Surabaya, 10/11 (Jubi)—Ketua Ikatan Mahasiwa
Papua, Kota Studi Jogjakarta, Demianus Nawipa, mengatakan tindakan pihak
aparat keamanan yang melakukan penangkapan terhadap sejumlah mahasiswa
yang sedang melakukan demo damai adalah upaya untuk pembungkaman
aspirasi rakyat Papua.
“Mahasiswa adalah tulang punggung masyarakat dan pemerintah, sehingga
kebebasan untuk berekpresi bagi mahasiswa tak perlu dibungkam,”Ujar
Demianus Nawipa, minggu (10/11), melalui telepon genggam, lantaran
menyikapi penangkapan terhadap beberapa mahasiswa di kota Jayapura.
Lanjut Demianus, aparat keamanan menangkap mahasiswa secara
sewenang-wenang sama halnya dengan sedang membunuh karakter seorang
intelektual di lingkungan kampus. Sehingga, kata Nawipa, harus
membebaskan bagi yang telah ditahan di balik trali besi ini tanpa
syarat.
“Sangat tidak wajar seorang mahasiswa ditahan dan dipenjarakan di
bui. Secara tidak langsung aparat keamanan sedang membunuh karakter
mahasiswa,” tukas mantan sekertaris Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Universitas Papua (UNIPA) Manokwari ini.
Kata Demianus, dirinya sangat prihatin atas penangkapan mahasiswa
yang menyatakan aspirasi secara damai. “Era demokrasi malah ruang
demokrasi dibungkam. Ibaratnya kita sedang hidup dizaman
primitive,”Ungkapnya.
Menurut Nawipa, Penangkapan terjadi dihadapan pimpinan (Rektor)
Universitas Cenderawasih (UNCEN). Sehingga, sebagai pimpinan kampus,
Rektor harus bertanggungjawab terhadap persoalan ini. “Lembaga Uncen
jangan berdiam diri. Harus bertanggung jawab. Ini persoalan
serius,”Pungkasnya.
Sebelumnya, lima belas mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan
Mahasiswa, Pemuda dan Rakyat (Gempar) Papua diciduk aparat Kepolisian
Resort Kota (Polresta) Jayapura pada saat melakukan demonstrasi menolak
kebijakan Otonomi Khusus (Otsus) Plus di halaman Kantor Majelis Rakyat
Papua (MRP), di Kotaraja, Kota Jayapura, Papua, Kamis (7/11) pagi. Dari
kelima belas pendemo yang diamankan, salah satunya merupakan YN,
tersangka penganiayaan terhadap rekan mahasiswa di Perumnas III, Waena
Uncen Atas. (Jubi/Hendrik O. Madai)