photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label PEPERA 1969. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label PEPERA 1969. Tampilkan semua postingan

    Seminar Nasional Dihentikan Peserta

     photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

    Seminar Nasional Dihentikan Peserta

    Seperti diinformasikan sebelumnya (lihat di sini ) bahwa hari ini akan dilaksanakan sebuah seminar nasional. 43 Tahun Pepera. Seminar ini pada awalnya berjalan dengan suasana yang aman terkendali dan sangat sesuai dengan harapan para peserta yang ada. 

    Namun seiring waktu yang berjalan dari pembicara satu ke pembica lainnya, sangat jelas bahwa ada suatu hal yang berusaha ditutupi. yaitu fakta tentang Pepera yang cacat hukum itu, pepera yang tidak sesuai dan penuh dengan kebohongan. Fakta-fakta Pepera malah tidak dibahas tetapi langkah solusi masalah penyelesaian untuk Papua yang di bahas. Antara lain, solusi Papua dengan dialog, kemudian pembicaraan seputar otsus yang sebenarnya sudah tidak sesuai. sudah ditolak oleh masyarakat Bangsa Papua. Namun itulah kenyataan yang terjadi di republik ini. 

    Bahkan dalam seminar inipun terlalu berjalan dengan satu arah dimana mereka mengganggap bahwa generasi Papua sudah merasa bagian sah dari bangsa Indonesia. Sehingga persoalan sejarah Pepera yang terjadi tidak menjadi satu alasan juga yang membuat papua bergejolak tetapi mereka lebih melihat ke kegagalan otsus. 

    Situasi dan suasana semakin tidak terkontrol, luapan emosi peserta yang ada ketika pernyataan-pernyatan yang keluar dari seseorang mengatasnamakan mahasiswa Papua, yang menganggap mitos seputar pulau Papua sebagai naga dan juga Papua itu bagian utama dari berdirinya republik ini, sehingga pasti suatu saat nanti orang papua juga akan menjadi Presiden di republik indonesia.
    Para peserta meminta pembicara tersebut untuk berdiam dan segera seminar ini ditutup karena tidak sesuai.

    Bahkan seperti di tulisan seblumnya telah dimuat mengenai tujuan dari seminar ini, yaitu :
    1. Menggali kembali semangat PEPERA 69, kaitannya dengan Sejarah Politik, Hukum internasional dan implementasi 43 tahun dalam membangun Papua yang sejahtera dan berkeadilan.

    2. Menggali penjelasan semua pihak terkait upaya-upaya pemerintah yang telah dan tengah dilakukan di Papua demi terwujudnya masyarakat papua yan sejahtera dan berkeadlan

    3. Menggali masukan masyarakat ( akademisi, LSM, dan tokoh Papua) terkait pelaksanaan otsus dan implementasi 43 Tahun dalam membangun papua yang sejahtera dan berkeadilan.

    4. Meneguhkan kembali kepercayaan bersama bahwa otsus Papua merupakan kebijakan terbaik dalam penyelesaian persoalan-persoalan dipapua, namun implementasinya masih tersendat-sendat secara operasional.

    5. Mencari titik temu dan sinergi programatik, semua pihak dalam penyelesaian konflik di papua secara damai, sejahtera dan berkeadilan.

    Para peserta yang ada akhirnya meminta kepada Panitia untuk membubarkan dan menghentikan jalannya seminar ini. Dengan sedikit riak kecil dimana para paserta sempat melakukan aksi dengan suara-siara yang sangat keras untuk menentang dan melawan kepada panitia untuk segera jalannya seminar ditutup.
    Akhirnya seminarpun ditutup. tanpa ada kompromi dan lain sebagainya.
    ==================================================================
    Menurut pendapat saya, ini bukan waktu yang tepat untuk membicarakan hal-hal seperti itu. Kini 43 tahun sudah berlalu, indonesia telah memaksakan kehendaknya atas papua tetapi tidak berhasil, karena sejak kemenangan pepera hingga saat ini, Bangsa Papua masih menuntut untuk kemerdekaan yang sudah diproklamirkan. Sudah banyak korban berjatuhan, sudah banya pembungkaman suara-suara, penghilangan nyawa. Semua untuk sebuah kesatuan palsu yang dibangun. Dulu kami generasi lahir dan langsung belajar pancasila, kami ditipu bahwa itu adalah idiologi dan dasar negara kami, ternyata setelah kami dewasa memahami apa yang sesungguhnya terjadi, kami tak merasa bagian dari negara ini... kini kami menuntut pada indonesia, belanda dan PBB untuk segera mengakui kedaulatan kami bangsa Papua.

