DAP: OPM di Paniai Jangan Diganggu
KETUA DEWAN ADAT PAPUA |
Ketua Dewan Adat Paniai Jhon Gobay mengatakan, pendekatan yang buruk terhadap
pasukan Organisasi Papua Merdeka di Paniai, dapat menciptakan konflik
berkepanjangan. Sejatinya, pendekatan ideal adalah dengan menghargai OPM
sebagaimana mereka manusia yang juga mempunyai hak hidup. “Intinya
adalah jangan mengganggu OPM, alasan aparat mengejar OPM di Paniai,
dapat menimbulkan kekhawatiran di masyarakat, karena sudah pasti mereka
(warga sipil) yang akan kena dampaknya,” ujarnya kepada SULUH PAPUA,
Kamis (19/9/2013).
Menurut dia, pendekatan militeristik terhadap kekuatan bersenjata di
hutan Paniai, sudah bukan jamannya lagi. “Lebih bagus adalah, aparat
mendekati OPM dengan cara persuasif, toh mereka juga manusia yang punya
hati, mereka pasti akan mendengar kalau didekati baik-baik,” ujarnya.
Ia memandang, perlu dibangun komunikasi yang intens untuk meredakan gejolak bersenjata di daerah itu.
“OPM jangan dianggap identik dengan kekerasan atau hal yang berbau
anarkis, atau yang mengancam nyawa orang lain, saya kira, jika tidak
diganggu, mereka juga tidak akan mengganggu aparat,” katanya.
Pernyataan Jhon terkait dengan gejolak yang selama dua tahun terakhir
pecah di Paniai. Daerah itu dikuasai oleh kelompok bersenjata pimpinan
Jhon Yogi. Ia memiliki ratusan anggota dan bermarkas di hutan Paniai.
“Setelah markas mereka di Eduda diserang tahun lalu, disitulah aksi
kekerasan makin meningkat, untuk itu, pendekatan yang lebih manusiawi
penting disini,” ucapnya.
Baginya, stigma terhadap OPM sebagai pelaku terror, mesti pula
dihilangkan. “Saya bukan mendukung OPM, tapi dengan cara yang lebih
persuasif, kiranya penembakan atau kasus-kasus kekerasan di Paniai dapat
diredam,” katanya.
Dari berbagai sumber diperoleh, akibat pengejaran aparat terhadap OPM
di Paniai, sejumlah warga menjadi korban. Peristiwa tersebut terjadi
beruntun dari Januari hingga April 2013. Dalam sebuah insiden awal
Februari 2013, aparat menangkap 6 warga dan mencabuli seorang wanita
hamil. Tujuan operasi ketika itu adalah untuk menemukan anggota kelompok
pro-kemerdekaan Organisasi Papua Merdeka.
Ditempat terpisah, seorang PNS juga ditangkap dan ditahan selama enam
malam di Pos Polisi Paniai. Ia dituduh terlibat dalam gerakan
pro-kemerdekaan. Ada pula, empat warga diringkus pada 25 Februari 2013
di Kampung Bobaigo dan Daoguto. Mereka dipukul hingga bibirnya berdarah.
Di 23 Maret 2013, seorang pemuda Suku Moni di Uwibutu, Paniai,
disiksa petugas karena diduga anggota John Yogi. Ia diseret di aspal dan
ditendang. Beberapa warga sempat melihat aksi itu namun tak dapat
menolong. Korban yang tak berdaya kemudian dibawa ke rumah sakit.
Kepala Kepolisian Resor Paniai, Ajun Komisaris Besar Polisi Semi
Ronny menegaskan kasus kekerasan di Paniai yang mencela aparat sebagai
pelaku, tidak sepenuhnya benar. “Data itu merupakan informasi sementara,
semua masih harus diklarifikasi lagi,” kata Semi Ronny. Menurut dia,
apabila ditemukan anggotanya terlibat kekerasan, pasti diberi sanksi.
Terkait desakan agar personil brigade mobil ditarik karena diduga
menganiaya warga, Semi mengatakan telah dilakukan. “Sementara untuk
penambahan personil menghadapi kelompok bersenjata, itu tidak. Memang
anggota kita sedikit dan bertugas untuk tiga kabupaten, tapi tetap tidak
ada penambahan,” katanya. Jumlah personil Brimob di Paniai sekitar 85
orang. “Sedikit saja, ini memang tantangan berat,” ujarnya lagi.
Desakan agar brimob ditarik, dikemukakan sejumlah aktivis dalam
pertemuan antara pemerintah Paniai, Kepolisian/TNI serta DPR Papua di
Gedung DPRP, beberapa waktu lalu. “Karena kehadiran Brimob, masyarakat
menjadi trauma dan ketakutan serta menjadi korban kekerasan,” kata
Andreas Gobay, Ketua Solidaritas Kekerasan Paniai.
Sementara itu, Bupati Paniai Hengky Kayame menegaskan, kekerasan
bersenjata di wilayah pegunungan bagian barat itu terjadi tiap tahun.
Karena itu masyarakat minta agar Brimob ditarik.
Menurut Hengky, pihaknya dihadapkan pada situasi sulit. Di satu sisi
terdapat persoalan kesejahteraan, sedangkan di lain sisi timbul masalah
keamanan.
”Sebelum saya dilantik sebagai bupati, daerah Paniai selalu
bermasalah. Sekarang jadi bupati juga dihadapkan pada masalah,” tutur
Kayame.
Ketua Komisi A DPR Papua Ruben Magai menegaskan, konflik Paniai
akibat ego dua pihak. OPM bersikukuh menyatakan Papua merdeka, sedangkan
kepolisian dan TNI mempertahankan NKRI sebagai harga mati.
”Kalau semua pihak mempertahankan pendapatnya, konflik tak akan berakhir, masyarakat yang akan jadi korban,” katanya memaparkan.
Magai menyarankan agar pemerintah menjawab aspirasi dengan
menyelenggarakan dialog antara Jakarta dan Papua sebagai jalan tengah
bermartabat dan adil menuntaskan masalah Papua. ”Kalau tidak, korban
akan terus berjatuhan,” tandasnya. (JR/R4)