photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg
Marilah Berjuang Dengan Sunguh-Sunguh Dan Serius, Setia, Jujur, Bijaksana, Aktif Serta Kontinuitas. Diberdayakan oleh Blogger.
     photo aktifmenulis_zps397205a9.jpg

    ★★★Berita Duka ★★★

     photo Banner2_zps5035c662.jpg

    ★★★Radar Malang★★★

    Tampilkan postingan dengan label Pelajar dan Mahasiswa Papua. Tampilkan semua postingan
    Tampilkan postingan dengan label Pelajar dan Mahasiswa Papua. Tampilkan semua postingan

    Mahasiswa Papua untuk Papua Merdeka !

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta SPM Group Online

    Mahasiswa Papua untuk Papua Merdeka!

    Ditulis Oleh : Patrick Yakobus
    Editor           : B.M.K.Tabuni
    Ilustrasi.(Dok majalahselangkah.com)

    Petius Tabuni. Tubuhnya teriris-iris. Daging dan comotan ototnya keluar. Leher tergorok, kapala kena bacok. Belasan bacokan di sekujur tubuhnya. Indonesia telah menghilangkan salah satu potensi sumber daya manusia Papua begitu saja, layaknya membunuh binatang. 
    Mahasiswa Papua di Manado, Makassar, Kalimantan, Sumatera, Surabaya, Malang, Bandung, Semarang, Solo, Salatiga, Bali, Yogyakarta, Jakarta, kau paham ini: Indonesia tak hargai kau sebagai manusia!

    Saya sebagai anak bangsa tidak menerima mahasiswa kami diperlakukan seperti binatang oleh keluarga besar negara Indonesia dari Sabang sampai Ambonia minus Maluku (Republik Maluku Selatan), Aceh (Gerakan Aceh Merdeka) dan Kalimantan (Borneo Bebas). 

    Anda mahasiswa, benarlah ini, bahwa anda mulai susah mencari kos dan kontrakan sebagai tempat tinggal? Apakah kata-kata anda, tingkah laku anda sering ditertawakan di kampus dan di lingkungan sekitarmu? 

    Apakah kau sering dinamai monyet dan hitam? Bila anda membeli barang, apakah kadang harga menjadi lebih mahal untuk anda yang dari Papua? Apakah anda merasa dipersulit di kampus dan di luar kampus? Apakah anda merasa didiskriminasi? Misalnya, di dalam kampus, seringkah dosen menggunakan bahasa mereka dalam mengajar? 

    Apakah anda merasa tidak diperlakukan dengan semestinya sebagai manusia? Ketahuilah, itu semua hanya karena padamu melekat status ini: kau orang Papua, pemilik tanah air Papua. Kau sebagai orang Papua yang punya kulit gelap, rambut keriting, tentu punya kebudayaan dan berdampak pada cara kita bersosialisasi yang berbeda. Dan itulah yang tidak dihargai keluarga besar Indonesia.

    Petius Tabuni dibunuh dengan sadis di Tataaran, Tondano, Sulawesi Utara. Hingga kini tak ada kabar penyelesaian. Jesicca Elisabeth Isir dibunuh dan dibuang di rel kereta api di Yogyakarta tahun 2010. Kasus diambil alih oleh Polda Yogyakarta. Hingga umur kasus yang menjelang 5 tahun ini, tak ada kabar pengusutan penyelesaian. Kasus Kematian Paulus Petege di pusat kota Yogyakarta, tak ada kabarnya. Kasus kematian mahasiswa Papua lainnya di kota-kota studi lainnya juga bernasib sama.

    Maka ini pertanyaan bagimu, mahasiswa Papua di seluruh Indonesia di luar Papua: Ingin terus menderita batin diperbudak di tanah air penjajah, atau kembali ke Papua, masuk ke Unipa dan Uncen, ke kampus-kampus di Tanah Papua dan memperkuat barisan perlawanan menuju kemerdekaan Bangsa Papua yang sejati?

    Kau mahasiswa Papua di Semarang yang seribuan itu, marilah pulang. Mau yang di Yogyakarta, aku menantimu di Manakwari dan Jayapura. Kau yang di Surabaya, Bandung, Jakarta, Bali, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi selatan dan tengah, aku menanti kau pulang. Kita bersama tegakkan kemerdekaan ini. 

