Semua hasil karya yang dimuat di situs ini baik berupa teks, gambar dan suara serta segala bentuk grafis (selain yang berkode IST) menjadi hak cipta WPNews - SPMNews Group Online
Salam Demokrasi
Indonesia sebagai negara hukum, maka didalamnya wajib memiliki lembaga peradilan yang independen sebagai syarat pemenuhannya, dalam konteks itu sesuai dengan tugas pokok kepolisian yang dijamin pada Pasal 13 (UU No. 2 Tahun 2002) menjadikan polisi sebagai garda terdepan dalam mengkontekstualkan negara hukum indonesia itu. Salah satu cita-cita dari negara hukum adalah penghargaan terhadap HAM, untuk mengimplementasikannya telah membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta beberapa aturan hukum lainnya.
Polisi sebagai garda terdepan secara institusional telah menjamin perlindungan HAM dalam menjalankan tugas berdasarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia Dalam Tugas-Tugas Kepolisian. Berdasarkan itu tentunya semua anggota kepolisian di seluruh Indonesia termasuk wilayah hukum Polresta Yogyakarta menjadikannya sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Harapan itu sedikit melenceng pada tataran implementasinya yang terlihat jelas pada Pernyataan Rasis Kalian Orang Papua Di Yogyakata Tidak Biasa Mengunakan Helm Kan ……..yang dilontarkan oleh Brigadir Bagus Panji Nugroho kepada Yohanes Baru yang menjadi alasan pembenaran dilakukannya Tindakan Penganiayaan yang membuat korban marah dan melakukan pembelaan diri sehingga memancing datangnya 2 (dua) oknum polisis sehingga terjadi pengeroyokan terhadap korba yang dilakukan oleh Briptu Bagus Panji Nugroho, dkk pada tanggal 15 Oktober 2014 di depan Kantor Wali Kota Yogyakarta.
Walaupun faktanya demikian namun sang polisi itu menyembunyikan kesalahan sebelumnya dan melaporkan Yohanes Baru sebagai Pelaku Penganiayaan terhadap dirinya sehingga Yohanes Baru harus mendekam di Kantor Polresta Yogyakarta dan tentunya secara otomatis akan mengorbankan proses perkuliaan yang akan memasuki ujian tengah semester pada tanggal 27 Oktober 2014 nanti.
Mengingat aktifitas perkuliahan serta berdasarkan fakta hukum diatas, maka Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Daerah Istimewah Yogyakara (IPMAPA DIY) telah mengirimkan Surat Permohonan Penanguhan Penahanan dan Pengalihan Status Tahanan serta Surat Permohonan Audensi Dengan Kapolresta Yogyakarta tertanggal 16 Oktober 2014 dengan harapan dapat diadakan pertemuan pada tanggal 20 Oktober 2014 untuk membahas Pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan yang dilakukan Brigadir Bagus Panji Nugroho dkk dengan harapan agar ada diskresi dan alternative penyelesaian mengunakan Prinsip Restorative Justice sebagai bentuk penghargaan terhadap prinsip persamaan di depan hukum untuk menyelamatkan proses perkuliahan, namun audensi dengan Kapolresta tidak terlaksanakan.
Selanjutnya untuk memastikan kedua surat tersebut pada tanggal 22 Oktober 2014 kami mendatangi Kapolresta Yogyakarta namun kata petugas disana sampai saat ini belum ada disposisi dan katanya kedua surat tersebut masih berada dimeja sekertaris pribadi (sekpri) Kapolresata. Apapun alasannya kedua surat telah dilayangkan pada tanggal 16 Oktober 2014 namun hingga tanggal 23 Oktober 2014 surat tersebut belum ada jawaban apapun, padahal waktu ujian tengah semester tinggal beberapa hari saja.
Berdasarkan sikap Kapolresta Yogyakarta dan sekpri-nya diatas, kami menduga bahwa secara perlahan-lahan beliau ingin mengorbankan kebebasan Yohanes Baru untuk menikmati pendidikan yang merupakan hak kostitusinya dan secara langsung menunjukan niatnya untuk melindungi Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta pelaku Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Pelanggaran Hukum Pidana (Penganiyayaan dan Pengeroyokan) terhadap Yohanes baru.
