photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » , , , , , , , » PROGRAM ISLAMISASI DI TANAH PAPUA OLEH ORANG MALAYU INDONESIA ADALAH TINDAKAN GENOCIDE

PROGRAM ISLAMISASI DI TANAH PAPUA OLEH ORANG MALAYU INDONESIA ADALAH TINDAKAN GENOCIDE

 photo vanuatu_zpsed2b2tvn.jpg

PROGRAM ISLAMISASI DI TANAH  PAPUA OLEH ORANG MALAYU INDONESIA ADALAH TINDAKAN GENOCIDE 

By: Jeckson Huby,M.Kom 

Mantan Ketua AMP KK Malang Raya 211-213

Apakah Program Islamisasi di Tanah Papua oleh Orang Melayu Indonesia adalah Genocide?  Untuk menjawab pertanyaan ini  Activis Independence Papua Sebby Sambom memberikan pembuktian sesuai data-data yang dimiliki, berdasarkan hasil investikasi dari tahun 1997-2013.

Orang Malayu Indonesia telah dan sedang melakukan pelanggaran HAM terhadap Orang Pribumi Papua Barat, melalui tindakan pemaksaan Islamisasi. Tindakan pemaksaan Islamisasi terhadap anak-anak orang Asli Papua dapat dilihat dari fakta, yang mana telah dan sedang dihadapi oleh anak-anak Papua yang lugu dari kampung-kampung.

Dalam hal ini, para ulama atau Haji-Haji Islam yang datang ke Papua merekruk anak-anak kampung dari pedalaman Papua, dengan dalih sekolahkan anak-anak ini ke Jawa dan Madura di program regular. Dalih ini telah dan sedang dimanfaatkan oleh kelompok Islam orang Malayu Indonesia yang datang ke Papua, dengan memanfaatkan kelemahan ekonomi orang pribumi Papua Barat.

Pendekatan social dan ekonomi terhadap orang Pribumi Papua di Daerah Pedalaman oleh orang Islam Malayu Indonesia telah berjalan dari sejak tahun 1996-2013, atau kurang lebihnya 18 tahun. Tidak sadar kalau hal ini adalah suatu tindakan Genocide, yang mana sebenarnya menghancurkan hak-hak asasi dari Bangsa Papua, termasuk hak kebebasan beragama yang dijamin hukum HAM Internasional.

Data Fakta

Tahun 1997, sejumlah anak-anak Papua yang dibawa ke Jawa oleh Haji Malayu Indonesia dengan dalih mensekolahkan mereka, di Sekolah-Sekolah Umum. Pada suatu waktu, tepatnya pada bulan Juni tahun 1997, Sebby Sambom dan Elly Begal menemukan anak-anak Papua yang lugu-lugu ini di Muntilan, Magelang-Jawa Tengah. Setelah menjumpai mereka membangun dialog singkat.

Hasil dialognya sebagai berikut:

Adik-adik kalian sedang apa disini?  Kaka kami tinggal di Pesantren dan sedang belajar Alquran. Apakah orang tua kalian di Papua Islam atau Kristen? Orang tua kami Kristen, tapi Haji bawa kami kesini dan kami disuruh belajar Alquran. Baru dua pertanyaan dilontarkan, pengasuh pesantren memanggil mereka. Akhirnya mereka tinggalkan percakapan dan pergi, sambil mengatakan bahwa kami dilarang berkomunikasi dengan orang Papua lain yang menyumpai mereka.

Kisah berikut yang telah dialami oleh Semi Hubi (anaknya Kepala Suku Mapile Hubi), dari kampung Woma, Wamena-Papua. Fakta pengalaman tentang kisah Semi Hubi sangat menyedihkan. Silakan ikuti kisah pengalaman Semi Hubi bagian bawah ini.

Kisah Korban atas Nama Semi Hubi

Pada tahun 1997, Semi Hubi dibawa ke Madura oleh Pak Haji. Pak Haji orang Madura ini sangat akrab dengan kepala suku Mapile Hubi, sehingga dengan mudah menawarkan jasahnya untuk mensekolahkan Semi Hubi di Madura.  Kedua orang tua Semi Hubi sangat percaya kepada Pak Haji asal Madura ini, kemudian merelahkan anak mereka untuk ikut Pak Haji ke Jawa, Madura guna mengikuti pendidikan regular.

Pada tahun 1999, Ibunya Semi Hubi tanya kepada pak Haji bahwa anak saya tidak ada Khabar ini kenapa? Namun pak Haji menjawab, dia masih sibuk dengan sekolah. Nanti selesai sekolah baru kembali.
Sekalipun begitu, naluri seorang mama tidak terima karena merasa ada sesuatu yang tidak beres atas diri anaknya.  Akhirnya, Ibu kandung Semi Hubi memutuskan harus ke Jawa guna mencari anaknya. Ibu yang belum berpengalaman ini bertekad menjual babi, guna memenuhi biaya perjalanan dari Wamena ke Jayapura dan selanjutnya menggunakan transportasi laut (Kapal Laut) ke Surabaya.

Rupanya, komitmen Mama Papua dari Balim ini dapat di dengar oleh Tuhan dan Tuhan terus campur tangan dalam usahanya, untuk menjelamatkan anak yang dicintainya. Akhirnya, Mama Papua dari Balim ini telah tiba di Jawa pada Bulan Juni tahun 1999. Kemudian berhasil menemukan anaknya di Madura, dan selanjutnya kembali ke Surabaya. Kisah selengkapnya sangat menyedihkan, tapi tidak dapat merinci sekarang.

