photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » » Ini Pidato DAP dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua pada Perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional 2013

Ini Pidato DAP dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua pada Perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional 2013

Perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional di Papua 
 



Ini Pidato DAP dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua pada Perayaan Hari Bangsa Pribumi Internasional 2013
 
DEWAN ADAT PAPUA DAN KOALISI MASYARAKAT SIPIL PAPUA PERAYAAN HARI BANGSA PRIBUMI INTERNASIONAL 9 AGUSTUS 2013
THEMA: "MASYARAKAT ADAT MEMBANGUN ALIANSI: MENGHORMATI PERJANJIAN, KESEPAKATAN DAN PENGATURAN KONSTRUKTIF LAINNYA"

Mengawali pidato radio, perkenankanlah Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H kepada semua umat muslim di Tanah Papua dan dimana saja berada.
Hari Bangsa Pribumi Internasional, 9 Agustus, pertama kali diumumkan oleh Sidang Umum PBB 1994 dan dirayakan setiap tahun selama dekade internasional pertama Bangsa Pribumi se-dunia (1995 2004). Pada 2004, Sidang Umum PBB mengumumkan Dekade Internasional Kedua Bangsa Pribumi, dari 2005 2014, dengan thema DEKADE BAGI AKSI DAN MARTABAT.
Thema perayaan Hari Internasional Bangsa Pribumi tahun 2013 adalah Bangsa Pribumi Membangun Aliansi: Menghormati Perjanjian, Kesepakatan dan Pengaturan Konstruktif Lainnya ("Indigenous peoples building alliances: Honouring treaties, agreements and other constructive arrangements.).
Maksud thema ini adalah untuk menyoroti pentingnya menghormati perencanaan atau persetujuan antara Negara-Negara, warga negaranya dan masyarakat adat yang dirancang untuk mengakui hak-hak masyarakat adat atas tanah mereka dan membangun satu kerangka bagi kehidupan yang dekat dan masuk dalam hubungan-hubungan ekonomi.
Perjanjian ini juga menguraikan tentang suatu visi politik tentang kedaulatan masyarakat yang berbeda yang hidup bersama diatas tanah yang sama, sesuai dengan prinsip persahabatan, kerjasama dan perdamaian.
Sejalan dengan tema tersebut, Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil di Tanah Papua merayakan 9 Agustus 2013 dan memberi refleksi terhadap Upaya Penghargaan dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat Adat, terdiri dari:

1.    Perjuangan masyarakat adat pada tataran Internasional telah mencapai satu tahapan di mana Masyarakat Adat telah mendapat tempat dalam sistem dan mekanisme PBB. Hal itu nampak dimana PBB selain telah mengesahkan Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Bangsa Pribumi tetapi juga telah menyetujui 3 mekanisme yang signifikan yaitu:

1.1.    Forum Permanen PBB tentang Isu-isu masyarakat adat (United Nations Permanent Forum on Indigenous Issues UNPFII),
1.2.    Mekanisme Para Pakar PBB tentang Hak-Hak Bangsa Pribumi (United Nations Expert Mechanism on the Rights of Indigenous Peoples - UNEMRIP),
1.3.    Pelapor Khusus PBB tentang Hak-Hak Bangsa Pribumi (United Nations  Special Rapporteur on Indigenous Peoples)
1.4.    Konferensi Dunia Masyarakat Adat (the World Conference on Indigenous Peoples) yang untuk pertama kali akan dilaksanakan pada bulan September 2014.

Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua menyampaikan apresiasi yang mendalam untuk semua keberhasilan yang telah dicapai dan mendorong stakeholders di Tanah Papua dan masyarakat adat Papua untuk berpartisipasi aktif dalam memaksimalkan mekanisme-mekanisme tersebut bagi penghargaan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat Papua.

2.    Pada tataran nasional, Perjuangan Masyarakat Adat telah mencapai beberapa kemajuan signifikan dalam dekade Internasional kedua Masyarakat Adat.
Salah satu langkah positif masyarakat adat di Indonesia adalah Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 35/PUU-X/2012 tentang Pengujian UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan yang diajukan oleh Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN).

Putusan ini mengakui Hak kepemilikan Hutan Adat. Keputusan ini menjadi langkah hukum yang signifikan bagi masyarakat adat khususnya masyarakat adat Papua untuk menindak-lanjuti dalam kebijakan operasional lainnya yang menjamin hak milik masyarakat adat atas pengelolaan dan pemanfaatan hutan adat.

Dalam kaitan dengan keberhasilan tersebut, Dewan Adat Papua dan Koalisi
Masyarakat Sipil di Tanah Papua menyampaikan apresiasi atas upaya yang strategis ini dan mendesak pemerintah daerah Provinsi Papua dan Papua Barat untuk merealisasikan Surat Edaran Menteri Kehutanan Nomor SE.1/Menhut-II/2013 tentang Putusan Mahkamah Konsitutsi Nomor 35/PUU-X/2012 tanggal 16 Mei 2013.
Selain Keberhasilan pada tataran kebijakan, Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua mencatat beberapa ketimpangan dalam tataran implementasi yang berkaitan langsung dengan penghargaan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat Papua.
1.    Masih adanya stigmatisasi terhadap perjuangan masyarakat adat Papua bagi penegakan, penghargaan dan perlindungan hak-hak dasar masyarakat adat Papua. Proses politisasi perjuangan masyarakat adat Papua dengan pemberian stigmatisasi telah mampu melemahkan perjuangan penegakan hak-hak dasar masyarakat adat Papua. Hal ini nampak dimana masyarakat adat Papua makin mengalami kehilangan atas Tanah dan Sumber Daya Alamnya. Struktur dan nilai-nilai adat makin terdegradasi dengan penciptaan struktur baru yang tidak menghargai mekanisme internal masyarakat adat yang memperkuat struktur adat tersebut.

