| Benny Wenda | |
|---|---|
|  | |
| Berpidato pada sebuah acara IPWP di Gedung Parlemen, London, Oktober 2008 | |
| Ketua Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka, Kampanye Papua Merdeka | |
| Informasi pribadi | |
| Lahir | 17 Agustus 1974 Lembah Baliem, Papua | 
| Agama | Kristen Protestan | 
| Sosial media | |
| Situs web | www.bennywenda.org | 
Benny Wenda (lahir di Lembah Baliem, Papua, 17 Agustus 1974; umur 40 tahun) merupakan tokoh separatis Papua di Inggris. Sekitar tahun 1970,
 Wenda muda hidup di sebuah desa pyramid di kawasan Papua Barat. Di 
sana, dia hidup bersama keluarga besarnya. Mereka hidup dengan bercocok 
tanam. Saat itu, dia merasa kehidupannya begitu tenang, "hidup damai 
dengan alam pegunungan." Kira-kira kalimat itulah yang dia rasakan.
Sampai satu saat sekitar tahun 1977,
 ketenangan hidup mereka mulai terusik dengan masuknya pasukan militer. 
Saat itu, Benny Wenda mengklaim pasukan memperlakukan warga dengan keji.
 Benny menyebut di situsnya, salah satu dari keluarga menjadi korban 
hingga akhirnya meninggal dunia. Wenda mengaku kehilangan satu kakinya dalam sebuah serangan udara di 
Papua. Tak ada yang bisa merawatnya sampai peristiwa pilu itu berjalan 
20 tahun kemudian. Saat itu, keluarganya memilih bergabung dengan NKRI.
Kondisi demikian, harus diterima dan dihadapi Wenda. Tetapi rupanya, dia berusaha melawan pilihan orang-orang dekatnya. Singkat cerita, setelah era pemerintah Soeharto
 tumbang, gerakan referendum dari rakyat Papua yang menuntut pembebasan 
dari NKRI kembali bergelora. Dan saat itu, Benny Wenda melalui 
organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka), membawa suara 
masyarakat Papua. Mereka menuntut pengakuan dan perlindungan adat 
istiadat, serta kepercayaan, masyarakat suku Papua. Mereka menolak 
apapun yang ditawarkan pemerintah Indonesia termasuk otonomi khusus.
Lobi-lobi terus dia usahakan sampai akhirnya di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri, pemberlakuan otonomi khusus adalah pilihan politik yang layak untuk Papua dan tak ada yang lain. Saat itu sekitar tahun 2001,
 ketegangan kembali terjadi di tanah Papua. Operasi militer menyebabkan 
ketua Presidium Dewan Papua meninggal. Wenda terus berusaha 
memperjuangkan kemerdekaan Papua.
Pertentangan Wenda berbuntut serius. Dia kemudian dipenjarakan pada 6 Juni 2002 di Jayapura.
 Selama di tahanan, Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius. Dia 
dituduh berbagai macam kasus, Salah satunya disebut melakukan pengerahan
 massa untuk membakar kantor polisi, hingga harus dihukum 25 tahun 
penjara.
Kasus itu kemudian di sidang pada 24 September 2002. Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum. Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Wenda dikabarkan berhasil kabur dari tahanan pada 27 Oktober
 2002. Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny diselundupkan 
melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh 
sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia 
diberikan suaka politik. Dan sejak tahun 2003, Benny dan istrinya Maria 
serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.
Pada tahun 2011,
 Pemerintah Indonesia pernah mengeluarkan Red Notice dan Surat Perintah 
Penangkapan Internasional untuk penangkapan Wenda karena melakukan 
sejumlah pembunuhan dan penembakan di Tanah Air. Wenda mengklaim, red 
notice itu sudah dicabut.




 

 
 
.jpg) 
