Pernyataan Sikap AMP Atas Penculikan dan Penangkapan Sewenang-wenang Terhadap Tiga Aktivis AMP
|  | 
| Foto: AMP. | 
Bandung -
 - Kamis, 23 April 2015 pada pukul 17.00 WIB, Pasukan Penjaga Presiden 
(PASPANPRES) berseragam TNI dan intelejen berpakaian sipil telah 
melakukan penculikan dan penangkapan sewenang-wenang terhadap tiga orang
 aktivis Aliansi Mahasiswa Papua (AMP), tepatnya di Jl. Otista Bandung 
Kota.
Piyan Pagawak, 
Roy Kogoya, dan Aminus Tinal adalah ketiga aktivis AMP tersebut. Pagawak
 adalah seorang Ketua AMP Komite Kota (KK)Bandung, Kogoya adalah seorang
 Bendahara KK Bandung, dan Tinal adalah salah satu anggota AMP KK 
Bandung. Ketiganya adalah mahasiswa asal Papua yang sedang kuliah di 
Bandung dan di kampus yang berbeda-beda.
Tanpa 
menunjukan surat penangkapan, tanpa pemberitahuan, dan tanpa bertanya 
terlebih dahulu PASPANPRES langsung menyereret dengan kasar serta 
membawa ketiga aktivis AMP ke luar dari badan jalan. PASPANPRES juga 
melakukan perampasan hak milik ketiga aktivis AMP, yakni:
1) Handphone (3 buah)
2) Dompet (3 buah)
3) Noken Papua (1 buah)
4) Baju kaos bergambar bendera organisasi AMP (1 buah)
5) Buku bacaan umum (2 buah)
6) Buku tulis (3 buah)
7) Ballpoint (3 buah)
Setelah 
melakukan perampasan hak milik, PASPANPRES membawa ketiga aktivis AMP ke
 Polsek Kebon Kawung untuk diserahkan ke Polrestabes Kota Bandung. 
Polrestabes Kota Bandung melakukan penahanan sewenang-wenang selama 
sembilan jam dengan alasan untuk kepentingan interogasi. Polrestabes 
Kota Bandung juga tidak memenuhi hak ketiga Aktivis AMP untuk memilih 
pengacara hukum. Selain itu, Polrestabes Kota Bandung juga melakukan 
Interogasi terhadap ketiga aktivis AMP tanpa memperoleh haknya untuk 
mendapat pendampingan hukum selama proses interogasi.
Satu minggu 
sebelum, PASPANPRES dan intelegen melakukan penculikan, penangkapan, dan
 perampasan hak milik terhadap tiga aktivis AMP. Selain itu, beberapa 
polisi dan intelegen terus mendatangi mahasiswa-mahasiswa asal Papua 
yang tinggal di rumah-rumah, kontrak, dan asrama-asrama Mahasiswa Papua.
 “Apakah mahasiswa-mahasiswa Papua akan melakukan demo saat Konfrensi Asia Afrika (KAA) berlangsung?”
“Apakah Aliansi Mahasiswa Papua akan memobilisasi massa?”
“Apakah ALiansi Mahasiswa Papua  akan mengibarkan bendera Bintang Kejora?”      
“Bagaimana sikap AMP terhadap Konfrensi Asia Afrika yang akan segera dilaksanakan?”
Para polisi dan
 intelegen melakukan teror dan intimidasi terhadap mahasiswa Papua 
dengan cara mendatangi rumah-rumah ,kontrak, dan asrama-asrama mahasiswa
 Papua untuk terus menanyakan pertanyaan-pertanyaan yang sama secara 
berulang kali. 
Selain itu, 
seorang aktivis AMP di Komite Pusat (KP) AMP yang namanya tidak mau 
disebutkan juga merasa tidak nyaman karena terus mendapatkan panggilan 
masuk lewat handphone dari seorang intelkam untuk menanyakan 
pertanyaan-pertanyaan yang sama secara berulang kali.
Sementara itu, 
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung yang melakukan pendampingan hukum 
terhadap aktivis AMP juga mendapatkan ancaman agar tidak melakukan 
pendampingan hukum bagi aktivis AMP.
Negara Kesatuan
 Republik Indonesia (NKRI) sebagai negara anggota dan tuan rumah 
Konfrensi Asia Afrika (KAA) yang diselenggarakan pada 23 -24 April 2015 
di Jalan Asia Afrika – Bandung  membuat Pemerintah Indonesia membiarkan 
aparat negaranya melakukan represifitas terhadap mahasiswa Papua secara 
umum, AMP, dan LBH Bandung yang melakukan pendampingan hukum terhadap 
aktifis AMP.
Tindakan-tindakan
 represif dan militeristik tersebut merupakan upaya-upya sitematis 
negara Indonesia dalam melakukan teror dan intimidasi sebagai upaya 
pembungkaman ruang demokrasi dan pembungkaman terhadap kekritisan 
mahasiswa Papua dan masyarakat Indonesia pada umumnya.
Aksi Lompat 
Pagar tiga aktivis AMP ke dalam Kedutaan Besar Australia di 
Denpasar-Bali pada tanggal 8 Oktober 2013 ketika Konferensi Tingkat 
Tinggi (KTT) APEC sedang berlangsung, tentu merupakan sebuah 
pengalaman“buruk” dan tak terlupakan  bagi negara Indonesia.  Aksi 
Lompat Pagar saat itu bertujuan untuk meminta suaka politik kepada 
pemerintah dan masyarakat Australia akibat penindasan militer Indonesia 
yang semakin masif dan terorganisir di tanah Papua.
Melihat dan 
mengalami penindasan militer yang tak pernah jedah terjadi di seluruh 
tanah Papua dan di seluruh Indonesia, maka dengan tegas kami Aliansi 
Mahasiswa Papua menyatakan sikap politik kepada seluruh kaum tertindas 
di dunia, kepada rezim Jokowi-JK, dan negara-negara anggota KAA bahwa:
1. Aliansi Mahasiswa Papua menolak dan melawan segala bentuk penindasan dan penghisapan terhadap manusia di dunia.
2. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung penuh kemerdekaan rakyat Palestina.
3. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung penuh semua perjuangan kemerdekaan bangsa-bangsa lain di seluruh dunia.
4. Aliansi Mahasiswa Papua mendukung tanpa syarat penghapusan kolonialisme di dunia.
Sehingga, Aliansi Mahasiswa Papua menuntut kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia agar:
1. STOP 
melakukan penculikan, penangkapan sewenang-wenang terhadap seluruh 
aktivis Papua dan aktivis pro demokrasi di seluruh wilayah Indonesia!
2. STOP 
melakukan teror dan intimidasi terhadap semua aktivs Aliansi Mahasiswa 
papua dan aktivis pro demokrasi lainya, seperti LBH Bandung!
3. SEKARANG JUGA, hak menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua dan demokrasi yang seluas-luasnya bagi rakyat Indonesia!
4. SEGERA, 
negara-negara anggota Konferensi Asia Afrika (KAA) menghapuskan segala 
bentuk kolonialisme di wilayah jajahannya masing-masing!
Demikian situasi penindasan militer yang kami alami serta pernyataan sikap politik dan tuntutan Aliansi Mahasiswa Papua.
Salam Pembebasan!
KETUA UMUM
ALIANSI MAHASISWA PAPUA (AMP)
JEFRI WENDA




 
 
 
.jpg)