Ulasan Singkat untuk Kita Tenungkan Bersama
Fakta dari perjuangan bangsa Papua antara lain:
- Perjuangan identitas ASPIRASI bangsa Papua di Babo Bentuni 1930-an.
- Perjuangan bersenjata KORERI di Biak Teluk Gelvijnk/ Cenderawasih 1940-an.
- Permulaan nama post Hollandia 1910.
- Waktu Sekutu Gen.MacA rthur1944 Belanda mulai buka tata administrasinya namanya NICA (NederlandsIndies Adsministration). Sebelum perang Pasifik tanah Papua tidak termasuk dalam wilayah East Indies /VOC/ pemerintahan Batawi.
Proklamasi Kemerdekaan 1 Juli 1971
Papua Merdeka News mengakui berdasarkan Undang-Undang Revolusi West Papua tentang Proklamasi Kemerdekaan 1 Juli 1971 di Waris Raya, Port Numbay.
PROKLAMASI
Kepada seluruh rakyat Papua, dari Numbai sampai ke Merauke, dari Sorong sampai ke Balim (Pegunungan Bintang) dan dari Biak sampai ke Pulau Adi.
Dengan pertolongan dan berkat Tuhan, kami memanfaatkan kesempatan ini
untuk mengumumkan pada anda sekalian bahwa pada hari ini, 1 Juli 1971,
tanah dan rakyat Papua telah diproklamasikan menjadi bebas dan merdeka (de facto dan de jure).
Semoga Tuhan beserta kita, dan semoga dunia menjadi maklum, bah-wa merupakan kehendak yang sejati dari rakyat Papua untuk bebas dan merdeka di tanah air mereka sendiri dengan ini telah dipenuhi.
Victoria, 1 Juli 1971
Atas nama rakyat dan pemerintah Papua Barat,
Seth Jafet Rumkorem
(Brigadir-Jenderal)
3 Desember 1974
Dalam upacara pembacaan proklamasi itu, Rumkorem didampingi oleh Jakob Prai sebagai Ketua Senat (Dewan Perwakilan Rakyat?), Dorinus Maury sebagai Menteri Kesehatan, Philemon Tablamilena Jarisetou Jufuway sebagai Kepala Staf Tentara Pembebasan Nasional (TEPENAL), dan Louis Wajoi sebagai Komandan (Panglima?) TEPENAL Republik Papua Barat.
Era Setelah Proklamasi Kemerdekaan 1 Juli 1971
Setelah proklamasi kemerdekaan ini terjadilah perpecahan di dalam tubuh OPM,
khususnya antara Seth Jafet Roemkorem dengan Hendrik Jacob Prai yang
berakibat perpecahan basis atau markas pertahanan mereka. Organisasi
perjuangan sayap militer juga terpecah menjadi Tentara Pembebasan
Nasional (TPN) di bawah komando Seth Jafeth Roemkorem yang sering
dijuluki sebagai kubu Markas Victoria (disingkat Marvic) dengan Tentara
Pembebasan Nasional (TPN); dan Kubu Pembela Kebenaran (atau disingkat
Markas Pemka) pimpinan Hendrick Jacob Prai dengan Tentara Pembebasan
Nasional (TEPENAL).
TEPENAL kemudian membentuk beberapa Panglima Daerah dan bentukan
KODAP (Komando Daerah Pertahanan) dan sampai saat ini masih eksis di
rimbaraya New Guinea, yaitu antara lain KODAP III Nemangkawi untuk
wilayah Kabupaten Fak-Fak (Panglima Kelly Kwalik), KODAP II untuk
kabupaten Jayawijaya (Panglima Mathias Wenda), KODAP V wilayah Papua Selatan (Panglima Bernardus Mawen); dan KODAP IV Paniai (Panglima Tadius Yogi).
Para panglima bentukan Jacob Hendrik Prai ini masih beroperasi sampai
hari ini, sementara turunan dari Markas Victoria terbagi menjadi
beberapa kubu seperti Hans Richard Joweni (di wilayah Sarmi) dan Melkias
Awom (di Biak). Markas Victoria kemudian dikendalikan oleh Brig. Jend
TPN Hans Bomay bersama Letnan Jenderal TPN Lukas Tabuni, bersama Rev.
Jend. Mandin Maah Jikwa dan Chief Jend. Obarek B. Yikwa, yang telah
meninggal dunia, dan diteruskan oleh General Tiben Pagawak, Lego Yikwa
dan Danny Kogoya. Kini (2014) Lego Yikwa dan Danny Kogoya telah
meninggal dunia.
Sebelum penyerahan tongkat komando kepada General Mathias Wenda
basis Markas Victoria (TPN) pimpinan Seth Jafet Roemkorem telah kosong
karena friksi dan perang saudara antara kubu PEMKA dengan kubu Victoria.
