PEMAKSAAN NASIONALIME BERKEDOK PENDIDIKAN DI PAPUA BARAT
Victor Kogoya
SEPAK
terjang pemerintah colonial Indonesia atas kebijakan pendidikan di
Papua Barat syarat dengan kepentingan politik, ekonomi, dan budaya. pada
ulasan berikut ini penulis mencoba mengulas secara gambalang dan
objektif dari sudut pandang pendidikan atas kebijakannya di wilayah
territorial Papua Barat.
a. Indonesianisasi Berkedok Pendidikan
Pendidikan
merupakan kebutuhan utama manusia dalam mencerdaskan anak bangsa guna
menjamin masadepan yang layak. Papua Barat merupakan wilayah yang dihuni
oleh beberapa suku bangsa dengan tingkat karateristik dan budaya yang
berbeda-beda pula, sejak zaman colonial hindia-belanda berkuasa wilayah
tersebut berserta rakyatnya telah dipersiapkan secara matang dengan
pendirian bangunan-bangunan sekolah serta fasilitas belajar yang mudah
di jangkau masyarakat baik dipesisir pantai maupun wilayah pedalaman,
tenaga pengajar yang dipersiapkan juga merupakan tenaga-tenaga pendidik
yang propesional dengan tingkat kemampuan dibawah standar internasional.
Pada
tahapan-tahapan selanjutnya rakyat Papua Barat tidak hanya dipersiapkan
guana mendirikan sebuah Negara tetapi betul-betul dipersiapkan guna
bersaing di tingkat internasional. Demikian rakyat Papua Barat semakin
maju dan propesional dalam bidang yang yang digelutinya. Standar
pendidikan yang diajarkan benar-benar berimplementasi pada perkembangan
dunia dan ilmu pengetahuan/teknolgi yang sedang berkembang hal tersebut
semakin membuka mata rakyat Papua Barat pada dunia pendidikan yang
bermutu dan berkualitas. Dengan mutu dan standar pendidikan yang
berkualitas sebagian besar penduduk rakyat Papua Barat telah menguasai
beberapa cabang ilmu yang mengantarkan rakayat Papua Barat keluar dari
penindasan keterbelakangan. Hal tersebut tak dapat di pungkiri dengan
kemajuan pembangunan yang di rasakan rakyat Papua Barat semakin
meningkat terutama didaerah-daerah terpencil dan sekitarnya.
Namun kini yang menjadi permasalahan seketika spionisasi pemerintah
colonial Indonesia berhasil menyusup, status politik Papua Barat
berhasil di perdebatkan dengan berbagai macam dalih yang ditempuh dan
berhasil di ambil ahli oleh pemerintah colonial Indonesia. Masuknya
pemerintahan Indonesia dengan gaya kepemimpinan yang kalang kabut
semakin mempersempit ruang gerak rakyat Papua Barat untuk bertumbuh,
berkembang dan mengeksplorasikan kemampuannya dalam segalah bidang. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan berbagai macam kebijakan yang syarat
dengan unsure-unsur politik yang menyesatkan, jika penulis menguraiakan
secaara terperinci dan mendetail dari sudut pandang bidang-bidang yang
ada rakyat Papua Barat merupakan suatu bangsa yang dikorbankan
hak-haknya secara berdaulat baik dari sisi kemanusiaan, politik, ekonomi
dan budayanya.
Terlepas
dari sudut pandang yang lain, penulis tetap berfokus pada dunia
pendidikan. Atas kedatangan bangsa Indonesia di bumi Papua Barat situasi
dan kondisi rakyat Papua Barat semakin dilemtis dengan berbagai asumsi
penulis pemerintah colonial Indonesia semakin menunjukan taringnya
dengan berbagai macam label asumsi yang ditimbulkan terutama pada dunia
pendidikan. Pemerintah colonial Indonesia berpandangan sebagai berikut:
- Guna mengantisipasi bertumbuhnya nasionalisme rakyat Papua Barat maka semakin kuat pula kekuatannya untuk mengusir penjajahan kami (Indonesia) di bumi Papua Barat.