    Bahkan jangan lagi ada mimpi jika nanti suatu kelak kita akan menjadi presiden di republik indonesia,......

    Hingga kini, indonesia menganggap adanya suara untuk kemerdekaan adalah karena kesejahteraan tetapi bagi kami sesungguhnya itu ada pembohongan kepada warga bangsanya, Papua menuntut kemerdekaan karena fakta sejarah kemerdekaan bangsanya sudah ada.

    Maka indonesia harus dan segera untuk mengakui bahwa Papua sudah merdeka, indonesia harus meminta maaf atas tindakan yang telah dilakukan sejak tercetusnya trikora. Pepera 1969 dan berbagai kejadiaan lainnya. (PH)

    Source : www.papuapost.com
    Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.

    PAPUA BARAT BUKAN BAGIAN DARI NKRI

    PAPUA BARAT BUKAN BAGIAN DARI NKRI       
    GP3PB-AMP

    Sejak tanggal 1 Jully 1971 bangsa Papua Barat lewat proklamasi telah menjatahkan menolak hasil PEPERA dan tidak ikut dalam pemilu pemilu pertama tamggal 5 Juli 1971 dan akan terus berjuang menegakan Kebenaran, Keadilan dan Pembebasan.

    Dengan ini maka kalau terjadi kegiatan pengibaran bendera saat ini di Perbatasan dan daerah lain di Papua Barat maka tidak usah Militer buat gerakan berlebihan untuk menghadapi situasi ini namun lebih baik mencari akar masalah dengan cara damai dan menjelesaikan isu Politik Papua Barat jang selama ini menjadi persoalan jang tidak pernah diselesaikan dengan cara baik dan bermartabat.



    Activis Independence Papua
    Gerakan Pembebasan Perempuan Papua Barat (GP3PB) - Aliansi Mahasiswa Papua (AMP)
    By. Admin

    “MEDIA INDONESIA MENGKLABUI FAKTA PERJUANGAN TPN DI PAPUA”

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta WPNews - SPMNews Group Online

    “MEDIA INDONESIA MENGKLABUI FAKTA PERJUANGAN TPN DI PAPUA”

    PAPUA-- Usaha perjuangan Papua merdeka, perjuangan melalui sayap militer Tentara Pembebasan Nasional – Organisasi Papua Merdeka (Tpn-Opm), media masa Indonesia membalikkan fakta kebenaran mengklabui dengan Isu lain yakni; Gerakan Pengacau Keamanan (GPK), Orang Tak Kenal (OTK), Kelompok Separatis (KP), dan teroris. Pada hal yang sebenarnnya adalah TPN-OPM Murni memperjuangkan Papua Merdeka, hal ini disampaikan Oleh anggota Staf TPN-OPM Teryanus Satto . melalui sms singkat

    Data yang diterima malanesia.com, dia juga memperjelaskan singkat mengenai, salah satu contoh kasus, beberapa waktu lalu, dari Tpn berhasil menewaskan 15 Prajurit Tni (Versi TPN) di Tingginambut dan sinak Puncak Jaya, media Indonesia mengabarkan bahwa yang menembak 8 prajurit (versi Indonesia) adalah kelompok sipil bersenjata, Separatis, GPK, OTK, dan sebagainya, hal ini media Indonesia benar-benar melanggar kode Etik Yurnalistik Indonesia .

    Jelasnya, aksi-aksi Tpn melakukan penembakan terhadap Pasukan Tni dan Polisi, hanya untuk membelah mempertahanan Papua adalah wilayah sudah merdeka sejak 1 desember 1961. Perjuangan TPN untuk mengusir Penjajah Indonesia dari Tanah Papua, itu tujuan visi, misi utama Tpn.