Capt. Mathias Wenda
sebagai Komandan Operasi di era kepemimpinan Jacob Prai diperintahkan
untuk mengamankan situasi lapangan, khususnya pucuk pimpinan komando Papua Merdeka yang mendua sehingga terjadi peperangan hebat antara kedua kubu di wilayah perbatasan West Papua - Papua New Guinea, tepatnya di kampung Wutung.
Penangkapan dan Pengasingan Pimpinan OPM oleh Pemerintah Papua New Guinea
Menanggapi pertikaian di dalam tubuh perjuangan Papua Merdeka yang tidak sehat, maka pemerintah Papua New Guinea melangsungkan Operasi Penangkapan para kunci pecah-belah dalam tubuh perjuangan Papua Merdeka. Hasilnya Jacob Prai, Seth Roemkorem dan Otto Ondawame ditangkap dan dijebloskan ke penjara Bomana, Papua New Guinea, disusul beberapa komandan lapangan mereka seperti Alex
Derey dan Geradus Tom (Komandan Mata Satu). Seth Roemkorem dan dua
komandan lapangan ini minta suaka dan diterima menetap di Negeri
Belanda. Sementara sang Komandan PEMKA Jacob Prai dan sekretarisnya Otto Ondawame
memintakan suaka dan diterima oleh Pemerintah Sosialis Swedia waktu
itu, dan sampai hari ini keduanya berkewarga-negaraan Swedia.
Skenario pemerintah PNG waktu itu kedua kubu diberi Surat Undangan
secara terpisah tetapi pada waktu bersamaan. Isu Surat menyatakan perlu
ada pertemuan antara pimpinan OPM dan pimpinan PNG untuk membicarakan bantuan PNG untuk Papua
Merdeka. Untuk itu mereka diundang datang ke Kota untuk pembicaraan
lebih lanjut. Karena undangan dimaksud ditandatangani oleh pejabat resmi
dengan kop surat yang resmi, maka tanpa diketahui baik Prai maupun
Ondowame dan Roemkorem datang ke kota pada waktu bersamaan. Mereka
kemudian ditangkap pada waktu bersamaan, dan dipenjarakan di penjara
Bomana Papua New Guinea secara bersama-sama sambil menunggu mereka minta suaka.
Menyusul mereka juga ditangkap panglima lain, yaitu Alexander Derey
dan Geradus Tom (sering dipanggil Komandan Mata Satu). Keduanya kini
berkewarga-negaraan Belanda dan aktiv berbicara atas nama OPM di pertemuan-pertemuan informal di antara orang Papua.
Sementara terjadi operasi sapu bersih di antara pejuang Papua
Merdeka sendiri telah juga hadir Ottow Ondawame, seorang pemuda dari
Fakultas Hukum Universitas Cenderawasih dan Leo Wakerkwa dari Program
Studi Bahasa Inggris FKIP Universitas Cenderawasih. Kedua pemuda
membantu Panglima PEMKA Jacob Prai.
Laurentz Dloga dan Tentara Revolusi West Papua
Di antara mereka juga hadir seorang tokoh perjuangan Papua Merdeka yang telah melakukan banyak pekerjaan yang cukup berarti bagi kemerdekaan West Papua, yaitu Laurentz Dloga (Logo). Kehadiran dia memungkinkan terbentukan Tentara Revolusi West Papua, dan telah menjalin kerjasama dengan Negara-negara yang sudah merdeka, terutama Papua New Guinea. Menteri perhubungan dan juga perdana Menteri Papua New Guinea waktu itu Iambeki Okuk (seorang Kepala Suku dari pegunungan Papua Timur, tepatnya Provinsi Goroka). Keduanya dibantu oleh Gabriel Ramoy dan Powes Parkop yang waktu itu ialah mahasiswa.
NKRI bekerja extra keras dan mereka
berhasil menghabisi nyawa dari Iambeki Okuk di Australia, membunuh
Laurentz Dloga di Markas Victoria (oleh pasukannya sendiri) dan
membenjarakan Powes Parkop (saat ini -2014- menjadi Gubernur DKI Port Moresby) dan Gabriel Ramoy (saat ini -2014- anggota parlemen di Provinsi Sandaun.
Ada yang menganggap penangkapan ini sebagai keberhasilan operasi intelijen NKRI, akan tetapi menurut PMNews peristiwa ini murni sebagai tanggapan PNG terhadap realitas friksi dan faksi yang ada di dalam perjuangan Papua Merdeka. Buktinya selang beberapa pekan setelah penangkapan mereka, maka Laurentz Dloga dan Mathias Wenda dipanggil dan diarahkan oleh pemerintah Papua New Guinea untuk merapihkan barisan pertahanan dan meneruskan perjuangan bangsa Papua di pulau New Guinea.
Pucuk Komando Jatuh ke Tangan Gen. TEPENAL Mathias Wenda
Tongkat Komando TEPENAL diserahkan oleh Jacob Prai kepada Matius Tabu
(karena Jacob Prai ditangkap oleh polisi PNG waktu itu). Kemudian
Matisu Tabu juga ditangkap oleh NKRI. Beberapa hari menjelang
penangkapannya tongkat Komando diserahkan kepada BrigGend. TEPENAL Mathias Wenda.