- Indonesianisasikan rakyat Papua Barat melalui program pendidikan yang berkarateristik nasionalisme cinta akan tanah air Indonesia dengan melakukan program-program pendidikan intensip.
Melatarbelakangi
beberapa asumsi bangsa kolonial yang penulis telah utarakan di atas
maka terlaksanalah program-program pendidikan yang semestinya tidak
bermanfahat bagi rakyat Papua Barat dan sebenarnya telah membunuh
karateristik maupun kemampuan/skill dan termasuk merupakan pengabaian
terhadap hak atas pendidkan yang layak dan berkualitas menurut standar
internasional bagi rakyat Papua Barat.
Guna
menjelaskan dan membuktikan asumsi yang penulis kemukakan di atas maka
penulis mencoba menguraikan secara objektifitas di lapangan menyangkut
kebijakan-kebijakan pendidikan terselubung guna pemahaman dan wawasan
atas nusantara oleh pemerintahaan colonial Indonesia di Papua Barat.
Kebijakan dalam hal ini mulai di terapkan dari tingkat pendidikan dasar
SD, SLTP, dan SLTA diwajibkan setiap hari senin diadakan upacara
pengibaran bendera sang sahka merah-putih (bendera milik bangsa colonial
Indonesia) dan diiringi dengan lagu kebangsaan Indonesia Raya,
selanjutnya dilakukan pembacaan tesk pancasila, sumpah pemuda dan
Undang-undang dasar 1945 yang sebenarnya berisi sumpah-sumpah serapah
dan falsafah-falsafah hidup kebudayaan bangsa colonial Indonesia yang
berada di pulau jawa, bugis, buton, maksar.
Dengan
demikian timbul pertanyaan apakah hal tersebut patut dan layak di
lakoni oleh bangsa Papua Barat yang banyak memiliki perbedaan History,
Antropologi, Raas, Budaya dan Bahasa…? Jika demikian apa manfahat yang
akan didapatkan oleh rakyat Papua Barat…? Apakah benar tercatat sejarah
di lembaran sejarah Indonesia bahwa rakyat Papua Barat bersama-sama
bangsa Indonesia berjuang menentang penjajahaan untuk kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)…? Waktu penetapan symbol-simbol
kenegaraan bangsa colonial Indonesia dan pengucapan sumpah pemuda,
serta pembacaan teks Proklamsi maupun Undang-undang Dasar 1945dll,
adakah wakil dari rakyat Papua Barat yang ikut di utus bersama-sama
dalam kegiatan yang dimaksud…?
SegudangPertanyaan
demi pertanyaan muncul dan memang masih tersimpang dihati rakyat Papua
Barat yang kini pilu dan sakit untuk diungkapkan. Sikap terselubung dan
intrik-intrikan politik bangsa colonial yang syarat dengan kepentingan
atas wilayah dan rakyat Papua Barat semakin memperjelas asumsi yang di
utarakan.
Pada tindakan
yang lain pada masing-masing tenaga didik yang dikirim ke Papua Barat
dari Pulau jawa dan sekitarnya tidak proposional, mutu pendidikan serta
kemampuannya perlu dipertanyakan, keterkaitan dengan hal tersebut para
tenaga pengajar/didik telah dipersiapkan secara matang dengan wawasan
nusantara yang luas serta beridiologi Pancasila dan Undang-undang Dasar
(UUD 1945) yang sengaja di atur sedemikian rupa guna memaksakan kehendak
anak murid untuk menghafal mati seluruh teks-teks pancasila, UUD 45,
dan Sumpah Pemuda, sampeh-sampeh banyak anak murid terseset, strees,
pyskologinya terganggu, semangat belajar menurun, selalu ada saja
ketakutan didalam hati sewaktu berangkat ke sekolah bahkan dipukul,
dikenakan sangsi, di tarik rambutnya, di toki kepalanya, di hajar
menggunakan rotan hingga ada yang berdarah, di straap di luar dan di
suruh menghormati bendera merah-putih hingga jam mata pelajaran yang
bersangkutan selesai jam belajarnya, usaha keras yang dilakuakn
tenaga-tenaga pengajar tersebut demi pesangon yang disediakan intensif
oleh pemerintah bagi mereka.