Selanjutnya, Ibu dengan anaknya ini dijumpai oleh Mahasiswa Papua di Surabaya dan dibawa ke Jogyakarta. Waktu di Jogyakarta, Semi Hubi tinggal di Asrama Mahasiswa Papua Jalan Kusumanegara Jogjakarta bersama Sebby Sambom, Tuben Wenda, Tendiur Kogoya, Yan Matuan serta Sudin Wanimbo dkk.

Dan Pada waktu itu Semi Hubi  tidak bisa makan daging Babi. Saat orang lain makan daging babi, Semi pergi jauh dari tempat orang yang makan daging babi, dengan alasan daging babi itu haram. Rupanya, Semi yang beragama Kristen Katolik itu telah dirobah menjadi Islam tulen melalui metode doktrinisasi Islam Radikal.

Lama kelamaan akhirnya Semi kembali makan daging babi, karena Mahasiswa pada umumnya sering makan daging babi. Apa lagi kalau ada acara-acara selalu bunuh babi dan masak untuk makan bersama. Pada bulan Juni tahun 2001, Semi Hubi dibawa pulang ke Papua dari Jogyakarta, dan kembali ke kampung halamannya di Wamena sampai kini. Dia akhirnya kembali ke Agama asalnya, yaitu Kristen Katolik. Ini fakta dan kisah nyata.

Kelompok Islam orang Melayu Indonesia telah dan sedang melanggar Hukum HAM Internasional, dengan tindakan program Islamisasi paksaan terhadap orang Pribumi Papua. Tindakan ini adalah melanggar pasal 7 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Masyarakat Adat  (the United Nations Declaration on the Rights of Indigenous Peoples), dengan resolusi “ United Nations A/RES/61/295”  yang telah di terima dan disahkan pada tanggal 13 September 2007, dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa di New York, Amerika Serikat.

Silakan ikuti isi Pasal 7 Deklarasi PBB atas Masyarakat Pribumi dibawah ini:
Pasal 7

1. Warga-warga masyarakat adat memiliki hak utuh atas kehidupan, keutuhan fisik dan mental, kemerdekaan dan keamanan sebagai seseorang.

2. Masyarakat adat memiliki hak kolektif untuk hidup bebas, damai  dan aman sebagai kelompok masyarakat yang berbeda  dan tidak boleh menjadi target dari tindakan genosida apapun atau tindakan-tindakan pelanggaran  lainnya, termasuk pemindahan anak-anak secara paksa dari sebuah kelompok ke kelompok lainnya.

Bahasa aslinya:

Article 7
1. Indigenous individuals have the rights to life, physical and mental integrity, liberty and security of person.

2.  Indigenous peoples have the collective right to live in freedom, peace and security as distinct peoples and shall not be subjected to any act of genocide or any other act of violence, including forcibly removing children of the group to another group.


Fakta pelanggaran berikutnya adalah anak-anak Kristen dari Wamena dan Yahukimo dibawa ke Jawa Barat lalu memasukan ke Pesantren, yang kemudian belajar Alquran dan menjadikan Agama Islam. Ingat, hal ini jelas-jelas melanggar Pasal 7 ayat 2 Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hak-hak Masyarakat Adat.

Notes:

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 dan ayat 2, maka setiap orang harus hargai masyarakat adat dan mengangkat hargat dan martabat dari Masyarakat Adat itu sendiri. Ataupun dilarang melakukan Genocide (Pemusnahan Ras) terhadap atau dari kelompok masyarakat adat ini, dengan alasan apapun yang pertentangan dengan hukum HAM Internasional.
Asllam PapuaIngat, bahwa Pasal 7 ayat 2  dari Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa atas Hak-hak Masyarakat Adat menegaskan, dilarang pemindahan paksa terhadap anak-anak dari kelompok  Gereja lain ke kelompok lain. Contohnya, dari Agama Kristen ke Agama Islam yang telah dan sedang terjadi terhadap orang Wamena dan Yali Kabupaten Yahukimo. Karena hal ini melanggar  Hak-Hak Asasi Manusia yang dijamin Hukum Internasional. Untuk membuktikannya, silakan lihat bukti photo bagian kiri ini.

Anak-Anak Kristen dari Wamena dan Yahukimo (Kurima) dibawa ke Jawa Barat lalu memasukan ke Pesantren, yang kemudian belajar Alquran dan menjadikan Agama Islam. Ingat, hal ini jelas-jelas melanggar Pasal 7 ayat 2 Deklarasi PBB tentang Hak-hak Masyarakat Adat.

Bukti Photos Genocide atas bangsa Papua oleh Aparat Keamanan Pemerintah Colonial Republik Indonesia, yang mana sebenarnya melanggar Pasal 7 ayat 2 bait 3 Deklarasi PBB atas Hak-Hak Masyarakat Adat.
Bukti Genosida
Tindakan Genocide oleh  Aparat Keamanan Pemerintah Republik Indonesia Terhadap Masyarakat Adat Internasional Papua

Laporan ini diperbaharui per Juni 2013 oleh Activis Independence Papua (Sebby Sambom), guna menjadi perhatian oleh semua pihak agar Bangsa Papua tidak menjadi korban terus-menerus. Mengapa? Karena Pemerintah Colonial Republik Indonesia telah dan sedang melakukan tindakan Genocide terhadap Bangsa Papua dan atas negeri Paradise. Hal ini terbukti dari tindakan brutal unhumanisme oleh orang Malayu Indonesia di Papua, dari sejak tanggal 1 Mei 1963 hingga kini. Laporan merupakan fakta yang dapat dipertanggungjawabkannya. By Sebby Sambom,  Activis Independence Papua.

Admin Media dan Propaganda AMP KK Malang Raya
Situs ini milik Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) Komute Kota Surabaya-Malang, copyright@SPM News Group Online Services dan dikelolah oleh Biro Pendidikan dan Propaganda.
Share this post :