Melalui sikap Kapolresta Yogyakarta diatas, secara langsung mengorek luka batin keluarga besar IPMAPA DIY atas ketidakmampuan Kapolresta Yogyakarta dan jajarannya dalam mengungkap Kasus Pembunuhan 2 (dua) Mahasiswa Papua yang terjadi dalam wilayah hukum Polresta Yogyakarat pada tahun 2009 yang berujung pada pengalihan persoalan dimana Mahasiswa Papua dijadikan tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pengrusakan, serta Kasus Pembunuhan terhadap Paulus Petege di depan benteng Vor de bus Malioboro pada Juli 2014 yang sampai saat ini belum terungkap siapa pelakunya padahal kronologis dan alat bukti (keterangan saksi dan rekaman Sisi TV) telah berada ditanggan penyidik Polresta Yogyakarta.
Berdasarkan kenyataan itu dengan sendirinya menunjukan adanya perlakuan berbeda (diskriminasi) dalam penanganan perkara oleh Penyidik Polresta Yogyakarta terhadap Mahasiswa Papua di wilayah hukum Polresta Yogyakarta apabila statusnya sebagai korban dan/atau sebagi pelaku. Melalui kenyataan itu maka kami menyimpulkan dan menyatakan secara tegas bahwa :
Kapolresta Yogyakarta telah melakukan diskriminasi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang polisi dan secara jelas ingin menghambat proses perkuliahan Yohanes Baru yang akan menjalani Ujian Mid Semester pada tanggal 27 Oktober 2014, sembari melindungi anggotanya yang telah melakukan Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Tindak Pidana Penganiyayaan (351 KUHP) dan Pengeroyokan (358 KUHP) pada waktu menjalankan tugas-tugas kepolisian.
Berdasarkan hal-hal diata maka, kami keluarga besar IPMAPA DIY menuntut agar :
1. Kapolresta Yogyakarta Segera menahan dan memproses secara Hukum Anggota Polisi Pelaku pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan sekarang juga;
2. Jika tidak maka Kapolresta Yogyakarta Segerah membebaskan Yohanes Baru Tanpa Syarat sebagai wujud implementasi persamaan di depan hukum;
3. Kapolri melalui Kapolda DIY segarah usut tuntas Kasus Pembunuhan Mahasiswa Papua di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta dari tahun 2009 – 2014 dan segerah usut tuntas Kasus Pembunuhan, Penganiayaan, dan Pengeroyokan terhadap Mahasiswa Papua di Menado melalui Kapolda Sulawesi Utara;
4. Adanya perlindungan secara khusus kepada Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta dan Menado dari Gubrnur DIY, Gubernur Sulut, Gubernur Papua, dan Gubernur Papua Barat.
Untuk menyuarakan Sikap Aparat Kepolisan yang Mendiskriminasikan dan Membunuh Hak Berpendidikan Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta ini, maka akan digelar mimbar bebas pada :
Hari/tanggal : Jumat, 24 Oktober 2014
Tempat : Depan Kapolresta Yogyakarta
Waktu : 09:00 - Selesai
Titik Kumpul : Asarama Mahasiswa Papua (Kamasan I)
Jam Kumpul 07;00 pagi
Diharapkan agar seluruh pelajar dan mahasiswa papua yang akan mengikuti mimbar bebas ini wajib mengunakan Almamater Kampus Masing-masing dan datang dalam keadaan sadar (tidak mabuk). Bagi ketua- ketua Paguyuban wajib hadir demi perlindungan terhadap semua pelajar dan Mahasiswa Papua di DIY.