    Sudah cukup kita dijajah. Sudah cukup tanah kita dijarah. Dan ketahuilah yang akan terjadi bila kau mengikuti jejak saudara-saudaramu di Manado, Sulaesi Utara untuk eksodus, pulang ke kampung halaman dan tanah air Papuamu tercinta. Media-media masa dan dunia internasional akan besar-besar menulis kalimat-kalimat ini: 

    Mahasiswa Papua dari Sorong hingga Merauke di seluruh tanah air negara Indonesia telah pulang ke tanah air mereka, Papua. Mereka kini menjadi aktor-aktor penggerak kemerdekaan. Sungguh, kemerdekaan Papua tinggal menunggu waktu, karena estafet perjuangan telah beralih ke gerakan sipil di kota yang dikendalikan intelektual muda Papua yang penuh keberanian dan rela mati bagi bangsa dan negara Papua yang mereka idamkan, terus bergerak tanpa mampu dihentikan oleh peluru, sangkur, popor senjata, dan penjara penjajah.

    Pulangkan Orang Luar Papua dari Papua

    Ini bukan pernyataan rasial. Ini demi keamanan. Ketika kalian semua pulang kembali ke tanah air Papua, maka tahap berikutnya adalah kita pulangkan orang Jawa, Bugis, Buton, Makassar, Sumatera, Kalimantan, Ambon dari tanah Papua. Ini bukan karena kita rasial. Bukan. Tapi karena kita tidak ingin mereka jadi korban dari apa yang kita perjuangkan: Papua Merdeka!

    Musuh kita adalah Indonesia dan semua orang yang menjadi kaki tangannya di tanah Papua. Merekalah yang menciptakan sistem yang menjajah dari pusat, dan menjalankannya untuk menjajah dan menjarah tanah kita. 

    Karena perlawanan kita akan merugikan mereka, warga sipil dari Jawa, Makassar, Bugis, Butoon, Toraja, Ambon, Bali, NTT, dan yang lain-lain, maka kita pulangkan mereka. 

    Tapi bila mereka ingin berjuang bersama kita orang asli Papua, itu lebih baik. Dan bila mereka tetap mengambil posisi netral  dan siap menanggung segala resiko, baiklah mereka tetap tinggal di tanah Papua dan tidak menyalahkan orang asli Papua, apalagi menyalahkan perjuangan orang Papua untuk merdeka.

    Tapi bila mereka, para pendatang di tanah air kita itu ingin memihak sistem penjajahan, negara Indonesia dan orang-orangnya yang menjalankan sistem yang menjajah, maka mereka telah menjadi bagian dari penjajah. Dan orang asli Papua tahu apa yang harus mereka buat pada penjajah: usir mereka dan tegakkan Papua Merdeka!

    Kuliah untuk Papua Merdeka


    Penutup dari tulisan ini. Kau mahasiswa, kau sadar bahwa orang Indonesia, negara Indonesia menganggap kau dan harga diri masing-masing dari kita rendah di mata mereka. 

    Maka jangan sekali-kali dengan sadar diri, merendahkan derajat dan harga dirimu sendiri dengan bekerja sebagai PNS, dimana negara dapat menghargai kemampuanmu dengan sejumlah rupiah yang bila dibandingkan dengan para pimpinanmu yang notabene orang Indonesia, terlampau sedikit.

    Jangan sekali-kali kau rendahkan ketrampilan, kemampuan yang kau miliki dengan hanya dihargai rupiah penjajah. Jadilah gerilyawan Papua Merdeka. 

    Maksud saya dari gerilyawan: jadilah guru, jadilah agitator, orator di jalan-jalan, tukang rakit senjata, perakit bom, ahli strategi dan taktik, jadilah pemasok amunisi, pemanggul sejata di belantara Papua, jadilah pemimpin dan anggota milisi kota, informen dan agen dan bagian dari intelijen organisasi perjuangan. 

    Jadi, apa pun pekerjaanmu, tekunilah. Asal: satu, jangan jadi PNS dan menghambakan diri jadi kaki tangan penjajah. Kedua: turun jalan setiap aksi. Ketiga: minimal 12 jam dalam sehari semalam habiskan untuk  berpikir dan bergerak mewujudkan Papua merdeka. Dan Keempat: pekerjaanmu menunjang tujuan umum bangsa Papua, Papua Merdeka secara nyata.

    Mahasiswa Papua, kembalilah ke tanah air Papua. Kita berkumpul dalam satu kesatuan di Manokwari dan di Jayapura. Kita akan jadi satu padu di Papua. Dan bersama kita dendangkan lagu perang kemerdekaan dan kobarkan api revolusi tegakkan kemerdekaan Papua milik kita bersama. 