Tindakan
tersebut merupakan proses pembodohaan yang di rancang secara
sistematis, Tindakan tersebut merupakan tindakan pelanggaran terhadap
hak untuk mendapatkan pengajaran dan pembelajaran yang layak di mata
dunia, tindakan tersebut merupakan tindakan pemaksaan nasionalisme
bangsa colonial Indonesia terhadap rakyat Papua Barat, jika pembaca
mencermati secara seksama kebijakan pendidikan tersebut hanya di
peruntukan bagi rakyat Papua Barat dengan tingkatan mata pelajaran yang
di perlakukan khusus contohnya PPKN, BHS INDONESIA serta mata pelajaran
lain yang berbauh nasionalisme Indonesia, bahkan menjadi tambah anehnya
lagi jika mata pelajaran yang telah disebutkan diatas ditekankan pada
pendidikan tingkat dasar mengapa tidak…? mata pelajaran BHA ASING hanya
baru di mulai dari tingkat SLTP atau SLTA…? Atau demikian sama sekali
memang tidak di ajarkan !!!.
Jika
memang ada yang di ajarkan di tingkat SLTP atau SLTA hanyalah
pendidikan komoditas BHS ASING yang sebenarnya materi yang tidak asing
lagi di ajarkan di sekolah-sekolah luar Papua Barat jika di bandingkan
dengan pulau jawa adalah mata pelajaran BHS ASING yang sehari-hari di
ajarkan di tingkat TK dan SD apalagi jika dicermati dari sudut pandang
kualitas materi pelajaran yang dimuat pada mata pelajaran tersebut tidak
berbobot dan bermanfahat bagi rakyat Papua Barat, tidak berbobot dan
bermanfaat dalam arti kata, didalam kalimat-laimat tersebut dimasukan
penjelasan subjek dan objeknya yang senyata-nyata tidak ada di Papua
Barat, Contoh kalimatnya, kereta api berjalan sejauh 1km dari Surabaya
menuju Jakarta, pak kusir mengendarai delman, bus way tabrak lari
penumpang, dan masih banyak lagi ilustrasi yang dapat dikemukakan,
demikian yang menjadi pertanyaan dan kebingungan adalah anak murid,
banyak pertanyaan yang akan muncul seperti apa mirip kereta api?, model
dan bentuknya mirip apa? Karena benda-benda tersebut tidak di temukan di
Papua Barat.
Ini
merupakan proses kurikulum materi pelajaran yang membingungkan dan
membodohkan rakyat Papua Barat. jika di bandingkan ilmu serta tingkat
kecerdasan anak murid di pulau jawa dan pulau-pulau lainnya dengan Papau
Barat ibarat lima gelas air susu berbanding satu gelas air tawar.
Sehingga pada tahapan-tahapan yang lain setelah anak murid setelah
meneylesaikan di tingkat SLTA dan melanjutkan dijenjang yang lebih
tinggi lagi (Universitas/Pergguruan Tinggi) misalanya di luar Papua
Barat banyak mengalami kesulitan, terutama pada tingkatan penyesuaian
mata pelajaran/mata kuliah maupun dilingkungan sekitarnya sehingga
banyak generasi muda penerus bangsa Papua Barat tersendat-sendat di
bangku kuliah. Banyak kasus dan kejadian yang terjadi ada yang tidak
tahan lalu meninggalkan bangku kuliah dan kembali melanjutkan di tanah
Papua Barat, ada pula yang menyelesaiakannya diatas stndar waktu
perkuliaan dengan menggapai semester 15,17 dan sebagainya, bahkan ada
yang nggagur dan menjdi kuli bangunan dan lain-lain.
