Permasalahan Sejarah, Otsus Sampai UP4B
Oleh Dujan Kogoya*)
Jika kita berbicara mengenai bagaimana pelaksananaan otonomi khusus Papua yang di berikan oleh pemerintah pusat melalui UU NO 21 Tahun 2001
dan program baru yang di tawarkan oleh pemerintah pusat untuk Papua dan
Papua Barat yang di sebut dengan Unit Percepatan Pembangunan Papua Dan
Papua Barat atau di singkat dengan UP4B, tentu tidak akan terlepas dari
sejarah masa lalu. Karena permasalahan otonomi khsusus dan UP4B memiliki
hubungan yang saling berkaitan dengan sejarah Papua.
Dalam mempelajari sejarah kita akan kenal dengan beberapa tahap
perkembangan sejarah, berikut secara singkat dapat di ulas kembali
yaitu:
Papua perna di janjikan oleh Belanda akan memberikan kemerdekaan dan telah di persiapkan dengan nama Negara West Papua, lagu kebangsaan Hai Tanahku Papua, lambang Negara Burung Mambruk, Bendera Negara Bintang Kejora.
Dan tepatnya pada tanggal 1 desember tahun 1961 telah melakukan
deklarasi kemerdekaan Negara West Papua. deklarasi tersebut dilakukan
oleh dewan nasional Papua atau kadang disebut komite nasional Papua
Barat yang di bentuk pada waktu itu untuk mempersiapkan kemerdekaan
Papua. pada saat itu semua orang Papua 100% setuju dan ingin memiliki
Negara sendiri (merdeka).
Kemudian pada tahun 1969 dilaksanakan Penentuan Pendapat Rakyat atau
di singkat PEPERA oleh Indonesia dengan tujuan membatalkan kemerdekaan
Papua Barat dengan maksud mengintegrasikan Papua ke dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Akhirnya rencana pembatalan kemerdekaan
Papua telah dilaksanakan dengan sangat manipulative dan penuh dengan
tekanan militer Indonesia. Sekitar 1.025 orang saja melaksanakan pepera,
sedangkan menurut perjanjian New York (new York Agrement) 1963, harus
dilakukan satu orang satu suara (one man one people), namun dilakukan
dengan cara indonesia yaitu dengan cara musyawarah. Para peserta PEPERA
di ajak berjalan – jalan keliling pulau jawa dan bali, menghinap di
hotel mewah dengan ketersediaan perempuan jawa yang dapat menemani
istirahat para peserta PEPERA serta pemberian oleh – oleh berupa radio
tens dll.
Jika demikian patut kita pertanyakan kenapa pulau Papua ini di
manipulasi dan dipaksa masuk ke dalam Indonesia, ada kepentingan apa
sehingga menjadi perebutan? Pertanyaan ini jawabannya adalah tidak lain
dari kepentingan ekonomi kapitalis dan Indonesia. Berikut sebagai contoh
dapat kita pelajari apa yang melatarbelakangi perebutan wilayah Papua
ke dalam NKRI:
1. Kepentingan ekonomi kapitalis
Kepentingan kapitalis ini dapat kita lihat bahwa sebelum pepera
dilaksanakan pada tahun 1969, pada tahun 1967 PT Freeport Indonesia (2
tahun sebelum pepera) sudah mengantongi ijin operasi kekayaan alam yang
ada di Papua khususnya di sekitar wilayah selatan Timika.
2. Kepentingan ekonomi Indonesia
Sangat jelas bahwa Papua memiliki kekayaan alam yang berlimpah
dibandingkan dengan pulau – pulau lainya di Indonesia. Sehingga
Indonesia tidak mau membiarkan Papua di rebut oleh Negara lain atau
pisah dari NKRI. Sehubungan dengan kepentingan ekonomi Indonesia, dapat
kita lihat sebuah pernyataan yang di lakukan oleh seorang perancang
Pepera Ali Murtopo (orang kepercayaan soeharto) menyebutkan:
Jika kamu orang Papua ingin merdeka, pergilah mengemis di Amerika
dan memintah sala satu pulau di pasifik atau pergilah ke bulan dan
dirikan Negara Papua di sana. Sebab kami tidak butuh orang Papua, tetapi
kami butuh tanah Papua.