    Terakhir, terlambat tapi, selamat rayakan hari KNPB ke-6, 19 November 2014. Kita bersama maknai sebagai momentum kebangkitan kekuatan rakyat Papua menuju pembebasan.

    Kita generasi penderita, penentu kemerdekaan. Mari bersatu mewujudkannya. Kitalah yang harus mengakhiri sejarah derita ini.

    Patrick Yakobus adalah aktivis Papua.


    Sumber : http://majalahselangkah.com 

    SERUAN AKSI : APARAT KEPOLISIAN MENDISKRIMINASIKAN DAN MEMBUNUH HAK BERPENDIDIKAN PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA

    Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta WPNews - SPMNews Group Online



    SERUAN AKSI
    APARAT KEPOLISIAN  MENDISKRIMINASIKAN DAN MEMBUNUH HAK BERPENDIDIKAN PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA

    Salam Demokrasi

    Indonesia sebagai negara hukum, maka didalamnya wajib memiliki lembaga peradilan yang independen sebagai syarat pemenuhannya, dalam konteks itu sesuai dengan tugas pokok kepolisian yang dijamin pada Pasal 13 (UU No. 2 Tahun 2002) menjadikan polisi sebagai garda terdepan dalam mengkontekstualkan negara hukum indonesia itu. Salah satu cita-cita dari negara hukum adalah penghargaan terhadap HAM, untuk mengimplementasikannya telah membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta beberapa aturan hukum lainnya. 


    Polisi sebagai garda terdepan secara institusional telah menjamin perlindungan HAM dalam menjalankan tugas berdasarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia Dalam Tugas-Tugas Kepolisian. Berdasarkan itu tentunya semua anggota kepolisian di seluruh Indonesia termasuk wilayah hukum Polresta Yogyakarta menjadikannya sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas pokoknya. 


    Harapan itu sedikit melenceng pada tataran implementasinya yang terlihat jelas pada Pernyataan Rasis Kalian Orang Papua Di Yogyakata Tidak Biasa Mengunakan Helm Kan ……..yang dilontarkan oleh Brigadir Bagus Panji Nugroho kepada Yohanes Baru yang menjadi alasan pembenaran dilakukannya Tindakan Penganiayaan yang membuat korban marah dan melakukan pembelaan diri sehingga memancing datangnya 2 (dua) oknum polisis sehingga terjadi pengeroyokan terhadap korba yang dilakukan oleh Briptu Bagus Panji Nugroho, dkk pada tanggal 15 Oktober 2014 di depan Kantor Wali Kota Yogyakarta. 


    Walaupun faktanya demikian namun sang polisi itu menyembunyikan kesalahan sebelumnya dan melaporkan Yohanes Baru sebagai Pelaku Penganiayaan terhadap dirinya sehingga Yohanes Baru harus mendekam di Kantor Polresta Yogyakarta dan tentunya secara otomatis akan mengorbankan proses perkuliaan yang akan memasuki ujian tengah semester pada tanggal 27 Oktober 2014 nanti.

    Mengingat aktifitas perkuliahan serta berdasarkan fakta hukum diatas, maka Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Daerah Istimewah Yogyakara (IPMAPA DIY) telah mengirimkan Surat Permohonan Penanguhan Penahanan dan Pengalihan Status Tahanan serta Surat Permohonan Audensi Dengan Kapolresta Yogyakarta tertanggal 16 Oktober 2014 dengan harapan dapat diadakan pertemuan pada tanggal 20 Oktober 2014 untuk membahas Pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan yang dilakukan Brigadir Bagus Panji Nugroho dkk dengan harapan agar ada diskresi dan alternative penyelesaian mengunakan Prinsip Restorative Justice sebagai bentuk penghargaan terhadap prinsip persamaan di depan hukum untuk menyelamatkan proses perkuliahan, namun audensi dengan Kapolresta tidak terlaksanakan. 


    Selanjutnya untuk memastikan kedua surat tersebut pada tanggal 22 Oktober 2014 kami mendatangi Kapolresta Yogyakarta namun kata petugas disana sampai saat ini belum ada disposisi dan katanya kedua surat tersebut masih berada dimeja sekertaris pribadi (sekpri) Kapolresata. Apapun alasannya kedua surat telah dilayangkan pada tanggal 16 Oktober 2014 namun hingga tanggal 23 Oktober 2014 surat tersebut belum ada jawaban apapun, padahal waktu ujian tengah semester tinggal beberapa hari saja. 

