MENLU INDONESIA AKUI VANUATU DUKUNG PAPUA MERDEKA
Menteri Luar Negeri Vanuatu Eduard
Natapea Sempat Ditawari ke Bali, Delegasi MSG Pilih Kunjungi Papua
Simpang siur informasi kunjungan delegasi Melanesian Spearhead Group
(MSG) ke Papua menemui titik terang, setelah Menteri Luar Negeri Vanuatu
Eduard Natapea secara resmi mengumumkan kunjungannya ke Indonesia
khususnya Papua.
Pdt. Benny Yantewo, Ketua Panitia
penjemputan delegasi MSG ke Papua kepada wartawan di Gedung P3W GKI
Papua di Padang Bulan Jayapura Jumat (10/1/2014) kemarin membenarkan
rencana kunjungan anggota MSG tersebut. Sebelumnya dalam lansiran
tabloidjubi.com, di sebutkan kunjungan delegasi MSG ke Papua dilakukan
setelah Menteri Luar Negeri Vanuatu, Edward Natapei memprotes Pemerintah
Indonesia atas agenda yang diberikan kepada delegasi yang hanya
mengunjungi Jakarta dan Bali saja.
Menurut Edward Natapei, kunjungan
Delegasi MSG ke Indonesia sesuai undangan Pemerintah Indonesia, yang
disampaikan Menteri Politik Hukum dan Hak Asasi Manusia (Mekopolhukam)
Djoko Suyanto, saat pertemuan dengan Perdana Menteri Fiji Voreqe
Bainimaramal 3 Juni 2013 lalu.
“Kunjungan delegasi ini merupakan
resolusi MSG, setelah West Papua National Coalition for Liberation
(WPNCL) mengajukan aplikasi keanggotaan di MSG,” kata Edward Natapei.
Melihat kondisi ini, Pemerintah
Indonesia menawarkan anggota MSG untuk berkunjung ke Jakarta dan Papua,
untuk melihat lebih dekat isu-isu tentang pelanggaran Hak Asasi Manusia
(HAM) di wilayah Papua.
Atas undangan ini, delegasi MSG
menjadwalkan kunjungan ke Papua sekitar 11 – 15 Januari 2014. Kata
Edward Natapei, undangan ini disimpaikan Pemerintah Indonesia melalui
Wakil Menteri Luar Negeri, Wisnu Wardhana, dihadapan pleno MSG Summit
tanggal 21 Juni 2013 lalu. Tujuannya agar hubungan Indonesia dengan MSG
harus dipererat dan terus ditingkatkan.
Sementara itu Pdt. Benny Yantewo selaku
Ketua Panitia penjempuntan kunjungan delegasi MSG ke Papua kepada
wartawan di gedung P3W GKI Papua di Padangbulan Jayapura Jumat
(10/1/2014) kemarin membenarkan rencana kunjungan anggota MSG tersebut.
Menurut Benny Yantewo, kunjungan MSG ke Papua berdasarkan point ke 20
dan 21 hasil keputusan Komunike Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) MSG di
Noumea yang menyebutkan delegasi Foreign Ministers Melanesia (FMM) yang
dipimpin Perdana Menteri Luar Negeri Fiji akan mengunjungi Papua. Hasil
putusan ini di sambut baik oleh pemerintah Indonesai dengan memberikan
waktu enam bulan sejak tanggal 23 Juni – 23 Desember 2013 lalu kepada
MSG untuk berkunjung ke Papua, namun hingga waktu yang di sepakati tak
kunjung di realisasi.
“Niat baik pemerintah Indonesia untuk
membuka diri bagi delegasi MSG ke Papua patut di apresiasi,” kata
Yantewo. Lebih jauh Yantewo menuturkan, dengan adanya pengumuman resmi
dari Eduard Natapea, maka panitia lokal secara resmi siap melakukan
penjemputan rombongan delegasi MSG dengan tari-tarian dari tujuh suku
yang ada di Papua saat tiba di Bandara Sentani. “Tarian-tarian ini
sebagai tanda terima atas kebesaran hati datang dari jauh untuk melihat
kondisi masyarakat yang sebenarnya,” kata Yantewo.
Untuk mensukseskan jalannya penjemputan,
panitia akan berkordinasi dengan Gubernur Papua, Kapolda Papua dan
Pangdam XVII/ Cendrawasih menyukseskan kunjungan tersebut untuk
menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sementara untuk jadwal di
Papua, panita sedang menunggu keputasan dari delegasi MSG, namun panitia
telah menyiapkan sejumlah agenda penting yakni, bertemu dan dialog
dengan para korban pelanggaran HAM, tapol/napol dan tokoh pejuang
kemerdekaan Papua.
Marty Natalegawa Akui Dukungan Vanuatu
Untuk Papua Kunjungan Delegasi MSG ke Papua, diakui Menteri Luar Negeri
RI Marty Natalegawa sebagai keseriusan dan dukungan resmi kepada Papua.
Seperti di lansir tempo.co (22/12/2013) lalu Marty Natalegawa mengatakan
pemerintah RI sudah tidak bisa menutup mata, karena kenyataan dan
perkembangan beberapa tahun terakhir ini, dimensi luar negeri jauh lebih
terkelola dibandingkan di masa lalu. “Persoalan Papua kerap menjadi
duri dalam daging, diplomasi Indonesia lebih banyak memerlukan perhatian
di dalam negeri ketimbang aspek luar negerinya,” kata Marty Natalegawa
Menurut Marty Natalegawa, tahun lalu masalah Papua mencuat lantaran
pemberitaan kantor gerakan pro-kemerdekaannya dibuka di sejumlah negara
sahabat, karena pembukaan kantor-kantor pro-kemerdekaan Papua itu hanya
sebatas konferensi pers, sementara kondisi fisik kantor sebenarnya tidak
ada.
Lebih jauh dikatakan, pihaknya meragukan
adanya dukungan negara, kecuali satu, yaitu Vanuatu. Meskipun kelompok
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) di negara-negara Eropa, Inggris,
Belanda, dan Australia, yang masih menyuarakan upaya kemerdekaan Papua,
namun ada beberapa dimensi yang bisa memberi celah bagi komunitas
internasional untuk mengecam Indonesia. Dimensi-dimensi tersebut antara
lain soal Hak Asasi Manusia (HAM), akses media asing ke Papua, serta
masalah lingkungan.
“Kalau kita membiarkan pelanggaran HAM
di Papua, ini celahnya. Bukan saja masyarakat internasional, rakyat
Indonesia pun peduli,” kata Marty.
sumber : Suluh Papua