Setelah Papua, Riau Pun Ingin ‘Merdeka’
Pembangunan seharusnya dijalankan berbasis pada potensi daerah.
JAKARTA, Jaringnews.com – Ketidakpuasan terhadap Jakarta tak hanya
disuarakan oleh masyarakat Papua. Kalangan usahawan dari Riau dan Nusa
Tenggara Timur pun mengungkapkan kekecewaannya.
“Perkenalkan saya Viator Butar-butar, sekretaris KADIN Provinsi Riau
yang sebentar lagi akan berubah jadi KADIN negara Riau,” kata Viator
Butar-butar ketika diberi kesempatan menyampaikan pendapat pada Seminar
Nasional Kajian Tengah Tahun 2012 Efektivitas Fiskal, Percepatan
Infrastruktur dan Intermediasi Perbankan yang diselenggarakan KADIN dan
INDEF di Jakarta hari ini (19/6). Cara memperkenalkan dirinya yang unik itu digunakannya sebagai
pelampiasan kekecewaan atas cara pembicara pada seminar itu yang
menurutnya melihat Indonesia secara Jakarta sentris saja, tanpa melihat
berbagai kekhasan daerah.
Tampil sebagai pembicara pada kesempatan itu, Wakil Ketua Komisi XI
DPR Harry Azhar Azis, Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan BI, Mulya Nasution, Ahmad Erani Yustisa dan Enny Sri Hartati,
keduanya peneliti di INDEF. Seharusnya, menurut Viator, pembangunan dijalankan berbasis pada
potensi daerah. “Kami di Riau sering sekali heran. Di Jakarta ini banyak
sekali jembatan tetapi tidak ada sungainya. Tetapi di Riau, banyak
sungai tapi sangat sedikit jembatannya,” kata Viator memberikan analogi.
Contoh lain yang dikemukakannya untuk menunjukkan kekhasan daerah
adalah dalam pembangunan jalan. “Kenapa truk kelapa sawit kami
diharuskan mengurangi muatan karena dianggap melewati beban yang bisa
ditopang oleh jalan itu. Seharusnya, justru daya jalan tersebut yang
ditingkatkan sehingga dapat menyangga truk-truk yang membawa kelapa
sawit,” kata dia. Viator mewanti-wanti bahwa kekecewaan di daerah sudah sedemikian
besar, apalagi bila melihat betapa timpangnya perkembangan ekonomi
antara Jawa dan luar Jawa. Menurut dia jangan salahkan bila suatu saat
bukan hanya Papua yang meminta merdeka.
“Saya sendiri bingung, darimana sebenarnya uang yang ada di Jakarta
ini. Sebab tidak ada aktivitas produksi di sini tapi 80 persen uang
repubik berada di sini,” kata Viator lagi. Ketua KADIN Nusa Tenggara Timur, Abraham Paul Liyanto menyuarakan hal
senada. Menurut dia, perlu ada upaya ekstra Pemerintah untuk membangun
infrastruktur di daerah untuk mengejar ketertinggalan. “Sudah bisa dipikirkan bila kantor pusat kementerian disebar ke
berbagai provinsi sehingga pembangunan lebih merata,” kata Abraham.
Ia memberi contoh, Kementerian Perikanan dan Kelautan sepantasnya
berkantor pusat di wilayah yang kaya akan laut dan perikanan. Demikian
juga kementerian lain, disesuaikan dengan potensi pendukungnya.
“Di Afrika Selatan hal itu terjadi. Antara satu kementerian dengan
kementerian lain bisa berjarak 3 jam penerbangan. Memang jauh tetapi
dengan demikian penyebaran infrastruktur juga terjadi,” kata Abraham.
Menanggapi hal itu, Direktur Direktorat Penelitian dan Pengaturan
Perbankan Bank Indonesia, Mulya Siregar mengatakan, pihak BI sekarang
ini sedang menggodok aturan mengenai multiple license.
Dengan aturan ini, BI akan dapat mengarahkan bank dalam pembukaan
cabang. “Sehingga BI nanti bisa meminta bank membuka cabang di
daerah-daerah yang masih terpencil,” kata Mulya.
Wakil Ketua Komisi XI DPR RI, Harry Azhar Azis mengatakan, selama ini
memang ada kecenderungan Jakarta harus ‘digertak’ dulu baru mau
memperhatikan daerah. Itu sebabnya ia menyarankan agar daerah lebih
keras lagi menyuarakan aspirasinya. “Saya sendiri setuju bila setiap provinsi di Indonesia digilir lima
tahun sekali sebagai ibukota negara,” kata Harry Azhar, bercanda.
(Ben / Deb)
Eben Ezer Siadari, Selasa, 19 Juni 2012 16:28 WIB, JaringNews.com