photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » , » DAP: OPM di Paniai Jangan Diganggu

DAP: OPM di Paniai Jangan Diganggu

DAP: OPM di Paniai Jangan Diganggu
KETUA DEWAN ADAT PAPUA
Ketua Dewan Adat Paniai Jhon Gobay mengatakan, pendekatan yang buruk terhadap pasukan Organisasi Papua Merdeka di Paniai, dapat menciptakan konflik berkepanjangan. Sejatinya, pendekatan ideal adalah dengan menghargai OPM sebagaimana mereka manusia yang juga mempunyai hak hidup. “Intinya adalah jangan mengganggu OPM, alasan aparat mengejar OPM di Paniai, dapat menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, karena sudah pasti mereka (warga sipil) yang akan kena dampaknya,” ujarnya kepada SULUH PAPUA, Kamis (19/9/2013).

 Menurut dia, pendekatan militeristik terhadap kekuatan bersenjata di hutan Paniai, sudah bukan jamannya lagi. “Lebih bagus adalah, aparat mendekati OPM dengan cara persuasif, toh mereka juga manusia yang punya hati, mereka pasti akan mendengar kalau didekati baik-baik,” ujarnya.

Ia memandang, perlu dibangun komunikasi yang intens untuk meredakan gejolak bersenjata di daerah itu.
“OPM jangan dianggap identik dengan kekerasan atau hal yang berbau anarkis, atau yang mengancam nyawa orang lain, saya kira, jika tidak diganggu, mereka juga tidak akan mengganggu aparat,” katanya.
Pernyataan Jhon terkait dengan gejolak yang selama dua tahun terakhir pecah di Paniai. Daerah itu dikuasai oleh kelompok bersenjata pimpinan Jhon Yogi. Ia memiliki ratusan anggota dan bermarkas di hutan Paniai. “Setelah markas mereka di Eduda diserang tahun lalu, disitulah aksi kekerasan makin meningkat, untuk itu, pendekatan yang lebih manusiawi penting disini,” ucapnya.
Baginya, stigma terhadap OPM sebagai pelaku terror, mesti pula dihilangkan. “Saya bukan mendukung OPM, tapi dengan cara yang lebih persuasif, kiranya penembakan atau kasus-kasus kekerasan di Paniai dapat diredam,” katanya.

Dari berbagai sumber diperoleh, akibat pengejaran aparat terhadap OPM di Paniai, sejumlah warga menjadi korban. Peristiwa tersebut terjadi beruntun dari Januari hingga April 2013. Dalam sebuah insiden awal Februari 2013, aparat menangkap 6 warga dan mencabuli seorang wanita hamil. Tujuan operasi ketika itu adalah untuk menemukan anggota kelompok pro-kemerdekaan Organisasi Papua Merdeka.
Ditempat terpisah, seorang PNS juga ditangkap dan ditahan selama enam malam di Pos Polisi Paniai. Ia dituduh terlibat dalam gerakan pro-kemerdekaan. Ada pula, empat warga diringkus pada 25 Februari 2013 di Kampung Bobaigo dan Daoguto. Mereka dipukul hingga bibirnya berdarah.
Di 23 Maret 2013, seorang pemuda Suku Moni di Uwibutu, Paniai, disiksa petugas karena diduga anggota John Yogi. Ia diseret di aspal dan ditendang. Beberapa warga sempat melihat aksi itu namun tak dapat menolong. Korban yang tak berdaya kemudian dibawa ke rumah sakit.

Kepala Kepolisian Resor Paniai, Ajun Komisaris Besar Polisi Semi Ronny menegaskan kasus kekerasan di Paniai yang mencela aparat sebagai pelaku, tidak sepenuhnya benar. “Data itu merupakan informasi sementara, semua masih harus diklarifikasi lagi,” kata Semi Ronny. Menurut dia, apabila ditemukan anggotanya terlibat kekerasan, pasti diberi sanksi.

Terkait desakan agar personil brigade mobil ditarik karena diduga menganiaya warga, Semi mengatakan telah dilakukan. “Sementara untuk penambahan personil menghadapi kelompok bersenjata, itu tidak. Memang anggota kita sedikit dan bertugas untuk tiga kabupaten, tapi tetap tidak ada penambahan,” katanya. Jumlah personil Brimob di Paniai sekitar 85 orang. “Sedikit saja, ini memang tantangan berat,” ujarnya lagi.
Desakan agar brimob ditarik, dikemukakan sejumlah aktivis dalam pertemuan antara pemerintah Paniai, Kepolisian/TNI serta DPR Papua di Gedung DPRP, beberapa waktu lalu. “Karena kehadiran Brimob, masyarakat menjadi trauma dan ketakutan serta menjadi korban kekerasan,” kata Andreas Gobay, Ketua Solidaritas Kekerasan Paniai.

Sementara itu, Bupati Paniai Hengky Kayame menegaskan, kekerasan bersenjata di wilayah pegunungan bagian barat itu terjadi tiap tahun. Karena itu masyarakat minta agar Brimob ditarik.
Menurut Hengky, pihaknya dihadapkan pada situasi sulit. Di satu sisi terdapat persoalan kesejahteraan, sedangkan di lain sisi timbul masalah keamanan.

”Sebelum saya dilantik sebagai bupati, daerah Paniai selalu bermasalah. Sekarang jadi bupati juga dihadapkan pada masalah,” tutur Kayame.
Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai menegaskan, konflik Paniai akibat ego dua pihak. OPM bersikukuh menyatakan Papua merdeka, sedangkan kepolisian dan TNI mempertahankan NKRI sebagai harga mati.

”Kalau semua pihak mempertahankan pendapatnya, konflik tak akan berakhir, masyarakat yang akan jadi korban,” katanya memaparkan.
Magai menyarankan agar pemerintah menjawab aspirasi dengan menyelenggarakan dialog antara Jakarta dan Papua sebagai jalan tengah bermartabat dan adil menuntaskan masalah Papua. ”Kalau tidak, korban akan terus berjatuhan,” tandasnya. (JR/R4)
Share this post :