Sebelum penyerahan tongkat komando telah diakukan penaikan pangkat dalam masa darurat untuk Gen. Mathias Wenda dari Brig.Gend menjadi General TEPENAL Mathias Wenda. Masa ini tongkat komando Revolusi West Papua ada dalam kondisi genting karena pertikaian di dalam tubuh Organisasi Papua Merdeka dan operasi dari pemerintah PNG serta operasi pengejaran dan penangkapan oleh ABRI NKRI.
Setelah tongkat Komando jatuh ke tangan Gen. TEPENAL Mathias Wenda,
maka dilakukan rapat-rapat tingkat Perwira antara kubu Pemka dengan
kubu Viktoria, yang akhirnya menghasilkan kesepakatan untuk
menggabungkan kedua faksi ke dalam satu kubu bernama Tentara Pembebasan
Nasional - Organisasi Papua Merdeka (TPN/OPM). Sejak masa inilah nama TPN/OPM
mulai santer dipakai. Sedangkan sebelumnya nama TEPENAL dan TPN dipakai
secara terpisah, tidak digabungkan dengan penggunaan nama OPM.
General Mathias Wenda sebagai seorang Kepala Suku Besar dari Suku Walak di Lembah Baliem, maka perbedaan dan pembedaan antara organisasi perjuangan Papua Merdeka sayap militer dan sayap politik menjadi kabur. General Wenda menjalankan kepemimpinan ala Panglima Perang dalam suku-suku di pegunungan Tengah Papua.
Setelah puluhan tahun lamanya, dengan kemunculan pemuda dari Tanah Papua seperti Jonah Penggu (sering memanggil dirinya bermarga: Wenda) Amunggut Tabi dan disusul Benny Wenda,
maka terjadi upaya-upaya pembenahan lebih lanjut. Diupayakan
berkali-kali untuk harmonisasai dan konsolidasi hubungan kubu Pemka dan
Victoria, tetapi usaha-usaha di rimba New Guinea tidak begitu sukses.
Yang berhasil dan nampak ada hasilnya ialah pembentukan WPPRO (West Papua Peoples Representative Office) oleh Andy Ayamiseba (OPM Victoria) dan Otto Ondawame (OPM Pemka).
Kedua tokoh OPM
(Ayamiseba dan Ondawame) terus membangun komunikasi dengan para
gerilyawan di rimba New Guinea. Hasilnya para penglima dari kubu Pemka
dan Viktoria berhasil menjumpai kedua pemimpin di Vanuatu mulai tahun
2003 sampai 2007 secara berturut-turut datang dan pergi secara
bergantian. Dalam pada itu dibentuk-lah organisasi baru bernama WPNCL (West Papua National Coalition for Liberation) di mana para tokoh OPM kubu Victoria (Rex Rumakiek dan Andy Ayamiseba) dan OPM kubu PEMKA (Amungut Tabi, Benny Wenda dan Otto Ondawame)
membangun komunikasi konstruktiv untuk menghapus dan menyembuhkan
luka-luka tidak diharapkan yang pernah muncul dalam sejarah perjuangan Papua Merdeka.
Akhirnya terbukti, Jend. TPN Hans Richard Joweni diangkat sebagai Ketua WPNCL dan Dr. John Otto Ondawame
sebagai Sekretaris Jenderal. Perbedaan Pemka-Viktoria ternyata lebih
berarti dan lebih berpengaruh di era kepemimpinan Prai-Roemkorem.
Setelah Roemkorem meninggal dunia dan diteruskan oleh Ayamiseba,
Rumakiek, dan Joweni serta Prai menjadi pensiun dari kegiatan politik Papua Merdeka dan diteruskan oleh Ondawame, Amunggut Tabi dan Benny Wenda tanpa ada bayangan atau pengaruh sedikitpun dari perpecahan yang pernah terjadi.
Perpecahan dan perang saudara yang pernah terjadi kini menjali
sejarah pahit, tetapi tidak berpengaruh begitu besar terhadap generasi
muda pejuang Papua Merdeka. Walaupun begitu para lawan politik dan musuh kebenaran tidak pernah tinggal diam.
Telah banyak kali NKRI berupaya menangkap dan memenjarakan dan juga membunuh khususnya Panglima Mathias Wenda, tetapi General Wenda dengan ketangkasannya telah meloloskan diri dari maut. Beberapa kali pernah dipenjarakan di Papua
New Guinea dan diadili di sana, dengan tuduhan melakukan kegiatan
illegal di Negara PNG. Akan tetapi dengan Hukum Adat sebagai seorang
Kepala Suku ia berhasil membela diri, memupuskan harapan dan doa NKRI
untuk merepatriasi Gen. Wenda ke Indonesia untuk dijatuhi hukum sesuai
hukum colonial NKRI.