photo fgr_zpsa263fa65.gif

Headlines News :
Home » » Aliansi Mahasiswa Papua Di Malang Tuntut Pepera 1969 Diulang

Aliansi Mahasiswa Papua Di Malang Tuntut Pepera 1969 Diulang

Aliansi Mahasiswa Papua Di Malang Tuntut Pepera 1969 Diulang
 
Malang, Sinar Harapan
Belasan mahasiswa asal Papua yang tergabung dalam Komite Persiapan Pembentukan Organisasi Aliansi Mahasiswa Papua Malang (KPP AMP Malang) berdemo di halaman luar gedung DPRD Kota Malang, Senin (6/9).

 Mereka menuntut pemerintah meninjau kembali status Pepera 1969 yang diberlakukan di bumi Cenderawasih itu.
Menurut koordinator lapangan Rudy Tjsenawatme, Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) yang dilakukan pada tahun 1969 harus diulang karena cacat hukum, cacat demokrasi dan tidak manusiawi.
�Pemerintah harus segera mengulang Pepera dengan memenuhi nilai-nilai demokrasi yang berlaku secara universal,� tegasnya. Untuk diketahui, Pepera dilakukan sebagai dasar bergabungnya Papua dengan Republik Indonesia. Pepera semacam opsi jajak pendapat yang dilaksanakan di Timor Timur sekitar tahun 1997 sebelum berpisah dari Indonesia.
Selain menuntut Pepera 1969 ditinjau ulang, para mahasiswa Papua juga menuntut perusahaan pertambangan PT Freeport segera ditutup. �AMP juga menyerukan seruan solidaritas kepada gerakan-gerakan buruh, tani, kaum miskin kota dan mahasiswa di seluruh nusantara untuk bersatu dan membangun kekuatan rakyat. Lawan neo liberalisme, hantu penyebab kemiskinan rakyat,� kata Rudy.
Aksi belasan mahasiswa Papua ini tergolong unik. Dalam aksinya, mereka tidak memakai baju, namun mengenakan pernak-pernik pakaian tradisional Papua. Yang pria mengecat badan dan wajahnya dengan motif daerah. Lengan kanan dan kiri tangan setiap dari mereka terikat gelang yang berasal dari daun pepohonan. Khusus yang perempuan. menutupi badannya menggunakan Noken-tas asli Papua yang biasa digantung pundak. Dipadu dengan rok khas daerah ujung timur negeri ini.

Tim Independen
Sementara itu pemimpin agama di Papua menyambut baik rencana pemerintah membentuk Tim Independen untuk menyelesaikan kasus terbunuhnya Ketua Presidium Dewan Papua Theys Hiyo Eluay.
Dalam keterangan pers yang diterima SH, para pemimpin agama di Papua mensyaratkan bahwa Komisi Penyelidik Nasional harus berisi orang-orang yang terpercaya, independen, berintegritas moral tinggi, serta memiliki keahlian tinggi dalam melakukan penyelidikan.
Disebutkan, penyelidikan yang akan dilakukan oleh Komisi Penyelidik Nasional bersifat pro justitia. Komisi Penyelidik tersebut memiliki kewenangan untuk memanggil dan memeriksa saksi, baik dari kalangan masyarakat, instansi pemerintah, kepolisian, TNI, maupun lembaga-lembaga lainnya.
Komisi Penyelidik juga harus memiliki kewenangan untuk memanggil saksi secara paksa sejauh diperlukan. Komisi Penyelidik harus memiliki kewenangan untuk mendapatkan bukti-bukti, dokumen-dokumen sesuai dengan aslinya dari kalangan masyarakat, instansi pemerintah, kepolisian, militer, dan lembaga-lembaga lainnya. Komisi juga tidak melibatkan unsur TNI/ Polri, tidak melibatkan unsur pemerintah, serta memahami konteks sosial politik Papua.
Para Pemimpin Agama di Papua yang terdiri dari Pastor Jack Mote Pr, Wakil Uskup Jayapura Drs. Jan B. Rumbrar, Wakil BPAS GKI di Tanah Papua; Drs. H. Zubeir D. Hussein Ketua MUI Papua; Pdt. Dr. Noakh Nawipa Wakil Sinode GKII; mengusulkan struktur Komisi terdiri dari Pemimpin Agama di Papua sebagai konsultan, Asmara Nababan SH sebagai Komisioner bersama HS Dillon, Kamala Cadhrakirana, Harkristuti Harkrisnowo, Ferry Kareth, John Rumbiak, Damianus Wakman, Bambang Widjojanto, Jonnson Pandjaitan dan ahli forensik dari Kejaksaan Agung. (eka)


=========
Hans Gebze
Sekertaris Jendral
Komite Pusat Aliansi Mahasiswa Papua (KP AMP)
Mobile: --


Do you Yahoo!?
Win 1 of 4,000 free domain names from Yahoo! Enter now.
Share this post :