    Berdasarkan sikap Kapolresta Yogyakarta dan sekpri-nya diatas, kami menduga bahwa secara perlahan-lahan beliau ingin mengorbankan kebebasan Yohanes Baru untuk menikmati pendidikan yang merupakan hak kostitusinya dan secara langsung menunjukan niatnya untuk melindungi Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta pelaku Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Pelanggaran Hukum Pidana (Penganiyayaan dan Pengeroyokan) terhadap Yohanes baru.


    Melalui sikap Kapolresta Yogyakarta diatas, secara langsung mengorek luka batin keluarga besar IPMAPA DIY atas ketidakmampuan Kapolresta Yogyakarta dan jajarannya dalam mengungkap Kasus Pembunuhan 2 (dua) Mahasiswa Papua yang terjadi dalam wilayah hukum Polresta Yogyakarat pada tahun 2009 yang berujung pada pengalihan persoalan dimana Mahasiswa Papua dijadikan tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pengrusakan, serta Kasus Pembunuhan terhadap Paulus Petege di depan benteng Vor de bus Malioboro pada Juli 2014 yang sampai saat ini belum terungkap siapa pelakunya padahal kronologis dan alat bukti (keterangan saksi dan rekaman Sisi TV) telah berada ditanggan penyidik Polresta Yogyakarta. 


    Berdasarkan kenyataan itu dengan sendirinya menunjukan adanya perlakuan berbeda (diskriminasi) dalam penanganan perkara oleh Penyidik Polresta Yogyakarta terhadap Mahasiswa Papua di wilayah hukum Polresta Yogyakarta apabila statusnya sebagai korban dan/atau sebagi pelaku. Melalui kenyataan itu maka kami menyimpulkan dan menyatakan secara tegas bahwa :


    Kapolresta Yogyakarta telah melakukan diskriminasi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang polisi dan secara jelas ingin menghambat proses perkuliahan Yohanes Baru yang akan menjalani Ujian Mid Semester pada tanggal 27 Oktober 2014, sembari melindungi anggotanya yang telah melakukan Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Tindak Pidana Penganiyayaan (351 KUHP) dan Pengeroyokan (358 KUHP) pada waktu menjalankan tugas-tugas kepolisian.


    Berdasarkan hal-hal diata maka, kami keluarga besar IPMAPA DIY menuntut agar :


    1. Kapolresta Yogyakarta Segera menahan dan memproses secara Hukum Anggota Polisi Pelaku pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan sekarang juga;


    2. Jika tidak maka Kapolresta Yogyakarta Segerah membebaskan Yohanes Baru Tanpa Syarat sebagai wujud implementasi persamaan di depan hukum;


    3. Kapolri melalui Kapolda DIY segarah usut tuntas Kasus Pembunuhan Mahasiswa Papua di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta dari tahun 2009 – 2014 dan segerah usut tuntas Kasus Pembunuhan, Penganiayaan, dan Pengeroyokan terhadap Mahasiswa Papua di Menado melalui Kapolda Sulawesi Utara;


    4. Adanya perlindungan secara khusus kepada Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta dan Menado dari Gubrnur DIY, Gubernur Sulut, Gubernur Papua, dan Gubernur Papua Barat.


    Untuk menyuarakan Sikap Aparat Kepolisan yang Mendiskriminasikan dan Membunuh Hak Berpendidikan Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta ini, maka akan digelar mimbar bebas pada :

    Hari/tanggal : Jumat, 24 Oktober 2014
    Tempat : Depan Kapolresta Yogyakarta
    Waktu : 09:00 - Selesai
    Titik Kumpul : Asarama Mahasiswa Papua (Kamasan I)
    Jam Kumpul 07;00 pagi


    Diharapkan agar seluruh pelajar dan mahasiswa papua yang akan mengikuti mimbar bebas ini wajib mengunakan Almamater Kampus Masing-masing dan datang dalam keadaan sadar (tidak mabuk). Bagi ketua- ketua Paguyuban wajib hadir demi perlindungan terhadap semua pelajar dan Mahasiswa Papua di DIY.


    Sumber : Fb . Peuu Mabiipai
     
     photo bendera-bintang-kejora-dan-cewek-bule-jpg1_zps4a30c64f.jpg
     photo SALAMPEMBEBASANDANREVOLUSI_zpsbdffla8q.gif