Dengan demikian sangatlah jelas bahwa orang Indonesia tidak
memerlukan orang Papua (manusia Papua), melainkan kekayaan yang ada di
Papua yang melimpah ruah yang sampai saat ini di jadikan dapur bagi
Indonesia juga bagi kapitalis yang memiliki kepentingan ekonomi di
Papua. teringat bahwa dalam media online Facebook perna saya
menyampaikan isi hati saya setelah berfikir dan merenung terhadap
persoalan Papua dan saya menulis:
“Pulau Papua Bagaikan Gadis cantik yang terus menerus di Perkosa
(ekplorasi/eksploitasi) oleh semua laki-laki (negara dan pengusaha yang
memiliki kepentingan), tetapi setelah puas (mengambil kekayaan alam)
mereka akan meninggalkannya (membebaskan Papua) dalam kondisi telanjang
dan tidak berdaya (kehabisan kekayaan alam Papua)”.
Otonomi khusus Papua bukan aspirasi masyarakat Papua yang kemudian di
godok menjadi UU untuk di berlakukan di Papua melainkan hasil negosiasi
atau kompromi para elit local Papua dan Pemerintah pusat semata sebagai
solusi jalan tengah (win-win solution) dari tuntutan rakyat Papua
yang ingin melepaskan diri dari NKRI. Akhirnya negosiasi antara
pemerintah pusat dengan para elit politik local Papua telah berhasil
menyepakati agar otonomi khusus bagi Papua dapat di berlakukan.
Kesepakatan itu mewarnai banyaknya protes dan penolakan oleh rakyat Papua terhadap pemberlakuan otonomi khusus di Papua tetapi bagaimanapun
tetap di paksakan untuk tetap di berlakukann di Papua karena otonomi
khusus sudah di anggap sah dari hasil negosiasi dan di kompromikan
dengan para elit Papua sehingga kompromi tersebut merupakan kekuatan
yang sah dan tidak dapat di lawan atau digugat oleh rakyat kecil dan
atau masa yang berjumlah banyakpun tidak memiliki kekuatan untuk melawan
para elit politik local yang dapat di hitung dengan jari.
Sesuai dangan hasil kompromi itulah, maka otonomi khusus secara resmi
di berlakukan melalui Undang – Undang No 21 Tahun 2001 tentang Otonomi
Khusus Bagi Provinsi Papua, dimana secara resmi mulai di berlakukan di
Papua pada tahun 2001.
UU Otsus Papua yang di harapkan akan lebih baik dari sebelum otsus
ternyata setelah berapa tahun otsus berjalan rakyat Papua sudah mulai
protes karena ketidak efektifnya UU Otsus, kemudian muncul aksi besar –
besaran yang di lakukan oleh rakyat Papua dan para intelektual muda
Papua (Pemuda-mahasiswa) dengan pernyataan – pernyataan otsus Papua
telah gagal hingga saat ini. Namun di sisi lain kucuran dana otsus
puluhan triliyunan rupiah masih saja di kucurkan oleh pemerintah pusat
ke Papua, walaupun otsus sudah di anggap gagal.
Seorang Staf komnas Ham RI Stanley Adi Prasetyo, menyebutkan bahwa,
sepuluh tahun sudah Undang-Undang No 21 tentang Otonomi Khusus Papua
disahkan. UU ini awalnya diharapkan bisa menyelesaikan masalah di Papua.
Namun, jika melihat keadaan di Papua secara keseluruhan, tak ada
perubahan secara signifikan. Implementasi UU Otsus Papua kenyataannya
mengundang banyak pertanyaan, sebab rakyat Papua masih bergelut dengan
kemiskinan. Kehadiran UU Otsus Papua menimbulkan masalah pelik bagi
Papua yang diakui merupakan tempat yang kaya akan sumber daya alam. Masyarakat Papua secara umum masih bergelut dengan berbagai persoalan pelanggaran HAM, kemiskinan, dan kebodohan.
Berbagai gejolak, konflik, dan kekerasan di Papua merupakan ekspresi
kekecewaan akibat UU Otsus tidak terlaksana secara konsisten.
