasilkan petatas dan keladi. Segala kelengkapan
yang dibutuhkan untuk meningkatkan semua aktifitasnya dilengkapi oleh
pemerintah.
Kedua, apapun program yang mau diterapkan di tanah Papua
lebih dahulu dilakukan penelitian. Berbagai masalah yang ditemukan dalam
penelitian itulah yang dijadikan sebagai program utama untuk membenahi
masalahnya. Hal ini penting untuk dilakukan sesegera mungkin sebab
bantuan RESPEK yang diberikan kepada masyarakat itu sambil menerapkan
program kerja yang telah direncanakan oleh pemerintah. Sementara program
kerja itu belum tentu masyarakat membutuhkan pada saat itu, maka sekali
lagi menurut saya bahwa sebelum pembagian dana RESPEK, lebih dahulu
dilakukan penelitian supaya masalah yang diemukan melalui penelitian itu
dijadikan sebagai program kerjanya pemerintah dalam pembagian dan
pemberian dana RESPEK.
Untuk Masyarakat
Bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat itu tidak
selamanya, namun itu hanya berlaku sebentar sehingga masyarakat tetap
mempertahankan pekerjaannya sebagai petani, nelayan dan penyogok sagu
dan penanam sagu (kalau bisa) dan menerima berbagai bantuan dari
pemerintah sebagai kebutuhan tersier (pelengkap).
*) Guru tetap SMP Negeri I Nabire Barat dan Guru Honor di SMA YPPK Adhi Luhur Nabire