    Jadi, media masa Indonesia harus Independen, jangan memihak kepada Pemerintah penjajah dan stop Propaganda memihak Kepada Aparat Penegak Hukum (Tni-Polri). Jika benar-benar fakta kebenaran lapangan berdasarkan 5W1H, untuk menyampaikan ke publik. supaya masyarakat luas mengetahuinya soal Perjuangan murni dari Tpn.

    Jadi, Indonesia harus, mengetahui bahwa Persoalan Utama Papua adalah “Sejarah”. Sejarah Yakni, Papua jelas merdeka sejak 1 desember 1961, nama Negara (West Papua), Lambang Negara (Burung Mambruk), Lagu Kebangsaan (Hai Tanah Ku Papua), bendera Negara (Bintang Kejora), dan Mata uang (Golden). Nilai-nilai atribut negara, TPN memperjuangkan dan mempertahankan sampai saat ini.

    Tetapi, media masa Indonesia menutupi semua inti Perjuangan sebenarnya orang asli Papua berjuang, dan perjuangan murni TPN. Itulah kondisi dan situasi kenyataan di Papua.

    Kemudian, Pemerintah, dan Negara Penjajah Indonesia kenapa, melarang media massa Internasional yang Independen masuk ke wilayah pulau PAPUA?, mungkin karena Penyakit Pembusukan, Pembuhunan, Pelanggaran(HAM), penindasan, Pemenjarahan, dan Pemerkosaan dilakukan oleh Penjajah Indonesia, melalui militer (Tni-Polri), Negara Indonesia secara kelihatan dan terselubung, takut terungkap di Publik.

    Media Internasional mengunci ke Papua melalui Indonesia seperti diliris mediahttp://www.abc.net.au/, menyampaikan Pengamat Pemerintah Indonesia Larang Pengamat Internasional masuk ke Papua, dan media Internasional masuk ke Papua.

    Dan banyak wartawan Indonesia, yang bertugas di Papua, juga mengakui, mereka juga di kontrol dan teror dari pihak militer Indonesia, hal ini dikabarkan melalui mediawww.tabloidjubi.com. pada tahun 2012 dua belas kasus kekerasan terhadap Jurnalis terjadi di Papua. dimuat pada (27/12/2012) tahun lalu (M/Admin)

    http://www.malanesia.com/2013/03/media-masa-indonesia-membalikan-fakta.html

    Sumber: Jubi, abc.net, facebook, wpnla.net., sms.