Sumber : Fb . Peuu Mabiipai
SERUAN AKSI : APARAT KEPOLISIAN MENDISKRIMINASIKAN DAN MEMBUNUH HAK BERPENDIDIKAN PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA
SERUAN AKSI
APARAT KEPOLISIAN MENDISKRIMINASIKAN DAN MEMBUNUH HAK BERPENDIDIKAN PELAJAR DAN MAHASISWA PAPUA
Salam Demokrasi
Indonesia sebagai negara hukum, maka didalamnya wajib memiliki lembaga peradilan yang independen sebagai syarat pemenuhannya, dalam konteks itu sesuai dengan tugas pokok kepolisian yang dijamin pada Pasal 13 (UU No. 2 Tahun 2002) menjadikan polisi sebagai garda terdepan dalam mengkontekstualkan negara hukum indonesia itu. Salah satu cita-cita dari negara hukum adalah penghargaan terhadap HAM, untuk mengimplementasikannya telah membentuk UU Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia serta beberapa aturan hukum lainnya.
Polisi sebagai garda terdepan secara institusional telah menjamin perlindungan HAM dalam menjalankan tugas berdasarkan Peraturan Kepolisian Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 Tentang Implementasi Standar dan Pokok-Pokok Hak Asasi Manusia Dalam Tugas-Tugas Kepolisian. Berdasarkan itu tentunya semua anggota kepolisian di seluruh Indonesia termasuk wilayah hukum Polresta Yogyakarta menjadikannya sebagai pijakan dalam melaksanakan tugas pokoknya.
Harapan itu sedikit melenceng pada tataran implementasinya yang terlihat jelas pada Pernyataan Rasis Kalian Orang Papua Di Yogyakata Tidak Biasa Mengunakan Helm Kan ……..yang dilontarkan oleh Brigadir Bagus Panji Nugroho kepada Yohanes Baru yang menjadi alasan pembenaran dilakukannya Tindakan Penganiayaan yang membuat korban marah dan melakukan pembelaan diri sehingga memancing datangnya 2 (dua) oknum polisis sehingga terjadi pengeroyokan terhadap korba yang dilakukan oleh Briptu Bagus Panji Nugroho, dkk pada tanggal 15 Oktober 2014 di depan Kantor Wali Kota Yogyakarta.
Walaupun faktanya demikian namun sang polisi itu menyembunyikan kesalahan sebelumnya dan melaporkan Yohanes Baru sebagai Pelaku Penganiayaan terhadap dirinya sehingga Yohanes Baru harus mendekam di Kantor Polresta Yogyakarta dan tentunya secara otomatis akan mengorbankan proses perkuliaan yang akan memasuki ujian tengah semester pada tanggal 27 Oktober 2014 nanti.
Mengingat aktifitas perkuliahan serta berdasarkan fakta hukum diatas, maka Ikatan Pelajar dan Mahasiswa Papua Daerah Istimewah Yogyakara (IPMAPA DIY) telah mengirimkan Surat Permohonan Penanguhan Penahanan dan Pengalihan Status Tahanan serta Surat Permohonan Audensi Dengan Kapolresta Yogyakarta tertanggal 16 Oktober 2014 dengan harapan dapat diadakan pertemuan pada tanggal 20 Oktober 2014 untuk membahas Pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan yang dilakukan Brigadir Bagus Panji Nugroho dkk dengan harapan agar ada diskresi dan alternative penyelesaian mengunakan Prinsip Restorative Justice sebagai bentuk penghargaan terhadap prinsip persamaan di depan hukum untuk menyelamatkan proses perkuliahan, namun audensi dengan Kapolresta tidak terlaksanakan.
Selanjutnya untuk memastikan kedua surat tersebut pada tanggal 22 Oktober 2014 kami mendatangi Kapolresta Yogyakarta namun kata petugas disana sampai saat ini belum ada disposisi dan katanya kedua surat tersebut masih berada dimeja sekertaris pribadi (sekpri) Kapolresata. Apapun alasannya kedua surat telah dilayangkan pada tanggal 16 Oktober 2014 namun hingga tanggal 23 Oktober 2014 surat tersebut belum ada jawaban apapun, padahal waktu ujian tengah semester tinggal beberapa hari saja.
Berdasarkan sikap Kapolresta Yogyakarta dan sekpri-nya diatas, kami menduga bahwa secara perlahan-lahan beliau ingin mengorbankan kebebasan Yohanes Baru untuk menikmati pendidikan yang merupakan hak kostitusinya dan secara langsung menunjukan niatnya untuk melindungi Anggota Kepolisian Resort Kota Yogyakarta pelaku Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Pelanggaran Hukum Pidana (Penganiyayaan dan Pengeroyokan) terhadap Yohanes baru.