Dewan Adat Papua dan Koalisasi Masyarakat Sipil Papua mendukung penuh upaya-upaya yang sistematis bagi penguatan kelembagaan masyarakat adat Papua yang benar-benar merepresentasi masyarakat adat Papua dalam perjuangan hak-hak dasar masyarakat adat Papua. Upaya politisasi terhadap institusi adat harus dihentikan dan mengembalikan fungsi institusi adat sebagai rumah bersama semua anak adat Papua, rumah dimana konflik diselesaikan, rumah dimana terjadi kesepakatan untuk membangun kampung, membangun dusun dan membangun rumah Papua;
2.    Tanah Papua dan Sumber Daya Alam Papua adalah hak warisan leluhur orang Papua bukan hanya untuk kesejahteraan kita hari ini tetapi juga untuk kesejahteraan anak cucu kita kelak. Karena itu, Tanah dan Sumber Daya Alam Papua tidak boleh menjadi sumber konflik yang mengakibatkan penderitaan masyarakat adat Papua. Pengambil-alihan tanah adat untuk kepentingan usaha dan atas nama pembangunan serta eksplotasi Sumber Daya Alam yang telah lama menjadi satu proses yang memarjinalkan masyarakat adat Papua harus diatur dalam satu proses yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat adat Papua sebagai subyek pembangunan yang setara dengan pelaku pembangunan lainnya.
Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua menyampaikan apresiasi yang mendalam kepada beberapa Kabupaten yang telah mendorong lahirnya Peraturan Daerah tentang Pelarangan Penjualan Tanah Adat dan mendesak perusahan nasional dan multinasional, lembaga donor dan pemerintah untuk menggunakan mekanisme Free Prior and Informed Consent(FPIC) dalam kebijakan pembangunan di Tanah Papua.
Mendesak lembaga-lembaga PBB yang bekerja di Tanah Papua untuk terlibat aktif dalam perayaan Hari bangsa Pribumi 2014 dan mengambil inisiatif dalam perjuangan penghormatan dan perlindungan hak-hak masyarakat adat Papua.
Sejalan dengan pokok-pokok pemikiran tersebut diatas, maka salah contohnya adalah Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE) yang merupakan program negara yang telah mampu memarjinalkan masyarakat adat Marind dari aset budaya.
Pelaksanaan mega-proyek ini dilaksanakan atas nama pembangunan bangsa tanpa melalui proses-proses yang menghargai dan mengakui masyarakat adat Marind yang adalah pemilik sah wilayah adat Marind. Proyek ini tidak memperhitungkan ruang hidup masyarakat adat dalam penetapan Tata Ruang Wilayah serta menjamin keberlangsungan pemanfaatan makanan lokal sebagai salah satu modal ketahanan pangan lokal dan pangan nasional.
Program ini juga merupakan satu proyek yang bertentangan dengan kampanye menjadikan hutan Papua sebagai salah satu hutan tropis yang memberi kontribusi pada pengurangan emisi dunia. Disamping proyek MIFEE tersebut, masih terdapat proyek serupa yang tersebar di seluruh Tanah Papua, yang bersifat ekstraktif, penebangan, penanaman dan jasa baik di sektor pertambangan, Pertanian, Perkebunan, Perikanan, pembangunan infrastruktur mikro hingga makro yang semuanya itu untuk mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi baik secara lokal, regional, nasional dan internasional.
Untuk itu, Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua dalam kesempatan ini memberikan apresiasi dan memandang pentingnya membangun suatu cara pandang baru bahwa kepentingan investasi dan pembangunan dalam semua sektor pembangunan hendaknya dapat memberikan manfaat langsung bagi masyarakat Adat Papua yang berada di sekitar kegiatan pembangunan dimaksud. Dengan demikian, sesungguhnya potensi dan sumber daya alam yang dimiliki oleh Masyarakat sudah tentu harus memberikan rasa keadilan dan perdamaian (Enviromental for Peace and Justice/Lingkungan dan SDA untuk keadilan dan Perdamian) tidak hanya untuk Masyarakat, tetapi juga untuk pelaku usaha/Investor dengan mengembangkan prinsip-prinsip bersama antara masyarakat dengan pelaku usaha.

Sejalan dengan maksud tersebut, Dewan Adat Papua dan Koalisi Masyarakat Sipil Papua, siap mengembangkan cara pandang dimaksud dengan berbagai pihak untuk melakukan pemikiran terkait peran penting Lingkungan dan SDA untuk keadilan dan perdamaian.

Lebih lanjut, dengan adanya cara pandang baru ini akan lebih memberikan manfaat dan perubahan bagi Masyarakat Adat di Tanah Papua kedepan.
Akhirnya melalui Perayaan Hari Bangsa Pribumi tahun 2013 kiranya menolong kita untuk menata diri dan membangun masa depan Papua yang lebih baik.
Bekerjalah bagi negeri-Mu kiranya menjadi tekad bagi semua anak negeri Papua, di kota dan di kampung, di birokrasi dan di kebun-kebun, di gunung, lembah, dataran rendah, rawa-rawa dan di wilayah pesisir pantai. Marilah bekerja untuk kemajuan negerimu Papua.
Tuhan memberkati karya kita, leluhur Papua menyertai kita.

Jayapura, 06 Agustus 2013
DEWAN ADAT PAPUA dan KOALISI MASYARAKAT SIPIL PAPUA
LEONARD IMBIRI, Sekretaris Umum DAP 
ESRA MANDOSIR, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Papua
Share this post :