Jakarta sebenarnya MALAS TAHU dengan UU Otsus Plus
- Gubernur Papua Barat Juga Tidak Perduli dengannya! Kalau begitu Apa yang Salah dengan Gubernur Papua dan Rombongannya?
Yang salah dengan Gubernur Papua
dan rombongannya ialah "menaruh harapan terlampau banyak, jauh lebih
daripada kemampuan NKRI untuk memenuhinya", demikian pernyataan dari
Markas Pusat Pertahanan Tentara Revolusi West Papua. Dari
Menurut suluhPAPUA.com, yang kurang ialah keterlibatan semua unsur masyarakat Papua
(semua stakeholders). Beberapa anggota DPRP mengatakan pengajuan Draft
UU Otsus Plus terkesan tergesa-gesa, anggota DPRP tidak tahu apa isi UU
dimaksud. Berlawanan dengan itu rombongan yang dipimpin Gubernur Lukas
Enembe mendesak agar Draft UU Otsus Plus yang sekarang ini telah
mengalami 14 kali perubahan ini segera disahkan sebelum SBY mengakhiri
masa kepemerintahannya 20 Oktober 2014.
Di tengah-tengah itu baik rakyat Papua secara umum, pimpinan Gereja maupun para aktivis Papua
Merdeka menolak UU Otsus Plus yang menambah masalah di atas masalah
yang sudah menumpuk begitu lama. Mereka menuntut Otsus Plus supaya
dihentikan.
Di tingkat nasional NKRI, ada anggota DPR RI yang menerima dengan berterimakasih kepada pemerintah daerah dari tanah Papua,
ada yang menolak dengan alasan pengajuan UU Otsus Plus ini tidak
mengikuti prosedur pembuatan Undang-Undang di negara kolonial dimaksud.
Dikatakan dana yang dihabiskan ialah Rp.15 miliar, tidak terhitung
berapa jumlah tenaga dan waktu yang telah dikuras untuk menghasilkan
produk usulan UU Otsus Plus.
Sejah dari awal Gubernur Lukas Enembe dilantik, kita disuguhkan
dengan sebuah janji yang menggiurkan, yaitu sebuah paket Otonomi Khusus
yang Plus. Setelah itu pula proyek Otsus Plus ini diluncurkan.
Dibentuklah tim, dengan Wakil Ketua I DPRP Yunus Wonda sebagai
Koordinator.
Pengajuan Draft UU Otsus Plus ini penuh dengan keanehan-keanehan.
Keanehan pertama, Gubernur Lukas Enembe terlampau percaya diri, jauh
daripada realitas politik NKRI. Ia terlalu percaya, seolah-olah NKRI
adalah milik orang tua kandungnya, padahal SBY sebagai presiden Kolonial
NKRI hanyalah seorang Presiden kolonial, presiden dari negara yang
menjajah tanah dan bangsa Papua. Naif memang, sikap ini.
Keanehan kedua, selain terlampau jauh percaya diri, Gubernur Kolonial
NKRI Lukas Enembe juga slaah dalam hal terlampau berharap, atau
mengharapkan terlampau banyak, melampaui kemampuan NKRI untuk
memenuhinya. NKRI bukannya tidak mau, tidak juga menolak, tetapi yang
jelas TIDAK MAMPU memenuhi tuntutan yang disampaikan dalam Draft UU
Otsus Plus versi Lukas Enembe dalam rangka agenda Papau Bangkit untuk
Mandiri dan Sejahtera.
Keanehan kegita, sejak awal draft sampai akhir dari draft UU Otsus
Plus ini diantar ke ibukota koloni Jakarta-pun Gubernur Provinsi Papua
Barat bernama Abraham O. Atururi tidak pernah terlihat
batang-hidungnya. Padahal baik Lukas Enembe maupun Bram Atururi
sama-sama pimpinan BIN di tingkat provinsi, tetapi kelihatannya yang
satu lebih kelas berat, lebih paham politik NKRI karena ia purnawirawan
TNI, yang satunya berasal dari orang sipil, jadi tidak paham betul
kemampuan NKRI memenuhi tuntutan-tuntutan yang termuat dalam Draft UU
Otsus Plus.
Keanehan keempat, kan UU Otsus Plus ini sudah diajukan paling tidak
setahun lalu, paling tidak sudah dilakukan revisi sebanyak 14 kali, akan
tetapi sampai memasuki "Injuri Time" begitu menurut Yunus Wonda-pun
draft ini belum juga tuntas, sampai akhirnya ditolak untuk disahkan
sebelum 30 September 2014.
Selain keanehan pokok di atas, ada juga keanehan teknis, yang
terlihat bukan aneh saja, tetapi bisa dikatakan "gila". Yang pertama
ialah Pasal yang mengatur Referendum, kalau NKRI menolak Draft UU Otsus
Plus ini.
Yang kedua ialah proses penyusunan draft UU Otsus Plus sangat
tertutup, sangat privat, terkesan bukan hanya tertutup tetapi sangat
rahasia. Kerahasiaan itu dijaga ketat antara Gubernur Lukas Enembe,
Ketua I DPRP Yunus Wonda dan Ketua MRP Murib. Ditambah Ketua DPRP Deerd
Tabuni.
Yang ketiga ialah ancaman-ancaman yang dikeluarkan Gubernur Lukas
Enembe, Ketua MPR Murib dan Ketua DPRP Deerd Tabuni, bahwa kalau UU
Otsus Plus ini ditolak maka ketiganya akan mengundurkan diri dari posisi
mereka, sampai-sampai mengancam akan meninggalkan Indonesia dan tinggal
di negara lain.
Kalau kita kritisi pasal demi pasal dan point demi point, maka pasti banyak yang membuat kita bertanya:
- Kok Gubernur Papua ini paham bahwa dia sedang berbicara dengan NKRI yang adalah negara kolonial apa tidak?
- Kok jajarah pemerintah kolonial di Provinsi Papua terlalu banyak berharap kepada NKRI? Apa memang NKRI itu nenek-moyang mereka, orang tua mereka, saudara sebangsa-setanah air mereka?
Barangkali dari peristiwa yang melelahkan ini, yang akhirnya GAGAL
TOTAL dan semua energi KEMBALI KE TITIK NOL ini kita semua belajar
ungkapan Sekretaris Perserikatan Bangsa-Bangsa Mortimer kepada Lt. Gen.
Amunggut Tabi pada tahun 2001 di Geneva, Siwitzerland,
"Sejelek apapun saudara-mu, kau tetap kembali melobi saudara-saudaramu sendiri untuk membela kasus Anda. Jangan terlalu banyak berharap kepada orang-orang di sini, apalagi berharap kepada saya orang kulit putih. Sebaik apapun Indonesia, mereka tetap adalah penjajah Anda! Jangan terlalu percaya kepada penjajah, jangan salah dengan berharap apapun dari mereka."