Melalui sikap Kapolresta Yogyakarta diatas, secara langsung mengorek luka batin keluarga besar IPMAPA DIY atas ketidakmampuan Kapolresta Yogyakarta dan jajarannya dalam mengungkap Kasus Pembunuhan 2 (dua) Mahasiswa Papua yang terjadi dalam wilayah hukum Polresta Yogyakarat pada tahun 2009 yang berujung pada pengalihan persoalan dimana Mahasiswa Papua dijadikan tersangka dalam kasus Tindak Pidana Pengrusakan, serta Kasus Pembunuhan terhadap Paulus Petege di depan benteng Vor de bus Malioboro pada Juli 2014 yang sampai saat ini belum terungkap siapa pelakunya padahal kronologis dan alat bukti (keterangan saksi dan rekaman Sisi TV) telah berada ditanggan penyidik Polresta Yogyakarta.
Berdasarkan kenyataan itu dengan sendirinya menunjukan adanya perlakuan berbeda (diskriminasi) dalam penanganan perkara oleh Penyidik Polresta Yogyakarta terhadap Mahasiswa Papua di wilayah hukum Polresta Yogyakarta apabila statusnya sebagai korban dan/atau sebagi pelaku. Melalui kenyataan itu maka kami menyimpulkan dan menyatakan secara tegas bahwa :
Kapolresta Yogyakarta telah melakukan diskriminasi dalam menjalankan tugasnya sebagai seorang polisi dan secara jelas ingin menghambat proses perkuliahan Yohanes Baru yang akan menjalani Ujian Mid Semester pada tanggal 27 Oktober 2014, sembari melindungi anggotanya yang telah melakukan Pelanggaran Diskriminasi Rasial dan Tindak Pidana Penganiyayaan (351 KUHP) dan Pengeroyokan (358 KUHP) pada waktu menjalankan tugas-tugas kepolisian.
Berdasarkan hal-hal diata maka, kami keluarga besar IPMAPA DIY menuntut agar :
1. Kapolresta Yogyakarta Segera menahan dan memproses secara Hukum Anggota Polisi Pelaku pelanggaran Diskriminasi Rasial, Penganiayaan, dan Pengeroyokan sekarang juga;
2. Jika tidak maka Kapolresta Yogyakarta Segerah membebaskan Yohanes Baru Tanpa Syarat sebagai wujud implementasi persamaan di depan hukum;
3. Kapolri melalui Kapolda DIY segarah usut tuntas Kasus Pembunuhan Mahasiswa Papua di Wilayah Hukum Polresta Yogyakarta dari tahun 2009 – 2014 dan segerah usut tuntas Kasus Pembunuhan, Penganiayaan, dan Pengeroyokan terhadap Mahasiswa Papua di Menado melalui Kapolda Sulawesi Utara;
4. Adanya perlindungan secara khusus kepada Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta dan Menado dari Gubrnur DIY, Gubernur Sulut, Gubernur Papua, dan Gubernur Papua Barat.
Untuk menyuarakan Sikap Aparat Kepolisan yang Mendiskriminasikan dan Membunuh Hak Berpendidikan Pelajar dan Mahasiswa Papua di Yogyakarta ini, maka akan digelar mimbar bebas pada :
Hari/tanggal : Jumat, 24 Oktober 2014
Tempat : Depan Kapolresta Yogyakarta
Waktu : 09:00 - Selesai
Titik Kumpul : Asarama Mahasiswa Papua (Kamasan I)
Jam Kumpul 07;00 pagi
Diharapkan agar seluruh pelajar dan mahasiswa papua yang akan mengikuti mimbar bebas ini wajib mengunakan Almamater Kampus Masing-masing dan datang dalam keadaan sadar (tidak mabuk). Bagi ketua- ketua Paguyuban wajib hadir demi perlindungan terhadap semua pelajar dan Mahasiswa Papua di DIY.
Sumber : Fb . Peuu Mabiipai