    KONSFLIK ANTARA TPN-OPM vs TNI-POLRI



    SEJARAH POLITIK BANGSA PAPUA BARAT DAN PANDAGAN POLITIK

    Ilustrasi saat PEPERA 1969
    SEJARAH POLITIK BANGSA PAPUA BARAT DAN PANDAGAN POLITIK

    Situasi keamanan dan Hak Asasi Manusia di teritori West Papua mulai terganggu sejak Ir. Soekarno Presiden Republik Indonesai mengambil inisiative bersama militer Indonesia melakukan upaya untuk merebut wilayah koloni Nederlands Nieuw Guinea dan menguasai West Papua dari kekuasaan Pemerintah kolonial Nederland tanpah hak dan inisiative tersebut ditentang oleh Wakil Presiden Republik Indonesia Drs. Mohamad Hatta dengan alasan Ras dan Kebangsaan yang berbeda serta kewajiban Pemerintah Republik Indonesia menghormati Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua, namun Ir. Soekarno Presiden Republik Indonesia tetap pada kehendaknya yang bertentangan dengan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 26 Juni 1945, Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa nomor 1514(XV) tanggal 20 Desember 1960 dan alinea Pertama Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.
    Pemerintah Republik Indonesia dan Angkatan Perang Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Ir.Soekarno Presiden Republik Indonesia yang mengumumkan Maklumat Tri Komado Rakyat (TRIKORA) di Alun-alun Jog Jakarta, 19 Desember 1961 mengawali kejahatan terhadap Hak Asasi Manusia Bangsa Papua dengan melakukan tindakan Infiltrasi, Konfrontasi dan Aneksasi wilayah West Papua tanpa hak dengan memanfaatkan situasi politik dunia yang terbagi antara kekuatan kelompok Komunis yang dipimpin Uni Sovyet bersama Tiongkok dan Kelompok Liberalis yang dipimpin oleh Amerika Serikat.
    Pemerintah Republik Indonesia berhasil di rangkul oleh Pemerintah Amerika Serikat yang didukung oleh TNI AD dan menerima tawaran penyelesaian melalui perundingan yang difasilitasi Duta Besar Amerika Serikat di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Mr.Oswalt Bunker.
    Mr. Oswalt Bunker Duta Besar Amerika Serikat di PBB mendesaign Persetujuan New York yang pada prinsipnya mengamankan tujuan dan kepentingan Pemerintah Republik Indonesia dengan harapan Pemerintah Amerika Serikat mendapatkan hak investasi di Indonesia secara khusus di West Papua melalui dokumen kesepakatan yang didesaign Mr. Oswalt Bunker, hal tersebut nampak jelas dalam penandatanganan Kontrak Karya PT. Free Port Mc. Moran 1966 atas eksploitasi Tambang Emas dan Tembaga di Tembagapura West Papua sebelum pelaksanaan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua di bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea tahun 1969 sebagimana pasal 18 d dan 22 ayat 1 Persetujuan New York yang ditandatangani oleh Pemerintah kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia pada 15 Agustus 1962 di gedung Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York.
    Sejak berakhirnya Pemerintahan Sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa UNTEA di West Papua bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea 1 Mei 1963 dan kemudian Kekuasaan Administrasi diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia, dalam bulan tersebut Ir. Soekarno Presiden Republik Indonesia menerbitkan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 8/Mei/1963 yang Menyatakan : “ Melarang/menghalangi atas bangkitnya cabang-cabang Partai Baru di Irian Barat. Di daerah Irian Barat dilarang kegiatan politik dalam bentuk rapat umum, pertemuan umum, demonstrasi-demonstrasi, percetakan, publikasi, pengumuman-pengumuman, penyebaran, perdagangan atau artikel, pameran umum, gambar-gambar atau foto-foto tanpa ijin pertama dari gubernur atau pejabat resmi yang ditunjuk oleh Presiden Republik Indonesia.“
    Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 8/Mei/1963 adalah bukti pelanggaran terhadap pasal 22 ayat 1 Persetujuan New York tanggal 15 Agustus 1962 yang ditanda tangani oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Nederland.
    Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor : 8/Mei/1963, memberi legitimasi kepada militer Indonesia untuk melakukan intimidasi dan operasi penangkapan, penahanan sewenang-wenang tanpa bukti kesalahan terhadap orang pribumi Papua, penyiksaan, pemerkosaan terhadap perempuan dan ibu-ibu Papua, perampokan dan perampasan terhadap harta benda warga masyarakat pribumi Papua, Pembunuhan terhadap aktivis Hak Asasi Manusia dan Demokrasi bangsa Papua yang bersuara keras untuk keadilan dan penegakan pasal 22 ayat 1 Persetujuan New York 15 Agustus 1962 yang ditanda tangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Pemerintah Republik Indonesia.