Bertumpuknya kekecewaan ini menimbulkan ketidakpercayaan yang semakin
lama menjadi faktor penghambat dan mengganggu proses pembangunan di
Papua. Orang Papua melihat pemerintah pusat sebagai pembohong.
Pemerintah menetapkan banyak peraturan perundang-undangan khusus untuk
Papua, mengeluarkan berbagai macam kebijakan pembangunan, dan mengumbar
janji pembangunan. Tetapi, orang Papua melihat bahwa pemerintah tidak
serius mewujudkannya.
Sala seorang dosen Uncen juga mengakui bahwa UU Otonomi Khusus masih
terkendala secara Yuridis (hukum) maupun non Yuridis. Secara yuridis
adalah dimana pasal – pasal dari UU Otsus belum sepenuhnya dilakukan
bahkan ada pasal – pasal tertentu tidak efektif di jalankan, secara non
yuridis adalah permasalahan di luar hokum yang mestinya secara efektif
berjalan tetapi tidak berjalan dalam praktek pelaksanaan UU Otsu situ
sendiri.
Jadi, Intinya adalah semua orang Papua tidak puas dengan otsus karena
otsus bukan merupakan aspirasi rakyat Papua tetapi sebuah tawaran
pemerintah pusat yang dikompromikan pemerintah pusat kepada para elit
local Papua. Biarpun dana otsus yang di kucurkan pemerintah pusat ke
Papua dengan jumlah puluhan bahkan ratusan triliyunpun orang Papua tidak
akan merasa puas dan tenang. Teriakan tentang keluar dari penjajahan
Indonesia akan terus menerus di suarakan sampai titik darah penghabisan.
Otsus juga terkesan dipaksakan agar berlaku di Papua.
Di tengah – tengah pernyataan penolakan otsus karena ketidakpuasan
rakyat Papua terhadap pemberlakuan otonomi khusus di Papua, pemerintah
pusat menawarkan lagi dengan program Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B). sampai saat ini masih di warnai protes terhadap
program UP4B oleh masyarakat, DPR, MRP, tokoh agama, Pemuda dan kaum
intelektual muda Papua (Pemuda dan mahasiswa).
Namun dilain sisi pihak – pihak yang pro terhadap program UP4B terus
melakukan kampanye dengan maksud mengambil hati rakyat Papua yang
menolak program tersebut. Bahkan pada hari rabu, 11 Januari 2012 telah
pelantikan 13 pejabat UP4B di Jayapura yaitu (mulai dari eselon II, III,
dan IV) di Sasana Krida Kantor Gubernur Papua.
UP4B di bentuk dengan payung hokum Peraturan Presiden no 65 2011,
dengan tujuan mempercepat percepatan pembangunan di provinsi Papua dan
Papua Barat yang di anggap terbelakang atau tertinggal dari kemajuan –
kemajuan di wilayah Indonesia lainya. Namun yang menjadi pertanyaan
adalah: Apakah UP4B akan lebih baik dari pada Otonomo Khusus, Untuk
menjalankan program UP4B Sumber dana mana yang akan di gunakan, Katanya
daerah khusus kenapa harus pusat yang memegang kepala daerah hanya
sebagai ekornya UP4B, Berapa Lama kerja UP4B?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut di atas, tentu harus melihat apa
isi dari UP4B itu sesuai dasar hokum yang mengaturnya yaitu PP No 65
tahun 2011,
1. Otsus telah dianggap gagal oleh rakyat Papua, karena belum
menjawab permasalahan Papua yang di harapkan. Sekarang UP4B di lucurkan
lagi untuk mempercepat pembangunan Papua dan Papua Barat dengan masa
waktu yang sangat singkat hanya dua tahun (2011-2012) saja . PP UP4B di
diklaim bagian dari pada rencana pembangunan jangka menengah (RPJM)
nasional untuk masa waktu 2010-2014. [8] jika di hitung waktu berarti 2
tahun (2010-2011) terbuang sia – sia saja, semestinya efektif berlakunya
sejak tahun 2010-2014, hal ini dapat di anggap program RPJM oleh
pemerintah pusat masih setengah hati dan tidak serius terhadap program
RPJM dan khususnya tentang program UP4B di Papua. permasalahan UP4B ini
merupakan sesuatu yang di prediksi tidak akan berhasil seperti yang di
harapkan oleh rakyat Papua terutama pembangunan di daerah – daerah
terpencil dan di sekitar pegunungan tengah Papua, karena untuk
Pembangunan terutama insfrakstrutur membutuhkan waktu yang lama, bukan 4
tahun di kurangi 2 tahun sehingga menjadi 2 tahun (2012-2014) UP4B di
Papua.