Memang
rakyat Papua Barat tidak diperlakukan sebagai manusia, bangsa colonial
Indonesia sangat kawatir jika banyak rakyat Papua Barat pintar dan
menguasai segala bidang, mengapa demikian…? Karena dikawatirkan rakyat
Papua Barat akan mengalahkan bangsa colonial, dikawatirkan karena bangsa
Papua Barat akan menemukan Jati Dirinya sebagai manusia Papua Barat
yang utuh, sejatih dengan tingkat kecerdasan melebihi bangsa kolonial.
Pemaksaan terhadap nasionalisme bangsa lain terhadap bangsa lain
merupakan tindakan biadap yang tidak berperikemanusiaan. Demikian logika
karateristik bangsa penjajah ingin menguasai, merampok, dan menjajah
bangsa lain, menganggap bangsa lain lebih rendah dari bangsanya maka tak
dapat di bantah lagi sepak terjang bangsa colonial Indonesia semakin
jelas atas nasib dan kehidupan bangsa Papua Barat. Terutama kebijakannya
dalam menjalankan program pendidikan di tanah Papua Barat secara
meneyluruh, pendidikan menjadi lahan subur bangkitnya
penindasan-penindasan baru berkedok membangun di Papua Barat.
b. Infrastruktur Pembangunan Sekolah dan Fasilitas Belajar
Sumber
materi pendidikan yang berbobot sesuai dengan ketentuan perkembangan
ilmu serta teknologi yang berkembang cepat dewasa kini sangat mendukung
anak didik dalam proses menuju pembelajaran yang efektif di barengi
dengan tingkat kecerdasan yang dimilikinya dapat mampuh menyesuaikan
diri dan bertahan hidup dalam mengahadapi arus globalisasi serta di
dukung dengan faktor infrastruktur dan fasilitas sarana-prasarana yang
dijamin serta berkualitas, lengkap, bermutu dan berbobot tinggi.
Jika
saudara pembaca yang budiman mengamati secara seksama di sekeliling
anda mungkin terdapat beberapa infrastruktur pembangunan sekolah yang
dilihat dari fisiknya cukup mampan dan berstndar entah itu berstandar
nasional maupun internasional di tambah dengan fasilitas belajar yang
didukung dengan penyediaan laboratorium computer, fisika, biologi,
maupun sejenisnya serta perpustakaan yang layak dengan buku-buku yang
terbaru merupakan wujud dan cita-cita pendidikan yang mencakup
bagian-bagian dari pada intisari yang dimaksud dalam dunia pendidikan
era sekarang, tenaga pengajar/didik yang produktif dan propesional cukup
leluasa dapat mampuh memberikan kontribusi bagi peningkatan mutu
pendidikan namun hal tersebut tidak menjadi kendala dalam proses
belajar-mengajar disekolah malah semakin menjamin masa depan anak didik
yang bersangkutan. Pada dasarnya tak lagi diragukan kemampuannya untuk
melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi.
Penulis mengajak pembaca yang budiman untuk bersama-sama menyimak
peradaban kehidupan dalam dunia pendidikan yang dimaksud diatas sangat
terbatas dan tidak relevan lagi dengan perdaban kehidupan sekarang bagi
kondisi kemelut yang dihadapi rakyat Papua Barat, mengapa demikian…?
Pengertian dan pandangan demikian diatas adalah pandangan dan retorika
pemerintahaan colonial indonesia tentang langkah-langkah strategis
pendidikan bagi rakyat Papua Barat di Papua Barat, secara empiris untuk
membuktikan kebenarannya, pembaca yang budiman dapat mengunjungi tanah
Papua Barat dan melakuakan apa yang dikenal dengan study banding tentang
apa yang dikatakan Negara, jika dicermati secara seksama Papua Barat
benar-benar merupakan wilayah yang pertama tergolong miskin dalam dunia
pendidikan jika di bandingkan dengan pulau-pulau lain di luar Papua
Barat.