    Kejahatan terhadap Demokrasi dan Hak Asasi Manusia bangsa Papua yang dilakukan oleh militer Indonesia berlangsung sampai pelaksanaan PEPERA 1969, July-Agustus dibawah legitimasi Keputusan Presiden Republik Indonesia, nomor : 8/Mei/1963.
    Pada tahun 1967, dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 199/1967, Irian Barat dijadikan salah satu Projek diantara 17 Projek Nasional yang mengalami perobahan susunan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 18/1969, dijadikan Sektor-Sektor dimana Irian Barat (West Papua) termasuk sebagai salah satu sektor Khusus.
    Untuk merealisir Operasi Sektor Khusus tersebut, Amir Machmud Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia selaku Ketua Sektor Irian Barat segera mengeluarkan Ketentuan-ketentuan pelaksanaan yang meliputi :
    a. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 31 s/d 38/1968, tentang Pembentukan Daerah-Daerah Musyawarah Kabupaten-Kabupaten.
    b. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 29/1969, tentang Penyempurnaan Susunan Organisasi, Tugas dan Wewenang serta Tata Kerja Sektor Irian Barat.
    c. Keputusan Menteri Dalam Negeri No. IB X/1/1/2, tentang Pedoman Operasi yang merupakan kebijaksanaan Menteri Dalam Negeri selaku Ketua Sektor Irian Barat.
    d. Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 1/X/1969, tenteng Realisasi Pemantapan dalam bulan Mei dan Djuni 1969 dan Pengamanan Pelaksanaan Pepera.
    e. Pedoman No. 12 tahun 1969, tentang tjara kerja Panitia Pembentukan Dewan-Dewan Musyawarah Pepera di Kabupaten-Kabupaten di Irian Barat.
    Ketentuan yang dimaksud pada butir a sampai dengan e menegaskan bahwa Pepera 1969 dilaksanakan dalam bentuk musyawarah-mufakat melalui perwakilan yang diseleksi dan ditunjuk oleh Panitia Sektor Irian Barat yang konsultasinya dimulai 14 July 1969 di DMP Merauke sampai dengan selesai tepat pada tanggal 2 Agustus 1969 di DMP Djayapura.

    Anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) yang dipersiapkan oleh Panitia Sektor Irian Barat 1969, ditugaskan untuk membaca naskah Pernyataan Sikap yang telah dirancang oleh Pemeritah selaku Panitia Sektor Irian Barat dalam musyawarah-mufakat yang bunyi kalimatnya sebagai berikut : “ Tetap bersatu dengan Negara Republik Indonesia dan tidak mau dipisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.”
    Keterangan Anggota Dewan Musyawarah Pepera bahwa Naskah Pernyataan yang dibaca dan ditandatangani oleh mereka adalah sangat bertentangan dengan hati nurani mereka, namun mereka tidak bisa melawan karena sejak dipilih dan ditetapkan sebagai anggota DMP sampai saat dijemput dan diantar oleh militer Indonesia menuju gedung tempat pelaksanaan Musyawarah-mufakat. Dalam perjalanan mereka dibawah tekanan dan diancam dibunuh oleh militer Indonesia, jika kalimat yang diucapkan bertentangan dengan naskah pernyataan yang telah disiapkan oleh Panitia Sektor Irian Barat dan diserahkan kepada Anggota Dewan Musyawarah Pepera.
    Pada akhir tahun 1969, Pemerintah Republik Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Mr.Adam Malik, menyampaikan hasil pelaksanaan PEPERA yang cacat hukum pelaksanaannya kepada Sekretaris General Perserikatan Bangsa-Bangsa sebagai laporan untuk memenuhi kewajiban yang diatur dalam pasal 21 ayat 1 Persetujuan New York 15 Agustus 1962. 