2. Jika kita mencoba memperhatikan isi (substansi), dari bunyi PP
no 65 2011 secara singkat menyebutkan bahwa tujuan program UP4B adalah:
a. Mempercepat Pembangunan Papua dan Papua Barat
b. Meningkatkan kesejahtraan masyarakat Papua dan Papua Barat
c. Kordinasi program Pembangunan Papua dan Papua Barat dengan menggunakan APBD provinsi, kabupaten dan kota.
3. Berdasarkan pasal 15, pembiayaan akan di biayai dari APBN, APBD
Provinsi Papua dan Papua Barat, ABPD Kabupaten / Kota di Papua dan
Papua Barat, sumber pendanahan lainnya dari pinjaman atau Hibah luar
negeri, insvestasi swasta, dan non pemerintah sesuai peraturan perundang
– undangan.[10] menyangkut pendanaan mestinya tidak menggunakan dana
APBD Provinsi Papua dan Papua Barat, Kabupaten dan Kota, karena daerah
mengusulkan APBD sesuai dengan kebutuhan daerah, tidak termasuk
pendanaan Program UP4B. apabila UP4B di biayai dengan APBD berarti
program pembangunan daerah yang sebelumnya di usulkan APBD untuk
pembagunan daerah melalui mekanisme daerah kini akan di limpahkan kepada
pengurus UP4B untuk mengelolahnya dan daerah kemungkinan akan menonton
saja.
4. Karena program ini berkaitan dengan program rencana pembangunan
jangka menengah (RPJM) nasional, maka untuk Papua paling tidak di
lakukan penambahan dana Otsus atau dengan nama lain guna percepatan
pembangunan Papua dan Papua Barat, dan tidak perlu pemerintah pusat
mengambil alih dalam hal teknis pelaksanaan pembangunan Papua dan Papua
barat, biarlah Gubernur dari kedua Provinsi yang mengaturnya. Apa lagi
APBD kedua Provinsi, kabupaten dan kota yang akan di gunakan juga guna
menyukseskan program UP4B ini. Hal ini menunjukan pemerintah pusat
setengah hati memberlakukan otsus di Papua dan khususnya ragu
melimpahkan kewenangan untuk mengatur program RPJM Nasional untuk Papua
dan Papua Barat.
F. Kesimpulan
saya mau menyebutkan pepata kata, tetapi itu adalah fakta yang sering kita jumpai dalam kehidupan kita“ dimana ada gula, disitu ada semut”,
Papua memiliki kekayaan alam yang tidak sebanding dengan wilayah lain
di Indonesia, termasuk Negara – Negara di dunia, sehingga untuk
mengambil dan menguasai kekayaan alam Papua setiap orang (pribadi),
kelompok, Negara akan terus merebut dan atau mengambil kekayaan alam
yang ada di Papua dengan paksaan.
Jadi hanya kepentingan ekonomi semata Papua di integrasikan ke dalam
NKRI,Integrasi Papua ke dalam NKRI bukan mrupakan aspirasi rakyat Papua,
Otonomi Khusus juga bukan aspirasi rakyat Papua, UP4B juga demikian,
sehingga segala kebijakan yang di lakukan pemerintah pusat termasuk
Otonomi Khusus dan UP4B tentu tidak akan berhasil baik karena
ketidakpuasan, rakyat Papua akan terus memberontak dan memberontak
terhadap pemerintah pusat. segala kebijakan oleh pemerintah pusat tentu
tidak akan baik, sehingga referendumlah yang dianggap baik bagi
penyelesaian permasalahan Papua.
*) Mahasiswa Pascasarjana Universitas 17 Agustus 1945 Semarang, jurusan Hukum. Politik dan Pemerintahan.