Sekolah-sekolah
pada khususnya diwilayah propinsi (jayapura) hanya memiliki satu
sekolah bertaraf internasional yang terletak di ipar gunung yang
dinamakan SMA-Buffer namun sekolah tersebut tidak merekrut sembarang
anak bahkan sekolah tersebut kadang melakukan diskriminasi terhadap anak
pribumi dengan berbagai macam dalih.
Jika
dicermati secara keseluruhan infrastruktur pembangunan
disekolah-sekolah yang lain pada bagian yang lain terdapat 4-5 sekolah
yang tergolong lumayan dari tingkat infrastrukturnya maupun fasilitas
yang disediakan cukup menjamin anak didik untuk berlatih mengembangkan
ilmu, sedangkan pada wilayah-wilayah pinggiraan kota, kecamatan/desa
sangat terbatas baik infrastruktur pembangunannya maupun fasilitas
belajar yang disediakan pemerintah, beralih pada bagian yang lain pada
wilayah-wilayah kabupaten semakin terpuruk dengan kondisi pembangunan
maupun fasilitas yang ada, kondisi fisik gedung yang tidak memadai,
banyak terdapat bolong-bolong pada atap sekolah bahkan ada separoh
bagian dari atap gedung di telan angin puyung dan badai hujan salju
sehingga kadang ditunda menyangkut proses belajar-mengajar pada pagi
hari pukul 07.30 WIBP dan di lanjutkan sekitar pukul 10.00 WIPB siang
terkadang Lumpur/tergenang air sekolah mengambil kebijakan sendiri
dengan menerapkan hari libur untuk sementara waktu 1-2 hari jika tidak
memungkinkan untuk dilangsungkan proses belajar-mengajar, kekurangan
bangku-kursi dan lemari yang menyebabkan anak didik dengan terpaksa
mengalaskan papan-papan bekas rongsokan gedung yang digunakan sebagai
alat tulis dan beralaskan daun pisang/bekas-bekas karung pepung/beras
sebagai alat duduk, banyak kekurangan buku-buku mata pelajaran, lebih
banyak yang dipelajari diambil dari kurikulum lama tahun ajaran
1991/1995 yang tak layak pakai jika dibandingkan dengan perkembangan
jaman sekarang, tidak memiliki perpustakaan jangankan perpustakaan
tenaga pengajar/didik sangat terbatas.
Hal tersebut terkadang 2 guru yang menangani 1 sekolah dengan memberikan seluruh mata pelajaran bahakan 1 guru yang menengani 1 sekolah. Kondisi demikian mempengaruhi tingkat pemahaman anak didik terhadap ilmu pengetahuan serta efektifitas belajar di tanah Papua Barat. Kondisi demikian yang dipaparkan penulis sebagai hasil reset penulis pada proses pendidikan baik pada tingkatan jaminan mutu pendidikan maupun infrastruktur pembangunan sekolah yang ada. Bila di telusuri pada daerah-daerah terpencil atau pedalaman sama sekali tidak di temukan 1 buah pembangunan gedung sekolah, yang ada hanyalah para penyandang buta aksara (buta uruf).
Hal demikian sangat di pahami benar oleh rakyat Papua Barat jika ini adalah suatu proses penjajahan yang sistematis dan memang sengaja dilakukan oleh pemerintah colonial Indonesia agar dengan mudah menguasai dan merampok kekayaan alam rakayat Papua Barat dan membiarkan rakyat Papua Barat bodoh mati terkapar-kapar di atas tanah airnya yang kaya akan kekayaan alam dilaut, hutan, daratan yang mengasilkan tambangan, mineral minyak yang berjumlah sekian ribuh-ribuh ton. (Doc. Zocatraes)***