    Pada tahun 1971, Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui Resolusi nomor 2504, yang menerima pelaksanaan dan hasil PEPERA 1969 July – Agustus. Resolusi 2504/1971 tersebut memberikan legitimasi kepada pemerintah asing Republik Indonesia untuk menjajah dan melakukan pelanggaran Hak Asasi Manusia di West Papua tanpa didasari suatu pelaksanaan Referendum yang sejati menurut praktek Internasional ;
    Selanjutnya dibawah legitimasi Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa 2504/1971, Pemerintah Republik Indonesia dibawah kepemimpinan Jenderal TNI Soeharto Presiden Republik Indonesia menetapkan teritori West Papua sebagai Daerah Operasi Militer (DOM) yang didukung oleh Doktrin Dwi Fungsi ABRI pada masa Orde Baru dan telah membunuh lebih dari seratus ribu orang pribumi West Papua tanpa alasan kesalahan namun hanya karena menuntut keadilan atas Pelaksanaan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua.
    Berdasarkan pada fakta hukum dan Hak Penentuan Nasib sendiri Bangsa Papua serta riwayat tindakan kejahatan Pemerintah Republik Indonesia terhadap hak politik bangsa Papua di teritori West Papua bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea, maka Nieuw Guinea Raad / Parlemen Nasional West Papua berpendapat :
    Bahwa Gangguan Keamanan dan pembunuhan secara sistematis oleh Pemerintah Republik Indonesia, Militer Indonesia (TNI) dan Kepolisian Republik Indonesia (POLRI) terhadap bangsa Papua di teritori West Papua bekas koloni Nederlands Nieuw Guinea sejak masa Orde Lama dibawah kepemimpinan Ir. Soekarno, Orde Baru dibawah kepemimpinan Jenderal TNI Soeharto sampai masa Revormasi dibawah kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia, missi pembunuhan sistematik masih terus berlangsung di teritori West Papua terhadap masyarakat pribumi West Papua.
    Bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia dan Militer bersama Kepolisian Republik Indonesia untuk menyelesaikan masalah status politik West Papua diluar prinsip-prinsip Hukum Internasional dan standart Hak Asasi Manusia Perserikatan Bangsa-Bangsa adalah Ilegal dan melawan Hukum Internasional.
    Upaya-upaya penyelesaian yang telah dan sedang dilakukan oleh Pemerintah Rebublik Indonesia dengan memberlakukan Undang-Undang RI No. 21 Tahun 2001, tentang Otonomi Khusus (OTSUS) Bagi Provinsi Papua jo Peraturan Pemerintah No.54 tahun 2004, tentang Majelis Rakyat Papua dan pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) adalah teori penyelesaian konflik Politik West Papua yang tidak mendasar dan bertentangan dengan akar persoalan status politik West Papua.

    Komite Nasional Papua Barat KNPB menilai upaya-upaya Pemerintah Republik Indonesia tersebut merupakan kejahatan Politik Sistematik untuk mengelabui masyarakat Internasional dan Negara-Negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mempertahan kekuasaan Penjajahannya di teritori West Papua.
    Kami komite Nasional Papua Barat KNPB berpendapat sesungguhnya upaya-upaya Pemerintah Republik Indonesia sebagaimana tersebut di atas hanya merupakan taktik untuk menghindar dari tanggungjawab moral dan hukum Pemerintah Republik Indonesia atas Kejahatan yang telah dilakukan terhadap Hak Penentuan Nasib Sendiri Bangsa Papua sebagai unsur Hak Asasi Manusia bangsa Papua yang merupakan hak paling mendasar sejak :

    - Periode TRIKORA 19 Desember 1961 sampai dengan PEPERA 1969,14 July – 2 Agustus. 

    - Periode Persetujuan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 2504 tahun 1971, yang menerima hasil PEPERA 1969 yang cacat hukum hingga saat ini dan seterusnya.

    Komite Nasional Papua Barat berpendapat bahwa Persetujuan New York 15 Agustus 1962 yang ditandatangani oleh Pemerintah Kerajaan Nederland dan Permerintah Republik Indonesia terkait penyelesaian sengketa Politik atas teritori West Papua Harus Ditinjau Kembali sebab Bangsa Papua menilai Persetujuan New York 15 Agustus 1962 merupakan akar kejahatan terhadap Kemanusiaan di West Papua.

    Perserikatan Bangsa-Bangsa harus mengambil Inisiative nyata dan mempertanggungjawabkan Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa Nomor 2504/1971, yang menerima hasil PEPERA West Papua 1969 yang cacat hukum. Peninjauan Kembali Materi Hukum Persetujuan New York 15 Agustus 1962 dan Pelaksanaan Penetuan Pendapat Rakyat 1969 July – Agustus, Wajib dilakukan dihadapan Pengadilan Internasional.

    Demikian Pandangan Resmi Komite Nasional Papua Barat (KNPB) tentang Situasi Keamanan di West Papua.

    Holandia/Jayapura  West Papua 10 Oktober 2014 

    Penulis adalah Ones Suhuniap Sekretaris Umum Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Pusat.
     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif